Kasus Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa Terus Berulang, Apakah Kampus Peduli?

Depresi
Ilustrasi: Depresi dapat menyebabkan berkurangnya self confidence (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa terus berulang di sejumlah daerah di Indonesia. Apakah kampus sudah peduli?

Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa terus terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Di Jakarta Barat, baru-baru ini, seorang mahasiswa ditemukan telah tewas setelah melompat dari lantai 4 di kampusnya.

Sebelumnya, di Surabaya, Jawa Timur, seorang mahasiswa yang diduga bunuh diri juga ditemukan meninggal di pelataran gedung Universitas Kristen Petra.

BACA JUGA:

Mahasiswa depresi

Fenomena bunuh diri pada usia muda telah menjadi masalah global, termasuk Indonesia.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 29 Agustus 2024, kasus bunuh diri terbanyak terjadi pada penduduk berusia 15-29 tahun.

Indonesia-National Adolescent Health Survey pada 2022 menemukan, 5,5 persen atau 2,54 juta remaja didiagnosis mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Dan, sebanyak 4,4 persen dari jumlah remaja menyatakan pernah menyakiti diri sendiri secara sengaja.

Sementara, Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi depresi tertinggi ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun. Bahkan, 61 persen di antaranya pernah berpikir untuk mengakhiri hidup.

Penyebab mahasiswa bundir

Tekanan hidup, kematangan otak dan mental, serta banjirnya informasi membuat orang muda rentan bunuh diri.

Stigmatisasi juga mengakibatkan seseorang dengan gangguan kesehatan mental enggan meminta bantuan kepada orang lain, sehingga berisiko mengakhiri hidup sendiri.

Depresi ini memang menjadi penyebab utama seseorang bunuh diri.

Di kalangan mahasiswa, terdapat beberapa faktor utama pemicu depresi, seperti tekanan akademik, transisi kehidupan, persoalan keuangan, kesehatan mental dan fisik, penggunaan alkohol dan obat psikotropika, serta tekanan sosial.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yurika Fauzia Wardhani mengatakan, alasan paling banyak yang memicu seseorang bunuh diri terkait dengan masalah personal.

Alasan yang banyak ditemukan berkaitan dengan masalah percintaan atau asmara. Masalah ini cukup banyak ditemukan sebagai pemicu keputusan mengakhiri hidup di kalangan remaja, karena sangat terkait dengan kebutuhan mencintai dan dicintai.

Sementara, di kalangan mahasiswa, tekanan akademik memengaruhi keinginan mengakhiri hidup. Bagi mahasiswa yang tinggal jauh dari orangtua, kesepian dan tekanan sosial pun memperburuk kerentanan pada keinginan bunuh diri.

Cegah bundir di kalangan mahasiswa

Minimnya akses ke layanan kesehatan jiwa serta rendahnya kesadaran pentingnya mencari pertolongan pada ahli menjadi faktor penghambat upaya pencegahan bunuh diri.

Stigma yang menilai bahwa orang yang datang ke psikolog atau psikiater memiliki masalah kejiwaan berat juga mesti dihapuskan. Lantaran, stigma di masyarakat ini bisa membuat seseorang yang butuh bantuan enggan mengakses layanan kesehatan mental.

Kampus mestinya membuka serta memperluas akses layanan kesehatan jiwa dengan menyediakan konseling daring ramah bagi mahasiswa.

Layanan ini harus menyediakan konselor yang memiliki kompetensi baik untuk memberi solusi tepat, serta membuka layanan 24 jam.

Institusi kesehatan pun perlu mengintegrasikan layanan kesehatan mental ke dalam layanan kesehatan primer agar lebih mudah diakses mahasiswa.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*