JAKARTA, KalderaNews.com – Guru Besar Ilmu Sastra dan Kajian Budaya Universitas Indonesia, Manneke Budiman, yang merupakan visitor researcher BRIN menafsir surat-surat Kartini.
Ia mengatakan, Kartini adalah sosok pahlawan nasional yang medan perjuangannya yang paling kompleks dengan memilih cara lain, tidak seperti pejuang lainnya yang terjun di medan perang. Ia memilih mengekspresikan gagasan, aspirasi, dan impian dalam bentuk surat, di mana teknik yang dominan disebut dengan epistoler,” urai Manneke.
Dengan teknik tersebut, Kartini bercerita dengan sangat pribadi tentang hal-hal yang tidak mungkin diungkap di publik. Tapi pada saat yang sama, teknik ini memungkinkan penulis bicara jujur tanpa rasa ketakutan.
BACA JUGA:
- Kartini: Terang yang Harus Hidup, Kini dan di Masa Depan
- Biografi Lengkap Kartini, Perempuan Milenial Harus Tahu
- Dear Kartini Milenial, Kenali Jenis Kebaya yang Sering Dipakai untuk Kartinian Ini
Dituturkan Manneke, dalam pandangan politisnya, kaum perempuan belum terbebaskan, belum mempunyai kesetaraan, masih hidup dalam perbedaan. Perjuangannya tidak mudah karena Kartini dituding memiliki perjuangan yang sempit, karena dianggap hanya memikirkan perempuan di kala negara sedang berjuang melawan Belanda.
Disampaikan Manneke, berbagai lapisan dilema dihadapi Kartini. Kartini saat itu dipandang seolah ingin menghancurkan tradisi yang sebagai suatu kemapanan yang seharusnya dilindungi oleh bangsanya sendiri yaitu bangsa ningrat.
Sebagaimana diungkapkan dalam dialog antara dia dan ibunya, yang direkam dalam surat Abendanon. Tergambar bahwa Kartini mengungkapkan kepada ibunya, dia tidak berjuang untuk dirinya sendiri, tapi untuk para perempuan Jawa lainnya.
Dalam hal ini, Manneke mengulas, bahwa perempuan adalah penjaga, pengusung, bahakan pelestari penindasan. Penindasan dalam hal ini bukan fisik akan tetapi kebodohan.
Perempuan sebagai pengawal peradaban menjadi pintu masuk bagi pembebasan seluruh bangsa dari penderitaan dan penindasan.
“Sehingga tidak ada kontradiksi bagi emansipasi perempuan, karena ini suatu perjuangan untuk seluruh bangsa,” ungkap Manneke di acara pembacaan surat-surat Raden Ajeng Kartini bertema “Cahaya di Langit Jepara” pada Senin, 17 April 2023.
Menurutnya, teknik epistolar yang dibawakan Kartini banyak membawa solusi. Contohnya, dengan fasih dia harus menggunakan bahasa penjajahnya, untuk mengukuhkan bahwa dia menguasai bahasa penguasanya alias penjajahnya.
Betapa perjuangan Kartini adalah ingin mewujudkan cita-cita pendidikan yang maju bagi kaum perempuan.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply