Begini Cara Dosen Yale University Bikin Kuliah Bahasa Indonesia Menarik Minat Mahasiswa AS

Sosok Dinny Risri Aletheiani, dosen mata kuliah Bahasa Indonesia di Yale University. (via yaledailynews.com)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com — Sepuluh tahun lalu Dr. Dinny Risri Aletheiani memulai kariernya di Universitas Yale, AS. Ia mendapati kurikulum Bahasa Indonesia di kampus itu kurang memuaskan.

Sejak itu ia menjadi salah seorang yang bertanggung jawab mengembangkan kurikulum mata kuliah Bahasa Indonesia di program Indonesian Language Studies di Yale. Alumni Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga itu berkeinginan mahasiswa memiliki ruang yang lebih luas mempelajari Bahasa Indonesia selama menempuh kuliah empat tahun di kampus itu.

Lebih jauh tentang bagaimana upaya dia membuat mata kuliah Bahasa Indonesia semakin menarik minat mahasiswa, ia menjelaskannya kepada Yale News, media resmi Universitas Yale, yang menyajikan profil Dr. Dinny Aletheiani pada 26 April 2023 lalu.

Berikut ini kami sajikan terjemahan lengkap profil Dr. Dinny Aletheiani yang ditulis oleh kru Yale News, William Parayouw.

Ketika Dinny Risri Aletheiani pertama kali menginjakkan kaki di kampus Yale pada tahun 2013 dan melakukan tinjauan atas kurikulum Bahasa Indonesia, dia merasa tidak puas.

Aletheiani, yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari diaspora Indonesia di Amerika Serikat, sebelumnya telah membuat catatan tentang bagaimana mengembangkan kurikulum bahasa nasional negara terbesar keempat di dunia itu selama hari-hari awalnya di Arizona State University — di mana ia meraih gelar doktor  di bidang Studi Kurikulum 15 tahun yang lalu. Di sana, di sebuah wilayah dengan sekitar 1.000 orang Indonesia-Amerika, Aletheiani telah mengajar program S1 untuk Bahasa, Penelitian, dan Budaya Indonesia, merancang materi pengajaran untuk menjangkau mahasiswa yang secara geografis dan budaya terputus dari bahasa yang paling banyak digunakan di Asia Tenggara itu.

Jadi Aletheiani kecewa dengan kurikulum Bahasa Indonesia yang ada di Yale ketika dia tiba di sana 10 tahun yang lalu.

“Kami tidak memiliki kelas [Bahasa Indonesia]  yang jumlah mahasiswanya lebih dari 150,” kata Aletheiani.

Selama dekade berikutnya, Aletheiani telah mengambil peran penting dalam upaya  mengembangkan mata kuliah baru bagi mahasiswa Yale untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia, seperti mata kuliah  ‘Bahasa Indonesia Lanjutan: Topik Khusus’ dan Mata Kuliah ‘Proyek Penelitian dan Kreatif tentang Indonesia.’ Tujuannya adalah untuk menciptakan lebih banyak ruang bagi mahasiswa untuk terus belajar bahasa Indonesia selama empat tahun kuliah.

BACA JUGA:

Bagi Aletheiani, kepopuleran bahasa Indonesia di kampus bukanlah hal yang mengejutkan. Dia menilai dua alasan utama bahasa Indonesia telah berhasil menarik pengikut setia kuliah Bahasa Indonesia  di Yale – pertama, banyak SMA yang  sering menawarkan  pelajaran bahasa dalam rumpun  bahasa Eropa, dan siswa yang memilih untuk belajar bahasa Asia sering condong ke bahasa Asia timur seperti bahasa Mandarin. Tapi begitu mengikuti kuliah di tahun pertama di Yale, mereka seringkali siap untuk perubahan.

“[Bahasa Indonesia] sesuatu yang baru, sesuatu yang unik,” kata Aletheiani. “Jadi [mahasiswa] mencarinya di buku panduan (blue book) dan mereka menemukan Bahasa Indonesia.”

Kedua, bahasa Indonesia secara unik cukup lengkap bagi mereka yang bahasa Inggris merupakan bahasa ibu.

Tidak seperti bahasa Asia lainnya, bahasa Indonesia bukan bahasa tonal, dan bahasa Indonesia menggunakan 26 alfabet yang sama dengan bahasa Inggris. Baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia tidak menggunakan tanda aksen, dan kata-kata dalam bahasa tersebut seringkali fonetis.

Namun bahasa (Indonesia) itu sendiri memiliki “keanehan dan keunikannya sendiri,” kata Aletheiani kepada Yale News.

Aletheiani mengatakan bahwa dia melihat banyak mahasiswa Yale di kelasnya yang melanjutkan mengambil mata kuliah bahasa Indonesia melewati batas kuota minimum. Bagi banyak orang, ini berarti mengambil kelas lanjutan dan melaksanakan proyek khusus dalam bahasa Indonesia.

Menurut Aletheiani, rahasia untuk terus meningkatkan minat  mahasiswa terungkap dalam struktur kurikulum. Dalam silabus seminarnya sendiri, Aletheiani menggunakan teks dan tugas/latihan  yang secara unik mempromosikan pemahaman budaya serta konteks sosial ekonomi Indonesia. Karena sebagian besar yang belajar bahasa Indonesia di Yale bukan penduduk asli Indonesia, Aletheiani percaya bahwa penting untuk memprioritaskan perolehan pemahaman tentang adat istiadat dan sejarah negara daripada hanya aturan dan struktur tata bahasa yang sederhana.

Salah satu mahasiswa, Emma Seitz mengatakan kepada Yale News bahwa dia mengambil bahasa Indonesia setelah dia kecewa dengan pendidikan bahasa Spanyol yang dia terima di sekolah menengah dan atas.

“Itu sangat terfokus pada bahasa, seperti ‘Oh, hafalkan saja kata-kata ini, pelajari tata bahasa ini’ dan itu sama sekali bukan sesuatu yang membuat saya bersemangat,” kata Seitz. “Jadi saya datang ke sini dan saya ingin mengambil sesuatu yang sama sekali berbeda.”

Seitz mengambil kuliah bahasa Indonesia pertamanya di tahun pertamanya, di mana fokusnya bukan pada tata bahasa, melainkan pada sosiologi, antropologi, dan budaya — yang semuanya menarik perhatiannya.

Saat Seitz mulai mengikuti kuliah khusus di bawah Aletheiani, dia tidak hanya menjadi lebih tertarik pada Indonesia, tetapi juga merasa bahwa Aletheiani “sangat tertarik pada kesuksesan [Seitz]” sebagai mahasiswa. Ketika Seitz menerima dana penelitian untuk mengunjungi Indonesia musim panas lalu, Aletheiani tidak hanya mengatur perjalanan Seitz, tetapi juga “berusaha keras” untuk bertemu Seitz begitu dia berada di sana (Indonesia).

Mark Capell, yang berada di tim bisbol Yale, mengatakan kepada News bahwa Aletheiani “selalu datang ke kelas dengan senyuman”. Dia menambahkan bahwa Aletheiani menginvestasikan dirinya dalam kesuksesannya, baik di dalam maupun di luar kelas.

Suatu kali, ketika Capell dan rekan satu timnya sedang makan di (restoran kampus)  Commons, Aletheiani melewati meja mereka dan mengenali Capell. Dia duduk bersama tim dan melakukan “percakapan hebat” dengan mereka semua.

“Dia memang seperti itu,” kata Capell. “Suka mengenal orang dan sangat ramah dengan semua orang yang dia temui.”

Aletheiani mengatakan kepada Yale News bahwa dia senang mencermati “transformasi pribadi” mahasiswanya saat mereka mempelajari bahasa baru, baik melalui kelas atau beasiswa perjalanan. Dengan memfokuskan bahasa melalui hubungan antara orang-orang yang terlibat dalam studinya, Aletheiani mampu mencapai tujuannya.

“Bahasa jauh lebih menyenangkan, bermakna, dan personal,” kata Aletheiani. “Orang-orang bisa berhubungan dengan itu.”

Aletheiani menerima gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia.

Sebagai catatan, Studi Bahasa Indonesia (Indonesian Language Studies) di Yale University merupakan bagian dari Dewan Studi Asia Tenggara (Council of Southeast Asia Studies). Menurut penjelasan laman resmi mereka, Indonesian Language Studies  memberikan pengajaran dalam bahasa Indonesia dari tingkat pemula hingga mahir untuk mahasiswa sarjana dan pascasarjana.

Dewan Studi Asia Tenggara juga mensponsori Yale Indonesian Forum (YIF), sebuah kelompok interdisipliner mahasiswa dan fakultas dengan minat yang sama tentang Indonesia dan urusan Indonesia. YIF menyelenggarakan diskusi, lokakarya, dan konferensi sepanjang tahun, dan terbuka untuk semua anggota komunitas Yale.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*