JAKARTA, KalderaNews.com — Selama ini mungkin kita telah membaca berbagai tulisan tentang perjuangan RA Kartini dalam menyuarakan pentingnya kesetaraan hak-hak perempuan. Kartini dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia. Hari kelahirannya selalu dirayakan setiap tahun tepatnya tanggal 21 April.
Lalu apakah perjuangan Kartini tidak luput dari kritikan?
Di era modern menggunakan bantuan teknologi Artificial Intelligent bukan lagi menjadi sesuatu yang sulit. Termasuk untuk mendapat ide untuk mengeritik Kartini.
Sejak dirilis bulan November tahun 2022 lalu, ChatGPT sebuah perangkat lunak (software) berbasis AI buatan OpenAI menjadi salah satu teknologi terbaru yang sangat populer.
BACA JUGA:
- Kartini Dihormati Bukan Karena Kebangsawanannya
- Ucapan Selamat Hari Kartini dalam Bahasa Inggris buat Para Gadis Gen-Z
- Tidak Terjun di Medang Perang, Guru Besar Ini Sebut Kartini Pakai Teknik Surat Epistoler
Mengutip dari salah satu artikel di narasi.tv, ChatGPT dapat digunakan untuk memprediksi kalimat atau kata berikutnya dalam suatu percakapan atau perintah dari sebuah teks yang dikirimkan.
Kali ini, penulis mencoba untuk mengetes kemampuan ChatGPT dalam menghasilkan tulisan tentang kritikan terhadap Kartini.
Berikut langkah-langkahnya:
- Langkah pertama yang dilakukan adalah membuka website OpenAI yaitu https://openai.com/blog/chatgpt.
- Kemudian pilih opsi TryChatGPT.
- Selanjutnya akan ada perintah untuk mendaftar atau jika sudah memiliki akun OpenAI, bisa langsung masuk dengan akun OpenAI. Kamu bisa mendaftar akun ChatGPT dengan menggunakan alamat e-mail yang aktif serta nomor ponsel yang aktif.
- Setelah berhasil mendaftar, selanjutnya masuk ke akun OpenAI.
- Pada bagian bawah layar, akan terdapat kolom chat untuk mengetik perintah kepada ChatGPT. Penulis mengetik sebuah kalimat “esai kritikan terhadap Kartini” lalu menekan tombol enter.
- Sesaat setelah itu, bebrapa baris tulisan mengenai hal apa saja yang perlu dikritik terhadap RA Kartini muncul.
Inilah hasilnya:
“Kartini, seorang tokoh perempuan yang dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia, memiliki peranan penting dalam sejarah dan perjuangan emansipasi wanita di Indonesia. Namun, sebagai sosok sejarah, pandangan dan tindakan Kartini juga dapat menjadi objek kritik.
Dalam esai kritikan terhadap Kartini, beberapa aspek yang bisa menjadi fokus kritik antara lain:
- Keterbatasan Pemikiran Feminis:
Meskipun Kartini dianggap sebagai salah satu pelopor feminisme di Indonesia, namun beberapa pandangan atau tindakan Kartini dapat dianggap terbatas dalam konteks pemikiran feminis modern. Misalnya, pandangan Kartini yang lebih fokus pada pembebasan wanita dalam konteks keluarga dan pernikahan, namun masih mempertahankan norma-norma sosial patriarki pada zamannya.
2. Ketidakinklusifan Keterlibatan Kelas Sosial:
Kritik juga dapat ditujukan pada keterbatasan keterlibatan kelas sosial dalam pemikiran atau gerakan Kartini. Kartini berasal dari keluarga bangsawan dan terdidik, sehingga pandangannya mungkin lebih terbatas pada kalangan elit. Kritik bisa ditujukan pada keterbatasan pemikiran atau tindakan Kartini dalam mengadvokasi kepentingan kelompok perempuan dari berbagai latar belakang sosial ekonomi.
3. Tergantung pada Pendekatan Asimilasi:
Kartini dikenal menganjurkan pendekatan asimilasi atau mengadopsi budaya Belanda sebagai cara untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Kritik bisa ditujukan pada pendekatan ini yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai pencitraan budaya asing dan mengabaikan budaya lokal. Pendekatan asimilasi Kartini dapat dianggap tidak cukup berani atau kurang menghargai keberagaman budaya dan identitas lokal Indonesia.
4. Terbatasnya Akses dan Representasi:
Kritik juga bisa ditujukan pada terbatasnya akses dan representasi perempuan lain, terutama perempuan pribumi, dalam gerakan emansipasi yang diperjuangkan oleh Kartini. Kartini sebagai seorang bangsawan dan berada dalam kalangan elit mungkin tidak sepenuhnya merepresentasikan pengalaman dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan dari berbagai lapisan masyarakat.
5.Konteks Sosial-Budaya yang Berbeda:
Kartini hidup pada abad ke-19, di mana konteks sosial, budaya, dan politik sangat berbeda dengan masa sekarang. Kritik bisa ditujukan pada pandangan atau tindakan Kartini yang dianggap tidak relevan atau kurang sesuai dengan konteks zaman modern dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan saat ini.
Namun, dalam menyampaikan kritik terhadap Kartini atau sosok sejarah lainnya, penting untuk menggunakan bahasa yang bijaksana, berdasarkan fakta dan pemikiran yang kritis, serta menghormati martabat individu atau kelompok yang dikritik. Esai kritikan harus disampaikan secara profesional dan objektif, dengan memberikan argumen yang kuat.”
Dari hasil komunikasi dengan ChatGPT, dihasilkan lima argumen yang sekiranya mendukung pembuatan esai kritikan terhadap Kartini.
Bagaimana tanggapanmu? Cukup menambah wawasan ya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply