Sahitya: Belajar Menghidupi Kearifan Lokal dalam Live In SMAK 2 BPK Penabur Bandung

Jejak Pangan: Belajar langsung dari petani bagaimana proses makanan bisa terhidang di meja makan
Jejak Pangan: Belajar langsung dari petani bagaimana proses makanan bisa terhidang di meja makan (KalderaNews/Triatmoko Kusdiarto)
Sharing for Empowerment

“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” (Soe Hok Gie)

MAGELANG, KalderaNews.com – Dalam “Catatan Seorang Demonstran” Soe Hok Gie merefleksikan kaum muda yang berpendidikan untuk selalu terhubung dengan rakyat, khususnya mereka yang hidup dalam kesederhanaan dan kerja keras.

SMAK 2 BPK Penabur Bandung merespon gagasan ideal ini dengan mengadakan kegiatan live in di Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada 4-10 Oktober 2024.

BACA JUGA:

Live in mengambil tema Sahitya yang mengajak para siswa kelas XI untuk memiliki semangat solidaritas dan nilai gotong royong. Secara khusus kegiatan live in ini merupakan  implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan topik Kearifan Lokal.

Tahap Pemahaman dan Kontekstual

Sebelum pelaksanaan live in, setiap siswa diberikan pemahaman tentang kearifan lokal yang ada di Desa Ngargomulyo. Selanjutnya mereka harus mampu menerapkan pemahaman kearifan lokal secara kontekstual sesuai kondisi di tempat live in.

Pemahaman dan kontekstualisasi kearifan lokal ini penting karena para siswa wajib membuat projek kelompok yang akan diaktualisasikan dalam aksi nyata di Desa Ngargomulyo.

Kelompok Selena kelas XI B misalnya, mereka merancang projek pembuatan wayang dan story telling untuk anak-anak.

Aksi nyata projek Kelompok Selena melalui story telling cerita lokal dan pembuatan maninan wayang
Aksi nyata projek Kelompok Selena melalui story telling cerita lokal dan pembuatan maninan wayang (KalderaNews/ Triatmoko Kusdiarto)

“Kami menyusun projek story telling dan pembuatan wayang untuk anak-anak karena menurut kami budaya mendongeng cerita lokal saat ini sudah tergantikan dengan gadget. Harapan kami anak-anak di tempat kami tinggal bisa mempertahankan kearifan lokal yang ada dalam tradisi mendongeng orang tua kepada anaknya dan pembuatan mainan wayang,” kata Selena.

Terjun Langsung di Tengah Masyarakat 

Saat rombongan live in yang terdiri dari 172 siswa dan 18 guru pendamping tiba di lokasi, Felix, kepala sekolah SMAK 2 BPK Penabur Bandung berpesan agar anak-anak belajar menghidupi kearifan lokal penduduk Desa Ngargomulyo. “Nikmati dan jalani kehidupan bersama keluarga dimana kalian tinggal,” pesan Felix.

Salah satu bentuk pembelajaran kearifan lokal yang dilakukan anak-anak live in adalah program jejak pangan. Jamaknya anak-anak yang tumbuh dan besar di kota besar, kebanyakan mereka tidak mengetahui proses makanan bisa terhidang di meja makan.

Melalui jejak pangan anak-anak diajak pergi ke sawah dan kebun untuk belajar langsung dari petani bagaimana proses penyiapan lahan, pembibitan benih, perawatan tanaman dan pemanenan hasil tanaman dilakukan. Sebagaimana gagasan Soe Hok Gie, anak-anak berinteraksi langsung dengan petani, belajar banyak hal dan melebur dengan penduduk lokal Desa Ngargomulyo.

Tak hanya mengamati kegiatan para petani, anak-anak live in juga melakukan praktik nyata memanen hasil sawah dan kebun untuk dibawa pulang ke rumah tempat mereka tinggal dan memasak hasil panen tersebut menjadi hidangan siap santap.

Menurut Nikkita, siswa kelas XI B, kegiatan jejak pangan ini membuatnya bisa menghargai makanan.

“Ternyata makanan yang setiap hari saya santap prosesnya sangat panjang. Saya jadi paham kehidupan petani tidak mudah. Melalui kegiatan  ini, saya jadi lebih peduli pada kehidupan para petani yang kurang diperhatikan banyak pihak,” ujar Nikkita.

Kearifan Lokal Desa Ngargomulyo

Peserta live in yang disebar ke rumah penduduk di sebelas dusun Desa Ngargomulyo selama beberapa hari (4-10 Oktober 2024)  bisa mengamati dan terlibat secara langsung dengan kearifan lokal yang ada di sana.

Pada malam terakhir live in para peserta diminta mementaskan kearifan lokal setiap dusun yang terwujud dalam seni tradisi. Di Desa Ngargomulyo setiap dusun memiliki seni tradisi yang masih setia diwariskan kepada generasi muda.

Dusun Ngandong, misalnya, memiliki seni tradisi Cakar Lele. Seni tradisi Cakar Lele adalah bentuk seni pertunjukan rakyat yang menggabungkan unsur seni tari dan bela diri. Tradisi ini cukup unik karena mencerminkan kehidupan masyarakat desa yang dekat dengan alam dan tradisi agraris.

Penampilan Kesenian Tari Cakar Lele oleh Siswa Kelas XI D
Penampilan Kesenian Tari Cakar Lele oleh Siswa Kelas XI D (KalderaNews/Triatmoko Kusdiarto)

Tarian ini memiliki makna simbolis sebagai bentuk perlawanan terhadap tantangan dan kesulitan hidup. Dalam konteks masyarakat Desa Ngargomulyo, ikan lele dianggap sebagai simbol ketahanan dan kemampuan bertahan hidup di lingkungan yang keras.

Novianto, pemuda dusun Ngandong, sangat respek dengan live in para siswa kelas XI SMAK 2 BPK Penabur Bandung. Peserta live in tidak hanya menjalani kehidupan yang berbeda dengan cara hidup di kota besar, tapi mereka juga mau terlibat mementaskan seni tradisi sebagai bentuk kearifan lokal.

“Zaman modern sekarang ini seni tradisi nyaris hilang karena generasi muda lebih akrab dengan budaya populer seperti K-Pop. Melalui live in ini saya berharap para siswa menyadari nilai-nilai kearifan lokal bisa bertahan melalui peran serta dan kepedulian mereka,” ujar Novianto. (Triatmoko Kusdiarto, Guru SMAK 2 BPK Penabur Bandung)

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*