PGRI Tolak Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Anak Usia Sekolah, Minta Pemerintah Hapus Aturan Itu

Para guru yang bergabung dalam PGRI. (Ist.)
Para guru yang bergabung dalam PGRI. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Kebijakan pemerintah terkait penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja mendapat penolakan dari PGRI.

PGRI tidak merasa keberatan dengan edukasi seks untuk anak usia sekolah dan remaja.

Namun penyediaan alat kontrasepsi ini ditolak dengan tegas dan harapkan pemerintah hapus aturan terkait dengan itu.

Pendidikan seks, menurut PGRI, sebaiknya disampaikan guru dengan pendekatan yang lebih bermoral di lingkungan sekolah.

BACA JUGA:

PGRI kritisi UU Kesehatan

PGRI mengkritik pemilihan kata dalam Pasal 103 Ayat 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Ayat tersebut mencakup layanan kesehatan reproduksi yang meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Sementara itu, Pasal 3 dari peraturan yang sama menyatakan bahwa komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar di sekolah, serta kegiatan lain di luar sekolah.

Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PGRI, Unifah Rosyidi, menegaskan bahwa para guru tidak menolak adanya layanan dan pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak-anak.

Namun, dia menganggap bahwa pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersebut dapat menimbulkan berbagai interpretasi, sehingga perlu adanya perbaikan pada PP Kesehatan.

Khawatirkan ada salah tafsir

Sebagai penjaga moral bangsa, PGRI merasa perlu untuk bersuara. Jika terdapat kemungkinan salah tafsir, diharapkan bisa diperbaiki bersama. Penyediaan alat kontrasepsi dirasa berlebihan dan sangat jauh dari kebutuhan.

“Ini bukannya kami tradisional dalam berpikir, tidak, kami sangat maju dalam berpikir, kita harus menjaga-jaga,” ujar Unifah dalam sebuah diskusi yang turut dihadiri oleh lembaga pendidikan lainnya.

PGRI juga menekankan pentingnya Kementerian Kesehatan untuk memperbaiki PP Kesehatan. Hasil diskusi itu menyatakan bahwa jika aturan turunan disusun berdasarkan PP yang keliru, hasilnya akan menjadi aturan yang tidak tepat.

Untuk remaja yang sudah menikah

Sementara itu, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak di Kementerian Kesehatan, Lovely Daisy, menjelaskan bahwa peraturan ini dirancang untuk memenuhi hak remaja yang telah menikah.

Tujuannya adalah untuk melakukan pencegahan kehamilan pada pasangan muda yang berusia di bawah 20 tahun atau memiliki masalah kesehatan tertentu.

Selain itu, penting untuk mengatur jarak kehamilan antar anak, yaitu minimal dua tahun, terutama untuk ibu yang berusia antara 20 hingga 35 tahun. Wanita yang telah berusia lebih dari 35 tahun diharapkan tidak hamil lagi demi menjaga kesehatan mereka.

Pernikahan dini masih tinggi

Lovely juga menyoroti bahwa pernikahan dini di Indonesia masih tinggi, dengan 34,5 persen perempuan menikah sebelum usia 18 tahun dan 7 persen perempuan berusia 15-19 tahun sudah menjadi ibu.

Kelompok ini sangat rentan terhadap masalah kesehatan, termasuk risiko kematian ibu, kematian bayi, dan stunting.

”PP No 28/2024 ini akan diperjelas dalam peraturan menteri kesehatan sebagai aturan turunannya. Jadi, yang tadi permasalahan, kan, yang ada di Pasal 103, supaya tidak menjadi salah persepsi di lapangan, sekarang Kementerian Kesehatan sedang menyusun peraturan menteri kesehatan (permenkes),” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*