Pakar Linguistik: Selama Belajar Daring Kemampuan Siswa Menurun

Ilustrasi orang tua mengajarkan pentingnya pendidikan pada anak (KalderaNews/Ist)
Orangtua dan anak di rumah (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Pandemi Covid-19 selama satu tahun terakhir membuat proses pendidikan terpaksa dilakukan secara daring. Namun, hingga kini masih banyak siswa tidak dapat mengakses belajar virtual karena terkendala akses seperti ponsel jaringan internet.

Tidak semua daerah memiliki jaringan internet yang memadai. Jika siswa tersebut tinggal di daerah perkotaan maka saat ia belajar daring tidak banyak menghadapi kendala. Lain cerita bagi siswa di pelosok atau daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Mereka lebih sulit mengakses pembelajaran daring sehingga seringkali ada materi yang tertinggal atau terlewatkan. Hal itu berdampak pada penurunan kualitas kemampuan linguistik anak karena guru tidak dapat menyampaikan materi ajar secara kontekstual.

BACA JUGA:

Guru Perlu Berinovasi

Dengan demikian, guru perlu melakukan improvisasi dan inovasi dalam memberikan materi belajar, yakni membangun interaksi dengan siswa meski dilakukan secara daring. Bukan sekadar memberikan tugas kepada siswa lewat grup media sosial.

Hal itu patut dilakukan untuk terus mengasah kemampuan berbahasa anak selama pandemi. Apalagi, setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda.

“Kalau melihat dari sisi pendidikan dan pengajaran, banyak terjadi distorsi materi ajar karena hanya dipahami secara tekstual yang seharusnya guru dapat membangun secara kontekstual,” kata Pakar Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), Sailal Arimi, dilansir dari laman resmi UGM pada Minggu, 28 Februari 2021.

Menurut dia, dalam kondisi normal seorang guru bisa mengajarkan materi secara kontekstual. Namun, lantaran pembelajaran dilakukan secara daring menyebabkan penyerapan materi ajar lebih bersifat tekstual, sehingga besar kemungkinan terjadi penurunan kemampuan linguistik.

Menyiasati kondisi ini, Sailal mengusulkan agar guru banyak melakukan inovasi dan modifikasi agar interaksi dengan siswa tetap terjaga. Sebab, proses belajar mengajar tidak hanya transfer pengetahuan, namun juga mampu memperbaiki perilaku dan karakter siswa.

“Jika selama ini hanya mengirimkan perintah mengerjakan tugas sehingga kehilangan konteks. Yang ada hanya teks. Memang murid membaca buku tematik, namun guru tidak hadir di situ,” ungkapnya.

Menjaga Interaksi Secara Virtual

Dalam kondisi pandemi seperti ini salah satu yang dapat dilakukan adalah terus membangun interaksi secara virtual.

Ia menilai jika siswa SMP dan SMA bisa melakukan kegiatan belajar daring lewat aplikasi pertemuan virtual. Namun, berbeda dengan siswa SD. Untuk itu perlu membentuk grup di aplikasi pesan dalam batas waktu tertentu.

“Di aplikasi pesan itu bisa menerapkan umpan balik antara siswa dan guru. Bila ada feedback dan diskusi diberi penilaian dengan waktu setengah atau satu jam. Waktu belajar bisa gantian guru-gurunya,” jelasnya.

Sailal memaklumi jika selama belajar secara daring pendampingan dari guru digantikan oleh orangtua. Otomatis, tidak sedikit para orangtua kewalahan dan bahkan mengeluh dikarenakan harus belajar kembali untuk memahami dan menguasai materi pelajaran anak.

“Akibatnya guru sebagai role model untuk belajar budi pekerti bahasa yang baik akibat pandemi ini menjadi jauh berkurang,” ungkapnya.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*