JAKARTA, KalderaNews.com – Jepang kini mengalami depopulasi yang sangat memprihatinkan. Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji baru-baru ini menjelaskan populasi penduduk Jepang menurun sebanyak 500.000 setiap tahunnya.
Hal ini ditegaskannya saat menyambangi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim di Ruang Mendikbudristek, Gedung A Lantai 2, Kantor Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta pada Jumat, 27 Februari 2023.
Selanjutnya dilansir dari Japan Times, Pemerintah Jepang mencatat total tingkat kesuburan di Jepang terus menurun selama bertahun-tahun. Pada 2005, statistik sempat pulih dari tingkat terendah melalui angka 1,26 pada 2005.
BACA JUGA:
- Fakta-fakta Mencengangkan Depopulasi di Jepang, 450 Sekolah Tutup Setiap Tahun
- Populasi Jepang Turun 500.000 Per Tahun, Indonesia Jadi Production Base dan Expert Base
- Anggota DPR Pandang Rendah Kualitas Pendidikan Indonesia Dibanding Barcelona, Malaysia dan Jepang
Lalu, pada 2021 tingkat tersebut meningkat di angka 1,30. Namun, pada 2021 juga jumlah kelahiran bayi di Jepang mencapai titik terendah, yaitu 811.622.
Jepang tercatat berpenduduk 125 juta jiwa. Negeri Sakura telah lama berjuang mengatasi resesi seks dan mencari cara untuk memenuhi kebutuhan penduduk lanjut usia yang tumbuh pesat.
Lantas seperti apa sih kondisi depopulasi di Jepang yang memprihatinkan tersebut? Berikut ini beberapa fakta penyebabnya:
Setidaknya ada 7 penyebab kenapa populasi penduduk Jepang menurun drastis setiap tahunnya:
1). Tingkat Kelahiran Turun Drastis
Tingkat kelahiran di Jepang telah menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Saat ini sekitar 1,4 anak per wanita. Jumlah ini jauh di bawah tingkat kelahiran yang diperlukan untuk mempertahankan jumlah penduduk saat ini.
2). Usia Harapan Hidup di Jepang Tinggi
Usia harapan hidup di Jepang sangat tinggi. Harapan hidup rata-rata mencapai 84 tahun pada tahun 2020. Harapan hidup seperti bisa dimaknai bahwa penduduk Jepang hidup lebih lama. Harapan hidup yang tinggi ini otomatis meningkatkan beban bagi sistem kesehatan dan perawatan lansia. Persoalan yang dihadapi Jepang terbilang akut. Bank Dunia mencatat proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas tertinggi kedua di dunia setelah Monaco.
3). Kebijakan Imigrasi yang Ketat
Jepang telah menerapkan kebijakan imigrasi yang ketat, sehingga jumlah imigran yang diterima sangat terbatas. Kurangnya imigrasi ini memperburuk masalah depopulasi karena jumlah kelahiran yang rendah tidak dapat digantikan oleh jumlah imigran yang masuk ke Jepang.
4). Urbanisasi
Banyak orang di Jepang bermigrasi ke kota-kota besar dab meninggalkan wilayah pedesaan dan kota-kota kecil yang mengalami depopulasi.
5). Perubahan Sosial dan Resesi Sex
Banyak wanita di Jepang memilih untuk fokus pada karier dan menunda pernikahan atau kelahiran anak. Hal ini mengakibatkan menurunnya jumlah kelahiran dan menyebabkan depopulasi.
6). Kurangnya Dukungan untuk Keluarga
Biaya hidup yang tinggi dan kurangnya dukungan dari pemerintah bagi keluarga menyebabkan pasangan menunda atau mengurungkan niat untuk memiliki anak. Tak mengherankan, baru-baru ini Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida Kishida menekankan kebijakan mengenai anak dan pengasuhan anak adalah masalah yang tidak bisa ditunda. Pemerintah akan meluncurkan Badan Anak dan Keluarga pada bulan April 2023 ini. Badan ini dirancang untuk mendukung orang tua dan memastikan keberlanjutan di negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu. Kishida menambahkan pemerintah ingin menggandakan pengeluaran untuk program-program terkait anak.
7). Resesi Sex
Resesi sex adalah tren penurunan gairah pasangan untuk melakukan hubungan seksual. Mengutip jurnal The Atlantic istilah resesi seks merujuk pada penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual yang dialami suatu negara sehingga mempengaruhi tingkat kelahiran yang rendah.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply