JAKARTA, KalderaNews.com — Profesor Tim Pasang Ph.D adalah seorang pengajar dan peneliti yang telah membangun kariernya selama belasan tahun di Selandia Baru (New Zealand) dan Amerika Serikat.
Lahir di Tana Toraja pada tahun 1968 dan menikmati masa kecil sejak berusia empat tahun di Biak, Prof. Tim, demikian ia disapa, mendapatkan gelar master dan PhD.nya di bidang Materials Engineering di Monash University, Australia pada tahun 2001.
Prof. Tim menjadi dosen Teknik Mesin sejak tahun 2006 dan telah menulis banyak publikasi ilmiah internasional sebagai peneliti.
BACA JUGA:
- Menjelajahi Mata Sahara dari Google Earth
- Presiden Jokowi Larang Impor Baju Bekas, Ternyata Paling Banyak dari Australia Lho!
- UKDW-KGS Kolaborasi Praktik Mengajar, Diharapkan Berdampak Transformasi Diri
Berikut adalah ringkasan pengalaman berkarier Prof. Tim Pasang:
Pada tahun 1992-1996; 2000-2001 menjadi material research engineer di Indonesian Aircraft Industry serta dosen paruh waktu di Institut Teknologi Nasional (ITENAS), Bandung.
Setelah mendapatkan gelar PhD di bidang Materials Engineering, Prof Tim Pasang memulai kariernya di AUT University, Auckland, New Zeland pada tahun 2004 sebagai peneliti tepatnya di Departemen Jurusan Teknik Mesin. Dari tahun 2007 hingga 2010 menjadi dosen senior. Tahun 2011 hingga 2012, Prof Tim menjabat sebagai Wakil Ketua Jurusan Teknik Mesin AUT University. Prof. Tim juga menjabat sebagai direktur di Engineering Research Institute (ERI) pada tahun 2016 hingga tahun 2020. Sejak tahun 2012 hingga 2020, Prof. Tim menjabat sebagai dosen dan sekaligus merupakan ketua Jurusan Teknik Mesin AUT University.
Dalam kariernya sebagai dosen, Prof. Tim mengajar beberapa mata kuliah untuk mahasiswa sarjana yaitu Manufacturing Technology dan Materials Science and Engineering Materials. Prof Tim juga mengajar mata kuliah mahasiswa pascasarjana yaitu Advanced Manufacturing Technology, Engineering Research Methodology dan Selected Topic in Materials.
Sebagai peneliti, bidang yang menjadi fokus penelitian Prof. Tim adalah hal-hal bidang teknik mesin dan material/metalurgi. Di antaranya adalah Additive Manufacturing of Titanium, Stainless Steels, Co-Cr and Scalmalloy, Metallurgy of fusion welding of Titanium Alloys, Nickel-based alloys, Stainless steels, etc, Materials-Manufacturing (machining, forming, forging, extrusion), Failure analysis of engineering components, serta Metallic Biomaterials.
Amartya Elisa Siadari dari KalderaNews berkesempatan melakukan wawancara tertulis dengan Prof Tim untuk membagikan pengalaman menariknya sebagai dosen dan peneliti di luar negeri. Wawancara dibagi menjadi tiga tulisan, dan ini yang pertama. Yuk, simak pengalamannya.
KalderaNews: Membaca profil Prof. Tim, mengesankan sekali. Hampir seluruh karier mengajar Prof berada di luar negeri. Dapat dijelaskan bagaimana awalnya hingga berkarier di luar negeri?
Prof. Tim Pasang: Awal tahun 1992 saya bekerja di Industri Pesawat Terbang Nusantara-IPTN (sekarang bernama PT DI), lalu tahun 1994 mendapat kesempatan training selama 6 bulan di Departemen Pertahanan Australia namanya Aeronautical and Maritime Research Laboratory (AMRL), Defence Science and Technology Organisation (DSTO). Selama di Melbourne, Australia, saya diajak oleh pembimbing untuk berkunjung ke Monash University. Kebetulan pembimbing ini (Dr. Stan Lynch) mengenal ketua jurusan Teknik Material di Monash University, Prof. Barry Muddle. Kemudian saya diwawancara Prof. Muddle dan diterima untuk mengambil S2. Saat itu saya belum mendapatkan beasiswa.
