Kunci Membumikan Keislaman dan Keindonesiaan Adalah Keteladanan

Sharing for Empowerment

“Kemajemukan itu membutuhkan sikap saling memahami, berempati dan menghormati. Minimnya empati, misalnya, melahirkan ekstremisme. Dunia pendidikan adalah kunci menumbuhkan sikap egaliter, terbuka, saling menghargai, toleransi yang niscaya di masyarakat yang sangat beragam,” paparnya.

Dalam konteks Keislaman, Fachrurozi merujuk pemikiran Prof. Dr. Nurcholish Madjid atau Cak Nur. Cak Nur mempromosikan Islam inklusif.

“Islam itu terbuka, mengakui eksistensi agama lain, bahkan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Sikap ini diajarkan dalam al-Quran, QS. al-Hujurat ayat 13.”

Begitu pula dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, imbuhnya, memberikan jaminan kebebasan beragama. Artinya, baik kitab suci maupun konstitusi mendorong sikap inklusif Muslim Indonesia.

“Kunci membumikan Keislaman dan Keindonesiaan adalah keteladanan,” tandasnya.

Umat Islam Indonesia Perlu Menjadi Modern

Sementara itu Direktur Paramadina Graduate School of Islamic Studies (PGSI). Dr. M. Subhi-Ibrahim mengamini apa yang disampaikan Fachrurozi.

“Para guru bangsa seperti KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama dan Cak Nur punya pesan yang sama, yaitu Keislaman dan Keindonesiaan tidak boleh dipisahkan.”




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*