Pungutan Dana Pendidikan di SMA dan SMK Negeri di Yogyakarta Bakal Dilegalkan, Setuju Gak?

Dana pendidikan, biaya sekolah, uang SPP, rencana dana pendidikan
biaya pendidikan (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Pansus DPRD DI Yogyakarta gelar dengar pendapat Raperda Pedoman Pendanaan Pendidikan. Pungutan dana pendidikan bakal dilegalkan, kamu setuju?

Sejumlah klausul dalam Raperda di jenjang SMA/SMK jadi sorotan, salah satunya terkait dana pendidikan berupa pungutan sekolah.

Klausul soal pungutan sekolah ini muncul dalam Pasal 17 juga Pasal 24.

BACA JUGA:

SMA/SMK negeri kekurangan dana operasional

Dalam Pasal 17 ayat 1 dan 2 misalnya, peserta didik/orang tua/ wali peserta didik turut bertanggungjawab menutupi kekurangan pendanaan satuan pendidikan.

Sementara, Pasal 24 lebih spesifik mengatur bahwa Satuan Pendidikan khususnya milik pemerintah daerah (sekolah negeri) dapat melakukan pungutan apabila pendanaan pendidikan yang diperoleh dari pemerintah daerah tidak cukup membiayai biaya operasional sesuai besaran minimal yang ditetapkan.

Firdaus, selaku tim penyusun naskah akademik Raperda yang ditunjuk Pemerintah DIY mengatakan, dari kajian yang dilakukan terungkap ada kekurangan biaya operasional yang cukup besar dialami SMA/SMK pemerintah DIY pada 2023.

“Kekurangan biaya operasional minimal itu berkisar Rp 259,7 miliar,” ungkapnya.

Kekurangan biaya tersebut berasal dari perhitungan jumlah siswa dikalikan total kebutuhan, baik di jenjang SMK Teknik/Non Teknik dan SMA IPA/IPS.

Sedangkan, kebutuhan siswa SMA/SMK di DIY per tahunnya ditaksir sekitar Rp 1,4- 1,8 juta per siswa atau sekira Rp 118 ribu – 153 ribu per bulan per siswa.

Tidak boleh mempengaruhi proses akademik siswa

Sementara, Muhammad Rifki, dari Ombudsman RI Kantor Perwakilan DIY menyoroti perihal klausul pungutan dalam draft Raperda Pedoman Pendanaan Pendidikan.

“Dalam Raperda ini belum muncul pasal yang mengatur bahwa pungutan itu tidak boleh mempengaruhi proses akademik siswa,” ujar Rifki.

Dia mengkhawatirkan, sebelum pungutan sekolah diatur resmi dalam Raperda tersebut, pihaknya masih menerima aduan di mana sekolah menahan ijazah siswa atau siswa dilarang ikut ujian bila tidak membayar pungutan yang dilakukan sekolah.

“Bagaimana ketika pungutan itu nanti diperbolehkan melalui Perda ini? Apakah kasus siswa yang ditahan ijazahnya atau dilarang ikut ujian akan semakin banyak?” protesnya.

Rifki juga menyoroti terkait mekanisme pungutan itu akan diberlakukan. Apakah dengan model mewajibkan yang mengarah paksaan kepada siswa atau model sukarela.

Ia mengusulkan, ketika pungutan ini dilegalkan, harus ditegaskan sifatnya partisipatif-sukarela.

Sehingga siswa yang berasal dari keluarga tak mampu tidak terbebani ketika Raperda ini diberlakukan dan pungutan dilegalkan.

“Kami setuju pendidikan membutuhkan biaya dan mempengaruhi kualitas, namun untuk pungutan ini agar bisa diterapkan tepat sasaran kepada mereka yang memiliki dana yang berlebih,” paparnya.

Istilah pungutan diganti dana partisipasi pendidikan

Widodo, Ketua Komite Sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta mengusulkan istilah pungutan dalam Raperda bisa diganti menjadi dana partisipasi pendidikan.

Ini seperti yang diusulkan Guru Besar Sosialogi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Farida Hamum di awal paparan forum itu.

Penggantian istilah itu agar tidak muncul persepsi negatif dari orangtua siswa.

“Kami juga berharap, ketika Perda ini disahkan ada sosialisasi dulu ke para wali murid, agar saat kebijakan ini diberlakukan pihak sekolah tidak dipersalahkan atau diadukan ke Ombudsman,” katanya.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnyadi Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*