![Gempa bumi. (Ist.) Gempa bumi. (Ist.)](/wp-content/uploads/2022/11/Gempa-bumi.-Ist.-578x381.jpg)
JAKARTA, KalderaNews.com – BMKG menyebutkan bahwa gempa megathrust di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu terjadinya.
Demikian dikatakan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyinggung seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Seismic gap merupakan wilayah batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun.
BACA JUGA:
- Yuk Amati! Inilah Sederet Fenomena Astronomi Sepanjang Agustus 2024
- Fenomena Udara Menggigil, Ternyata Begini Penjelasan BMKG!
- Waspada! BMKG Temukan 15 Sesar Aktif di Jawa Tengah, Bisa Picu Aktivitas Gempa Bumi
BMKG memprediksi, Megathrust Selat Sunda dapat memicu gempa bumi dahsyat berkekuatan maksimal M 8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut M 8,9.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’, lantaran kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” ujar Daryono.
Mengenal Megathrust di Sumatera
Hal ini diamini Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai BRIN, Widjo Kongko.
Ia mengatakan, Megathrust Selat Sunda memang berpotensi menyebabkan gempa besar berkekuatan M 8,7.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan kekuatan gempa di wilayah tersebut mencapai M 9, bahkan lebih dari itu.
Ini bisa terjadi bila gempa akibat Megathrust Selat Sunda bersamaan dengan segmentasi yang berada di atasnya, yakni Megathrust Enggano di Bengkulu dan sebelah timurnya, yaitu Megathrust Jawa Barat-Tengah.
“Energi yang dihasilkan dari potensi gempa itu mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh pada 2004,” jelas Widjo.
Ada kemungkinan, imbuhnya, gempa Megathrust Selat Sunda bisa memicu tsunami yang lebih tinggi.
Megathrust di wilayah Sumatera itu pernah menyebabkan gempa M 8,5 di Nias pada 1994, M 7,9 di Lampung-Bengkulu pada 2000, M 9,3 di Aceh pada 2004, dan M 8,7 di Bengkulu.
Sementara, Daryono memaparkan, gempa paling besar yang yang dipicu Megathrust Mentawai-Siberut terjadi pada 10 Februari 1797.
Kala itu, kekuatan gempa mencapai M 8,5 serta menimbulkan tsunami besar dan lebih dari 300 orang meninggal.
“Artinya, sudah lebih dari 300 tahun, zona tersebut tidak terjadi gempa besar. Maka, wajar jika para ahli menjadikan zona ini sebagai the big one yang menjadi perhatian,” ujar Daryono.
Langkah menekan risiko
Nah, terkait potensi gempa besar dan tsunami akibat megathrust tersebut, BMKG telah menyiapkan system monitoring, processing, serta diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
Upaya lain dengan memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, serta industri pantai.
Kegiatan itu dikemas di kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), serta Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami atau Tsunami Ready Community.
Melalui kegiatan tersebut diharapan warga makin siap menghadapi segala bencana, serta bisa menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply