JAKARTA, KalderaNews.com — Lahir di Jakarta dan tumbuh besar di San Francisco hingga New York, bukan masa muda yang mudah bagi Metta Murdaya.
Umur tujuh tahun ia bermukim di San Francisco dan menempuh pendidikan di sana.
Usai menyelesaikan studi di University of California at Berkeley, USA, di bidang Cognitive Science and Architecture, ia pindah ke New York dan meraih gelar MBA dari NYU Stern Business School. Ia pun bekerja di kota yang dijuluki Big Apple itu.
Masa muda putri pasangan konglomerat Indonesia (Po Murdaya dan Hartati Murdaya) ini diliputi oleh jadwal yang padat dengan ambisi menjadi yang terhebat di kampus dan di dunia bisnis.
BACA JUGA:
- Murid Kelas 5 SD Temukan Kesalahan pada Buku Teks Sains, Penerbit akhirnya Mengakuinya dan Berterimakasih
- Buka Puasa Lintas Iman di Kedubes Indonesia di AS, Dihadiri Pendeta, Rabbi, dan Sri Mulyani
- Dubes Jepang Buka Suara terkait Banyak Sekolah Tutup di Jepang, Ini Penyebabnya
Sampai suatu hari dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya, mobil yang dikendarainya menabrak sebuah truk di jalan bebas hambatan New York di hari berhujan.
Kecelakaan itu sangat fatal, mobilnya terbalik, menimbulkan macet berjam-jam. Untungnya Metta dapat keluar dari mobilnya dengan selamat. Usianya ketika itu masih 20an tahun.
Bagaimana hal itu terjadi?
Dalam wawancara dengan Alistair Speirs dari NOW, majalah gaya hidup berbasis di Jakarta, Metta Murdaya yang kini berusia 48 tahun mengakui bahwa saat itu ia memang tengah mengalami burned out (stres) oleh kehidupan dunia korporasi di New York.
“Terkadang kita mengabaikan rambu-rambu (kesehatan), seperti (perlunya) istirahat, berhenti, rehat sejenak, dan menjaga diri,” kata Metta dalam wawancara dengan NOW.
“Jadi saya baru saja pulang kerja dan waktu itu hal wajar jika kami menjalankan jadwal kerja yang gila-gilaan. ….Suatu hari saya kembali dari kerja dan saat saya mengemudi di tengah hujan mobil saya terdampar, menabrak truk dan terbalik.
“Itu benar-benar seperti adegan film, lalu lintas berhenti selama berjam-jam, tetapi dengan keberuntungan yang gila, saya bahkan tidak tahu bagaimana, saya berhasil merangkak keluar dari mobil yang terbalik, di jalan bebas hambatan berhujan di New York, dan sepertinya relatif oke. Bahkan para dokter sangat terkejut. Mereka melakukan segala macam rontgen dan semacamnya,” kisah Metta.
Kejadian itu bagi Metta adalah peringatan untuk meninjau cara hidupnya. “Saya benar-benar menganggap itu sebagai pesan bahwa saya perlu memperlambat (ritme hidup) dan itulah pemicu yang membuat saya berpikir bahwa mungkin cara kita menjalani hidup kita saat itu bukanlah cara yang optimal.”
Peristiwa itu mendorong Metta bersungguh-sungguh menemukan kembali apa itu perawatan diri dan kesehatan preventif.
Dia ingin menemukan cara memiliki kehidupan yang sehat.
Karena tidak merasa menemukan jawabannya di AS, Metta berpikir tentang jamu, tradisi asli Indonesia yang sering dianggap remeh. Menurut Metta, jamu justru sangat istimewa karena ia bukan sekadar obat herbal tetapi juga gaya hidup.
“Jamu bukan hanya herbal, karena jika demikian, jamu tidak akan bisa dibedakan dengan tradisi lain yang menggunakan bahan serupa. India, China bahkan Jamaika, semuanya menggunakan kunyit dan jahe.”
Jamu, menurut Metta, membawa filosofi “mengejar kesehatan, tetapi dengan pola pikir yang menyenangkan”. Ini berbeda dengan cara pandang Barat yang sering memandang kesehatan harus dicapai lewat jalan penderitaan.
“Kalau dipikir-pikir, dalam budaya Indonesia, kita tidak mengejar kesehatan dengan sengsara dan itu tidak bisa dianggap remeh. Tumbuh di AS sangat puritan, Anda sehat jika berolahraga. Tidak makan ini, tidak makan itu. Dan itu seperti kemenangan tapi itu menyedihkan. Itu bukan jalan yang menyenangkan. Sedangkan di Indonesia kita senang dengan yang enak. Bahkan jamu diminum bersama teman-teman, ada pendekatan yang sehat untuk minuman herbal, bukan hanya cerita tentang bahannya tapi semacam cerita gaya hidup.”
Diinspirasi oleh pemahamannya akan jamu, Pada tahun 2006 Metta mendirikan Juara Skincare, perusahaan yang memproduksi rangkaian produk kesehatan dan kecantikan. Produk-produk itu didasarkan pada praktik, produk, dan wawasan yang diperoleh dari warisan budaya yang diharapkan mendorong penyembuhan holistik.
Perusahaan itu berbasis di New York. Semua proses pendiriannya mulai dari riset hingga produksi dirancang di sana. Ia berpartner dengan dua sahabatnya, Jill Sung dan Yoshiko Roth-Hidalgo.
Ia memilih nama JUARA karena menginginkan sebuah merek yang sangat Indonesia. Dan menurut Metta, kata itu juga mencerminkan upayanya yang ingin menjadi pemenang.
Tidak cukup hanya di situ. Pada tahun 2021, Metta meluncurkan buku karyanya yang diberi judul Jamu Lifestyle: The Indonesian Herbal Welness Tradition.
Menurut dia, ia menulis buku itu karena dua alasan. Pertama, untuk menjawab pertanyaan tentang apa itu jamu yang masih sering dilontarkan oleh banyak orang, terutama di luar negeri.
Kedua, lewat buku ia ingin menunjukkan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari budayanya. Buku ini membawa kemanusiaan ke dalam tradisi. Jamu dan manusia kata Metta tidak dapat dipisahkan.
Buku tersebut telah membawa Metta Murdaya tampil di Majalah Vogue. Majalah Tatler menobatkannya sebagai salah satu Asia’s Most Influential pada tahun 2021.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply