JAKARTA, KalderaNews.com – Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memaparkan program prioritas kebudayaan 2021.
Program-program prioritas ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Apa saja program-program prioritas tersebut?
1). Jalur Rempah
Jalur rempah menjadi salah satu program prioritas tahun 2021 dengan fokus programnya pada rekontruksi jalur rempah untuk mendukung penetapannya sebagai warisan dunia (World Heritage).
BACA JUGA:
- Jalan Panjang Jalur Rempah Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO, Masih Butuh Internalisasi Narasi yang Kuat
- Kemah Budaya Kaum Muda 2020, Pijakan Memajukan Budaya
- Dekan FTIS Unpar: Brand Building Perlu Waktu, Kesabaran dan Konsistensi
Saat ini Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud sedang menuntaskan untuk membuat peta jalur rempah. Titik lokasi yang sudah ditetapkan di 2020, rencananya tahun ini ingin dijelajahi untuk dilihat potensi kerja sama dan kolaborasinya dalam rangka mengangkat narasi jalur rempah itu sendiri, sehingga diharapkan secara optimistis dapat didaftarkan ke Komite Warisan Dunia UNESCO 2024 mendatang.
2). Desa Pemajuan Kebudayaan
Program ini dimaksudkan untuk mengaktifkan ekosistem pemajuan kebudayaan masyarakat di desa dengan mengenali dan menarasikan potensi budaya desa berbasis budaya.
Program ini juga bertujuan untuk menggali potensi ekosistem budaya yang dimiliki desa dari sudut pandang masyarakat atau komunitas desa itu sendiri sebagai pemilik kebudayaannya sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat desa itu sendiri.
“Rencananya kita akan turun ke sekitar 350-an desa dengan tahapan kerja mengenali potensi, mengembangkan dan memikirkan pemanfaatannya. Kita telah melakukan kerja sama dengan berbagai kementerian lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Sementara untuk lingkup internal Kemendikbud, kita bekerja sama dengan Dirjen Pendidikan Tinggi untuk memadukan program ini dengan Kampus Merdeka,” terangnya.
3). Repatriasi Benda Cagar Budaya
Repatriasi (pengembalian kembali) sejumlah benda cagar budaya milik Indonesia yang selama ini berada di luar negeri. Menurut Hilmar, saat ini sedang dibicarakan atau repatriasi benda cagar budaya dalam koleksi museum di Belanda dalam jumlah yang besar.
“Pembicaraan sudah jauh, dikarenakan terdapat adanya komite dan penasehat di Kemendikbud di Belanda dan sedang dalam proses untuk meneliti koleksi museum di Belanda yang akan dikembalikan ke Indonesia,” ungkapnya.
4). Media Kebudayaan
Dalam rangka membangun narasi tentang Indonesia, Ditjen Kebudayaan menilai penting pengembangan media kebudayaan. Oleh karenanya hal ini menjadi program prioritas berikutnya. Dikatakan Hilmar Farid, media kebudayaan merupakan inisiatif yang penting, yakni dengan membuat Siaran Kebudayaan atau Saluran Kebudayaan.
“Tentunya ini dipicu dari masa pandemi yang membuat kegiatan kita beralih ke media digital. Jadi akan ada TV Budaya, akan terdapat kanal khusus yang nanti dapat diakses oleh publik,” tuturnya. Direncanakan pada tahun 2021, Ditjen Kebudayaan akan melakukan konsolisasi dengan seluruh sumber daya yang ada di bawah nauangan direktoratnya guna menguatkan ‘kehadiran’ budaya di media.
5). Advokasi Masyarakat Adat
Tujuan program ini:
- Terciptanya partisipasi masyarakat dalam pemenuhan hak Penghayat dan Masyarakat Adat
- Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pemenuhan hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya Penghayat dan Masyarakat Adat
- Terciptanya skema layanan advokasi berorientasi pada pemberdayaan Penghayat dan Masyarakat Adat
- Terciptanya sinergi lintas Kementerian dan Lembaga dalam pemenuhan hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya Penghayat dan Masyarakat Adat
- Terpenuhinya hak sipil dan hak ekonomi, sosial dan budaya Penghayat dan Masyarakat Adat.
Adapun manfaat advokasi masyarakat adat yaitu sinergi lintas kementerian/lembaga, penanganan kasus holistik, perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada komunitas masyarakat adat, serta pemberdayaan. Dirjen Hilmar memaparkan, advokasi masyarakat adat ini juga akan beririsan dengan program pemajuan kebudayaan di desa. “Karena masyarakat adat ini umumnya ada di desa dan para pengemban pengetahuan lokal umumnya juga adalah masyarakat adat,” katanya.
Advokasi masyarakat adat akan menangani sejumlah kasus, contohnya jika terdapat ritual-ritual masyarakat adat yang tumpang tindih dengan tanah perusahaan sehingga menimbulkan konflik. Tujuannya tidak lain untuk menjembatani kedua belah pihak yang berselisih. Selain itu, program ini diharapkan dapat ikut serta mengangkat peran masyarakat adat dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan seni dan budaya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply