Kado Inspirasi Buat yang Ultah Hari Ini: Kisah 3 Sosok Legendaris yang Lahir 29 April

Tokoh berprestasi yang berulang tahun di tanggal 29 April
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com — Kamu yang berulang tahun hari ini, 29 April 2023, selamat ya.

Untuk turut merayakan ulang tahun kamu, khususnya kamu yang tengah berjuang dalam studi, kami sajikan profil singkat tiga sosok akademisi luar biasa berikut ini. Semoga menyemangati kamu.

  1. Harold Clayton Urey

Kimiawan Amerika Serikat ini menginspirasi banyak orang bukan hanya karena prestasi akademisnya, tetapi kegigihannya. Panggilan untuk berkarya di dunia pendidikan ia sambut dengan keuletan.

Urey lahir pada 29 April 1893 di Walkerton, Indiana. Spesialisasi adalah Kimia Fisika. Ia memenangi Nobel untuk Kimia pada 1934 atas karya-karya rintisannya mengenai isotop.

Urey mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang zoologi dari Universitas Montana dan doktor dalam bidang kimia dari Universitas California, Berkeley.

Saat di Berkeley, Urey dilibatkan dalam pekerjaan fisikawan Raymond T. Birge. Ia kemudian bergabung dengan Niels Bohr di Kopenhagen, Denmark untuk mempelajari struktur atom di Institute for Theoritical Physics, Kopenhagen.

Setelah kembali ke Amerika Serikat pada tahun 1924, ia mengajar di Johns Hopkins University dan di Columbia University.  Pada yang disebut belakangan ini ia membentuk tim bersama Rudolph Schoenheimer, David Rittenberg, dan T. I. Taylor.

Selama Perang Dunia II, Urey dan timnya bekerja dalam sejumlah penelitian yang kemudian mengarah kepada proyek Manhattan untuk mengembangkan bom atom untuk Amerika Serikat. 

Bom Atom berperan menghentikan Perang Dunia II, dengan menyerah tanpa syaratnya Jepang.

Setelah perang, ia menjadi profesor di bidang kimia di Institute for Nuclear Studies. Urey kemudian membantu mengembangkan bidang ilmu cosmochemistry. Ia  menulis buku The Planets: Their Origin and Development (1952) yang berisi hasil-hasil penelitiannya.

Urey memulai perjalanan kepakarannya dengan menjadi guru. Seusai menyelesaikan pendidikan SMA, ia memperoleh sertifikat guru di usia 17. Ia pun mengajar di sebuah sekolah di Indiana.

Sambil mengajar ia kuliah di University of Montana.

Minatnya untuk berkarier di dunia pendidikan sangat tinggi. Di zaman perang ia sempat bekerja di sebuah perusahaan pembuat TNT, tetapiia kembali ke kampusnya, sebagai instruktur mata kuliah Kimia. Ia pun berjuang  menempuh studi Ph.D di University of Berkeley karena itu salah satu persyaratan untuk menjadi dosen. Ketekunanya akhirnya membuahkan hasil cemerlang di kemudian hari.

2. Mariette Blau

Walau dipandang layak dan dinominasikan berkali-kali untuk memenangi Nobel, Mariette Blau tidak pernah meraih penghargaan itu. Ia tidak kecewa.

Dedikasinya pada ilmu tidak diragukan. Bahkan dalam keadaan sulit dan terusir, ia tidak menyerah.

Blau lahir pada  29 April 1894 di Austria. ayah ibunya adalah imigran berkebangsaan Yahudi.

Setelah memperoleh sertifikat pendidikan umum dari sekolah menengah khusus perempuan yang dikelola oleh Asosiasi Pendidikan Perempuan yang Diperluas, ia belajar fisika dan matematika di Universitas Wina dari tahun 1914 hingga 1918.

Ia meraih gelar PhD tentang penyerapan sinar gamma pada Maret 1919.

