Protes Pencabutan Permendikbudristek tentang UKT Menguat, Begini Jawaban Kemendikbudristek

Aksi unjuk rasa mahasiswa. (Ist.)
Aksi unjuk rasa mahasiswa. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Kemendikbudristek mengatakan, Permendikbudristek Nomor 2/2024 dibuat dengan memperhatikan kajian banyak pihak.

Demikian dikatakan Dirjen Diktiristek, Prof. Abdul Haris menanggapi sejumlah pihak yang mendesak Permendikbud tentang uang kuliah tunggal (UKT) itu dicabut.

“Permendikbudristek tersebut disusun secara saksama dengan semangat keberpihakan yang nyata kepada masyarakat, khususnya mahasiswa,” katanya.

BACA JUGA:

Sudah memuat asas keberadilan dan inklusivitas

Kata Prof. Haris, bila diperhatikan lebih mendalam, Permendikbud itu jelas memuat asas keberadilan dan inklusivitas bagi seluruh kalangan masyarakat.

Misal pada Pasal 6, pemerintah memberikan koridor kepada PTN dan PTN-BH untuk menetapkan tarif UKT kelompok 1 sebesar Rp 500.000 per semester dan kelompok 2 sebesar Rp 1 juta per semester.

“UKT 1 tersebut sama dengan Rp 84.000 per bulan dan UKT 2 sama dengan Rp167.000 per bulan,” paparnya.

Di samping itu, lanjut Prof. Haris, Pasal 12 Permendikbudristek tersebut menyatakan bahwa persentase jumlah mahasiswa yang dikenakan tarif UKT kelompok 1 dan kelompok 2 serta mahasiswa penerima beasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi dibatasi minimal 20 persen dari seluruh mahasiswa baru program diploma dan program sarjana.

Menurut data dari PTN, termasuk PTN-BH tahun 2024, proporsi mahasiswa baru yang mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah yakni kelompok 1-2 dan penerima KIP Kuliah telah mencapai 29,2 persen.

“Di beberapa PTN bahkan di atas 30 persen,” ujarnya.

Pada Pasal 13, Permendikbud ini juga turut mengatur agar PTN termasuk PTN-BH memberikan pengurangan pembayaran UKT sampai maksimal 50 persen bagi mahasiswa tingkat akhir pada program sarjana dan program diploma yang memenuhi persyaratan.

“Pengaturan ini adalah terobosan yang memungkinkan mahasiswa tingkat akhir membayar UKT secara proporsional terhadap sisa beban SKS,” jelas Prof. Haris.

Suara protes mahasiswa

Seperti diketahui, di berbagai daerah, mahasiswa berunjuk rasa menentang kenaikan besaran UKT. Mereka menilai, kenaikan UKT sebagai bentuk ketidakberpihakkan pendidikan tinggi.

Suara yang lain mengatakan bahwa melonjaknya besaran UKT merupakan bentuk komersialisasi pendidikan tinggi.

Bahkan, suara-suara protes mahasiswa itu pun sampai di gedung DPR RI di kawasan Senayan, Jakarta. Mereka mengadu kepada para anggota dewan.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnyadi Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*