Kartini Dihormati Bukan Karena Kebangsawanannya

Raden Ajeng Kartini (Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Sivitas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari 70 Pusat Riset (PR) terlibat dalam kegiatan pembacaan surat-surat Raden Ajeng Kartini bertema “Cahaya di Langit Jepara” pada Senin, 17 APril 2023.

Acara ini meyongsong semarak peringatan Hari Kartini yang diperingati 21 April. Para sivitas arkelogi, bahasa, dan sastra, yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dikenal dengan umat Arbastra, menafsir surat surat Kartini.

Kepala OR Arbastra, Herry Jogaswara membukanya dengan membacakan Surat Stella Zeehandelaar tanggal 25 Mei 1899, sebuah surat yang sangat menarik terkait dengan tradisi.

BACA JUGA:

Dalam surat tersebut tergambar bagaimana tradisi Timur yang kokoh dan kuat. Kartini menyinggung emansipasi sejak belum memiliki makna, yang kemudian terbayang dalam kerinduan akan kebebasan dan kemerdekaan.

Dikatakan oleh pewara, Darmawati Majid, Kartini dihormati bukan karena kebangsawanannya. Ia berhasil menarik perhatian masyarakat untuk mengusahakan pendidikan formal bagi perempuan Indonesia. Kartini dikenal sebagai tokoh wanita penuh ide dengan daya juangnya di dunia pendidikan dan emansipasi wanita.

Kartini banyak mengingatkan dan mencatat akan konteks historis politik, sosial, budaya, dan bidang lainnya. Ia mengungkapkan gagasannya melalui kecintaannya dengan bahasa dan seni.

Sebagaimana dituturkan oleh pewara, yang menceritakan pandangan seorang pengarang buku sastra ternama, Pramudya Ananta Tour. Tokoh yang sering dipanggil dengan nama Pram ini menyebutkan, Kartini sebagai awal mula kebangkitan nasional di Indonesia, bahkan sebelum syarikat islam Budi Utomo.

Tampil dalam pembacaan surat surat Kartini, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko. Ia membacakan surat Kartini yang ditujukan kepada sahabat penanya, Rosa Abendanon tertanggal 28 Februari 1902.

Surat yang dibacakannya menyuarakan agar untuk terus bermimpi menggapai sesuatu. Digambarkan, bagaimana orang berpikir, memberi ampun, dan harus punya mimpi.

Surat ini menekankan manusia bukan benda mati, ia dapat berpikir dan merasakan, keduanya harus imbang.

Pembacaan dilanjutkan oleh Plt. Sekretaris Utama, Nur Tri Aries S. Ia juga membacakan surat untuk Rosa Abendanon tertanggal 7 Oktober 1900 yang menginginkan kebebasan untuk mandiri.

Selanjutnya, Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan, Sastri Sunarti membacakan satu prolog tentang mengapa Kartini itu penting.

Dituturkan Sastri, Kartini merupakan perempuan pertama Indonesia yang memiliki akses terhadap kebersamaan.

“Ia memang tidak ikut mengangkat senjata di medan perang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan Hindia Belanda. Ia juga bukan seseorang yang tampil di muka publik melalui pidato-pidatonya. Namun pada masa itu, ia menggunakan retorika yang dikuasai bangsa Eropa melalui tulisan-tulisan hasil pemikirannya,” jelasnya.

Selama tiga tahun, diceritakannya, Kartini menuliskan surat-surat hasil kegelisahannya kepada para sahabat Belanda yang menjadi khalayak sasarannya sebagai orang-orang Eropa yang menjajah Indonesia.

Meskipun ia seorang putri bangsawan Jawa, sebagai putri kraton yang selayaknya hidup nyaman, namun Kartini berjuang menjadi pencetus pergerakan Indonesia, menyuarakan hak wanita.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*