Monash University: Pemerintah Indonesia Harus Evaluasi Penanganan Kebakaran Hutan

Ilustrasi: Pemadam kebakaran. (Ist.)
Ilustrasi: Pemadam kebakaran. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Periset Department of Human-Centred Computing, Monash University, Juliana Sutanto mengatakan kekhawatiran utama terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kekhawatiran itu adalah hilangnya habitat, dampak ekonomi dan keuangan, serta risiko kesehatan.

“Pemerintah perlu melakukan evaluasi langsung secara berkala terhadap tiga kekhawatiran utama terkait dampak karhutla,” tegas Juliana.

BACA JUGA:

Maka, pemerintah Indonesia diharapkan lebih sigap dan proaktif dalam menyiapkan manajemen penanganan polusi udara akibat kebakaran hutan.

Terlebih, saat ini berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terdapat ribuan hektare area kebakaran hutan di seluruh Indonesia.

Per 12 Oktober 2023, terdapat 6.659 titik panas dan 80 persen di antaranya berpeluang menjadi titik api.

Kondisi itu disebut cukup berisiko meluas pada titik-titik panas di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh fenomena EL Nino.

Dampak kebakaran hutan dan lahan

Sementara, penelitian Yuming Guo dari School of Public Health and Preventive Medicine, Monash University menemukan korelasi antara populasi dan risiko terdampak karhutla.

Penelitian bertajuk “Global population exposure to landscape fire air pollution from 2000 to 2019” menyebutkan, dalam kurun waktu 2010 hingga 2019, Indonesia berada di tengah-tengah daftar lima besar negara dengan jumlah potensi terbesar masyarakat yang terpapar karhutla.

“Potensinya sebesar 154,7 juta orang. Paparan tersebut umumnya berupa polusi udara dalam jangka pendek yang berdampak buruk bagi kesehatan, termasuk di antaranya memicu peningkatan eksaserbasi penyakit kardiorespirasi, atau anomali distribusi oksigen pada jaringan otot, serta risiko kematian akibat gangguan saluran pernapasan,” papar Yuming Guo.

Tren paparan populasi terhadap polusi udara yang bersumber dari karhutla (SFPA) cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama di Asia Tenggara, wilayah Afrika Tengah, serta Brasil.

Maka, keprihatinan ini mendesak hadirnya upaya multisektoral untuk mengurangi potensi karhutla demi meminimalisir dampak kesehatan yang merugikan dari polusi udara.

“Adapun lanskap karhutla dapat segera dikurangi sebagian melalui manajemen kebakaran berbasis bukti yang efektif, yang dibarengi oleh tinjauan ulang terhadap perencanaan desain tata kelola alam dan urban agar lebih tepat sasaran,” kata Yuming Guo.

Karhutla menjadi salah satu topik penelitian berkelanjutan oleh akademisi Monash University di seluruh dunia, tidak terkecuali pada Monash University, Indonesia.

Berbagai penelitian terkait juga bertujuan mengukur dan mengembangkan skala valid pada manajemen kekhawatiran terkait karhutla, termasuk pada kasus-kasus kebakaran lahan yang masih kerap terjadi di Sumatra dan Kalimantan.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*