Ramai-ramai Pejabat Jadi Guru Besar, Ada yang Janggal?

Wisuda mahasiswa
Wisuda mahasiswa (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Sejumlah nama pejabat publik ramai-ramai mendapatkan gelar guru besar atau profesor. Ada kejanggalan di prosesnya?

Ada politikus Bambang Soesatyo atau Bamsoet dan Sufmi Dasco Ahmad. Ada pula Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, Reda Manthovani.

Diduga proses meraih gelar guru besar tersebut melalui proses yang tidak biasa alias janggal.

BACA JUGA:

Bambang Soesatyo

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet juga sedang memroses menjadi calon guru besar di Universitas Borobudur.

Tapi, Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Gunadi mengatakan, syarat menjadi guru besar harus menjalankan pendidikan atau pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Tiga indikator tersebut bakal digabungkan menjadi angka kredit kumulatif atau nilai KUM.

Nah, dalam hal ini, Gunadi meragukan Bambang mencapai KUM sebesar 1.100. Sebab, Bambang sibuk di dunia politik. Jika pun Bambang banyak menerbitkan artikel ilmiah, belum tentu mencapai angka itu. Sebab, masing-masing indikator memiliki porsi yang harus dipenuhi.

Sementara, Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur, Faisal Santiago mengatakan bahwa angka kredit (KUM) Bamsoet telah melebihi syarat mengajukan gelar guru besar.

Nilai KUM Bamsoet hampir mencapai 1.100. Sedangkan, guru besar atau profesor harus memenuhi nilai KUM minimal 850 atau 1.050 poin.

Faisal mengatakan, Universitas Borobudur bakal mengusulkan Bamsoet menjadi guru besar. Pengusulan itu dilakukan dengan mekanisme loncat jabatan, karena jabatan akademik Bamsoet sebagai dosen masih di jenjang lektor.

Bamsoet pun mengeklaim pengajuan gelar guru besarnya sudah sesuai peraturan.

Baru-baru ini, Bamsoet juga mengomentari soal gelar akademiknya. Dia lebih dahulu mendapat gelar S2 ketimbang S1.

“Sangat aneh bila saat ini masih ada terus mempermasalahkan gelar S2 saya. Pernyataan yang disampaikan sangat tendensius dan menyerang serta merusak reputasi saya, baik sebagai dosen ataupun Ketua MPR,” kata Bamsoet.

“Mereka tidak memahami dengan pasti aturan yang berlaku saat itu sebelum berlakunya UU Dikti Nomor 12 tahun 2012.”

Dan memang benar, di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti), Bamsoet lebih dahulu menyelesaikan S2 sebelum lulus S1.

Ia lulus S2 di Institut Management Newport Indonesia (IMNI) atau Sekolah Tinggi Manajemen IMNI pada tahun 1991.

Sementara, ia baru menyelesaikan S1 pada 1992 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta.

Sufmi Dasco Ahmad

Politisi Sufmi Dasco Ahmad juga telah ditetapkan sebagau guru besar ilmu hukum Universitas Pakuan pada 1 Desember 2022.

Tetapi ditemukan dugaan kejanggalan gelar akademiknya. Dokumen permohonan gelar guru besar di Kemendikbud tercatat, Ketua Harian Partai Gerindra itu menjadi dosen sejak September 2010.

Namun, dokumen tersebut berbeda dengan keterangan di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi yang diakses pada pekan pertama Juni 2024.

Meski demikian, Dasco menyatakan gelar profesor yang ia terima ditempuh melalui mekanisme yang sesuai. “Saya melakukan pengajaran, penelitian, dan pengabdian,” ujarnya.

Reda Manthovani

Nama Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Reda Manthovani masuk dalam daftar pejabat publik yang diduga mendapatkan gelar profesor dengan proses janggal.

Ia diduga memanfaatkan jurnal predator untuk memenuhi syarat permohonan guru besar.

Dia mengajukan loncat jabatan lektor ke guru besar dengan menggunakan International Journal of Cyber Criminology (IJCC) dan International Journal of Criminal Justice Science (IJCJS) untuk menerbitkan empat artikel ilmiahnya.

Tapi, dua jurnal itu bermasalah lantaran sudah discontinued atau tak lagi terbit. Terdapat juga dugaan diterbitkan perusahaan paper mill yang memproduksi jurnal bodong.

Namun, Reda mengeklaim bahwa artikelnya di IJCC dan IJCJS terbit sesuai prosedur. Katanya, banyak calon guru besar dan dosen menerbitkan artikel di dua jurnal itu.

Muhammad Afif Hasbullah

Sementara, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha periode 2018-2023, Muhammad Afif Hasbullah pun diragukan proses mendapat gelar guru besar.

Tapi ia telah dikukuhkan menjadi profesor ilmu hukum Universitas Islam Darul Ulum, Lamongan, Jawa Timur, tahun lalu.

Dia diduga tidak memenuhi syarat sebagai guru besar, karena artikelnya sebagai syarat khusus tidak sesuai dengan bidang keilmuannya.

Artikel Afif berjudul Legal Policies for Handling the Covid-19 Pandemic in the Perspective Emergency Law and Human Rights terbit di jurnal yang didedikasikan untuk artikel ilmiah bahasa dan sastra Italia.

Meski demikian, ia tetap dinilai memenuhi persyaratan sebagai guru besar, walaupun semua artikel ilmiahnya diberi label merah.

Afif sendiri telah mengklarifikasi bahwa jurnal tersebut masuk Scopus, sehingga ia aplikasi di sana.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*