JAKARTA, KalderaNews.com – Fenomena dinasti politik di DPR-RI periode 2024-2029 makin memperkecil peluang wakil rakyat dari kalangan biasa.
Demikian dikatakan Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor.
Fenomena ini dapat membatasi pilihan masyarakat, lantaran elite partai politik cenderung memajukan calon legislatif dari yang masih memiliki ikatan keluarga.
BACA JUGA:
- Apa Itu Politik Dinasti, Penyebab dan Dampak Seandainya Negara Lekat dengan Politik Dinasti
- Wow! Annisa Mahesa Jadi Anggota DPR Termuda, Punya Double Degree, Hartanya Capai Rp 5 Miliar Lebih!
- Riwayat Pendidikan Tia Rahmania, Caleg DPR yang Batal Dilantik, Viral di Sosmed Usai Kritik Wakil Ketua KPK
Hasil riset Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menemukan, ada 79 dari total 580 anggota DPR 2024-2029 terindikasi dinasti politik atau memiliki kekerabatan dengan pejabat lain.
DPR pun menjadi tempat berkumpul suami, istri, anak, dan sanak saudara elite politik.
Sumber data penelitian Formappi berasal dari informasi anggota DPR terpilih yang dikumpulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak pencalonan.
Dinasti politik, kemunduran demokrasi
“Tidak saja partisipasi itu dibatasi dalam konteks memilih siapa yang akan menjadi wakil rakyat atau elite di dalam pemerintahan di level nasional maupun lokal, tapi juga menjadi terbatas karena tidak memberikan peluang adanya alternatif dari orang yang biasa,” kata Firman.
Masyarakat dihadapkan dengan fenomena demokrasi semu, saat mereka memilih, tapi sebenarnya pilihan mereka sudah dikondisikan oleh para pelaku dinasti politik.
Firman khawatir, bila dinasti politik kian membesar, baik legislatif maupun eksekutif, hal yang terjadi adalah pertarungan yang tidak sehat.
Bakal ada dinasti politik versus dinasti politik yang lain, yang tentunya disokong oleh para oligarki yang telah mengenal dinasti masing-masing.
“Kalau kita sampai pada titik itu, maka situasi demokrasi kita akan semakin mengalami kemunduran,” katanya.
Tetapi, Firman menyebut, ada batas kompromi dalam dinasti politik yang terjadi, karena beberapa negara yang demokrasinya telah matang, seperti Amerika Serikat juga pernah dikuasai dinasti politik.
Dinasti politik yang terjadi bukan untuk meneruskan trah dan kekuasaan, namun memang murni perjuangan politik untuk demokrasi.
“Bahwa memang ada dinasti politik yang masih bisa diharapkan untuk membangun demokrasi. Karena di negara-negara maju demokrasinya pun itu juga tidak terlepas juga dari situasi dinasti,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply