Misteri di Balik Batu Penggilingan Abad Ke-18 di Balai Budaya Condet dan Museum Sejarah Jakarta

Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan abad ke-18 yang ditemukan di trotoar Jalan TB. Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur kini disimpan di Balai Budaya Condet
Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan abad ke-18 yang ditemukan di trotoar Jalan TB. Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur kini disimpan di Balai Budaya Condet (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan abad ke-18 ditemukan di trotoar Jalan TB. Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Kini batu penggilingan itu ada Balai Budaya Condet.

Selain ditemukan di Jalan TB. Simatupang, ODCB batu penggilingan juga ditemukan di Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, dan Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Di wilayah Kelurahan Penggilingan, terang Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, terdapat lima ODCB batu penggilingan yang diperkirakan berusia ratusan tahun. Selanjutnya, batu penggilingan akan dikonservasi melalui pembersihan dan dilakukan beberapa perbaikan bagian objek yang mengalami kerusakan.

BACA JUGA:

Batu penggilingan merupakan alat pengolah tebu yang diperkirakan digunakan pada abad ke-17-18 Masehi. Dalam tulisan Haan (1935: 323-324), terdapat istilah suikermolen yang berarti pabrik pembuatan gula.

Pada abad ke-18, istilah pabrik pembuatan gula ini merujuk pada pabrik gula dengan peralatan tradisional sederhana yang menggunakan batu untuk menggiling tebu.

Pada masa itu, gula menjadi salah satu komoditas penting untuk perdagangan di dunia. Batavia adalah salah satu daerah penghasil gula, di mana hasilnya diekspor ke Cina dan Jepang. Produksi gula di Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina yang bermukim di wilayah Pecinan. Menyadari produksi gula memberikan keuntungan, VOC akhirnya membuat ketetapan bahwa gula di Batavia wajib dijual kepada VOC, tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain. Bahkan, VOC yang menentukan harga gula.

Tahun 1710 adalah puncak kejayaan produksi gula di Batavia, di mana terdapat 130 pabrik pembuat gula yang dimiliki oleh orang Cina, dengan sebagian besar berada di sekitar Sungai Ciliwung. Namun, setelahnya, produksi gula mengalami penurunan yang ditandai dengan berkurangnya pabrik gula. Pada tahun 1738, terdapat 80 pabrik gula. Kemudian, di tahun 1750, terdapat 66 pabrik gula. Lalu, pada tahun 1786, hanya terdapat 44 pabrik gula.

Batu penggilingan biasa disebut warga setempat sebagai batu kiser. Setelah menurunnya produksi tebu di Batavia dan keluarnya orang-orang Cina dari Batavia pada tahun 1740, mereka mulai mendirikan bentengan-bentengan dengan pagar tinggi yang selanjutnya disebut Cina Benteng. Salah satunya, mulai membuat pabrik penggilangan tebu untuk dijadikan gula pasir di wilayah Cakung.

Asal usul nama Kampung Penggilingan juga berasal dari batu penggilingan tersebut. Dahulunya, nama kampung ini adalah Kampung Cakung yang terkenal dengan sebutan Kampung Gula.

Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melakukan evakuasi penyelamatan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan abad ke-18 bersama Pusat Konservasi Cagar Budaya dan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur.

Selain diletakkan di Balai Budaya Condet, saat ini salah satu batu penggilingan lainnya juga berada di Museum Sejarah Jakarta.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*