Mariette Blau berjasa dalam pengembangan emulsi nuklir (fotografis) yang berguna untuk mencitrakan dan mengukur secara akurat partikel dan peristiwa nuklir berenergi tinggi. Selain itu, temuannya menetapkan metode untuk mempelajari reaksi yang disebabkan oleh peristiwa sinar kosmik secara akurat. Emulsi nuklirnya secara signifikan memajukan bidang fisika partikel pada masanya.

Untuk karyanya, dia dinominasikan untuk anugerah Nobel beberapa kali selama periode 1950 hingga 1957. Sayangnya tidak berhasil. Meskipun demikian ia menerima banyak penghargaan lainnya.

Karena darah  Yahudinya, Blau harus meninggalkan Austria pada tahun 1938 setelah negara itu dianeksasi oleh Nazi Jerman. Ini menyebabkan jeda yang parah dalam karier ilmiahnya.

Dia pertama kali pergi ke Oslo. Kemudian, melalui perantaraan Albert Einstein, ia memperoleh posisi mengajar di Instituto Politécnico Nacional di Mexico City dan kemudian di Universidad Michoacana de San Nicolás de Hidalgo.

Karena kondisi di Meksiko membuat penelitian menjadi sangat sulit baginya, dia mengambil kesempatan untuk pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1944.

BACA JUGA:

3. Jules Henri Poincaré
Ilmuwan Prancis ini sejak kecil dikenal cerdas. Namun kondisi fisiknya kurang mendukung sehingga ia lemah dalam pelajaran olah raga. Penglihatannya juga bermasalah.

Hal itu di kemudian hari bukan penghalang untuk menjadikannya ahli Matematika terkenal dan banyak dirujuk. Banyak istilah dalam Matematika disemati namanya, sebagai penghormatan atas kecerdasannya.

Ia lahir pada 29 April 1854. Minatnya di bidang sains sangat luas. Selain sebagai matematikawan ia juga fisikawan, insinyur, dan filsuf sains. Dia sering digambarkan sebagai polymath, dan dalam matematika sebagai “The Last Universalist”,  karena dia unggul dalam semua bidang disiplin yang digelutinya.

Sebagai seorang matematikawan dan fisikawan, dia membuat banyak kontribusi fundamental orisinal untuk matematika murni dan terapan, fisika matematika, dan mekanika.

Banyak terminologi dan konsepsi di bidang Matematika dan Fisika memakai namanya. Mencakup Poincaré conjecture, Poincaré–Bendixson theorem, Poincaré–Lindstedt method, Poincaré recurrence theorem,
Poincaré–Bjerknes circulation theorem, Poincaré group, Poincaré gauge, Poincaré–Hopf theorem, Poincaré duality, Poincaré–Birkhoff–Witt theorem,  Poincaré inequality, Hilbert–Poincaré series, dan Poincaré metric.

Siapa nyana selama masa kanak-kanaknya dia pernah sakit parah karena difteri dan dirawat khusus oleh ibunya, Eugénie Launois.

Pada tahun 1862, Henri memasuki sekolah Lycée di Nancy. Dia menghabiskan sebelas tahun di Lycée dan terbukti menjadi salah satu siswa terbaik di setiap topik yang dia pelajari.

Dia unggul dalam komposisi tertulis. Guru matematikanya menggambarkannya sebagai “monster matematika” dan dia memenangkan hadiah pertama di concours général, sebuah kompetisi antara murid terbaik dari semua Lycées di seluruh Prancis.

Tetapi dia lemah untuk pelajaran  musik dan pendidikan jasmani. Penglihatan yang buruk dan kecenderungannya untuk linglung menjadi penyebab kesulitan-kesulitan ini.

Ini ternyata tidak menjadi penghalangnya menjadi akademisi hebat. Ia menerima penghargaan di antaranya RAS Gold Medal (1900), Sylvester Medal (1901), Matteucci Medal (1905), Bolyai Prize (1905), dan Bruce Medal (1911).

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*