Setelah kembali ke Indonesia bulan April 1995, saya ikut seleksi beasiswa AusAID dan diterima. Akhirnya saya berangkat lagi ke Melbourne pada bulan Juni 1996 untuk mengambil pendidikan Master. Setelah 1,5 tahun mengambil Master, saya di sarankan untuk loncat ke PhD.
Tahun 2000 saya menyelesaikan PhD di Monash University dan langsung kembali ke IPTN sekitar Juni 2000. Tapi karena saat itu ekonomi Indonesia belum membaik sejak krisis moneter tahun 1998/1999, saya keluar dari IPTN bulan November 2000 dan bekerja di sebuah perusahaan Jerman di Jakarta bidang furnitur (Februari – Agustus 2001).
Bulan Agustus 2001, kami sekeluarga pindah ke Singapura. Saya mendapat pekerjaan di PSB Corporation sebagai Senior Consultant. Lalu bulan Agustus 2004 saya ditawari menjadi Post-Doctoral Fellow di Auckland University of Technology, Selandia Baru. Tahun 2007 diangkat menjadi Senior Lecturer, lalu tahun 2012 menjadi Ketua Jurusan Teknik Mesin selama 2,5 periode (Februari 2012 – Desember 2020). Bulan Januari 2021, saya diminta menjadi Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Manufaktur di Oregon Institute of Technology, AS.
KalderaNews: Dapatkah Prof. Tim ceritakan pengalaman-pengalaman menarik selama mengajar?
Prof. Tim Pasang: Menjadi dosen di Selandia Baru dan di Amerika memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Mahasiswa di Selandia Baru cenderung reserve (tidak terlalu banyak mengeluarkan pendapat kecuali satu dua orang). Ini mungkin mirip dengan mahasiswa di Indonesia. Di Amerika, mahasiswa banyak bertanya atau mengeluarkan pendapat.
Mengajar dalam bahasa asing seperti Bahasa Inggris buat saya adalah sangat challenging karena pronounciation kita (saya) masih sangat Asian.
Kadang-kadang ada mahasiswa yang bingung “barusan dosen bilang apa ya?” Dari raut wajahnya kelihatan bingung! Tapi dalam pikiran saya “lumayan lah saya bisa ngajar elu dalam bahasa Inggris. Belum tentu elu bisa ajar saya pake Bahasa Indonesia” pokoknya pede saja lah hahaha.
KalderaNews: Apa perbedaan paling besar antara suasana belajar di Indonesia dan di luar negeri?
Prof. Tim Pasang: Kalau di Indonesia umumnnya suasana belajar mengajar itu satu arah dari dosen ke mahasiswa. Kalau di luar negeri ada banyak suasana diskusi. Jadi jangan heran kalau banyak yang nanya selama kuliah.
KalderaNews: Bisa dijelaskan kejadian-kejadian lucu di kelas? Bagaimana tanggapan mahasiswa mengetahui Prof berasal dari Indonesia?
Prof. Tim Pasang: Waktu menjadi dosen di Selandia Baru, saya tidak mengijinkan mahasiswa mengirim text message atau menggunakan telepon genggam selama saya mengajar, ataupun nonton youtube dan sebagainya. Ini sudah merupakan perjanjian dengan mahasiswa.
Sebelum mulai kuliah saya ingatkan supaya HP disimpan dalam tas. Kadang ada satu atau dua yang cek HP atau kirim teks. Beberapa kali saya “menghukum” mereka dengan membaca semua teks di depan kelas. Pernah ada yg menerima teks yang isinya “saya suka dengan cara kamu joget”, mahasiswa itu saya suruh berjoget di depan kelas. Tapi ini tidak bisa saya terapkan di Amerika. Rada takut takut juga.
Mengenai tanggapan mahasiswa bahwa saya dari Indonesia, awalnya ada yang menganggap sepele karena saya orang Asia apalagi dengan aksen Bahasa Inggris yang khas orang Asia, tapi lama-lama mereka terima. Bahkan saya cenderung membimbing lebih banyak mahasiswa daripada dosen lain. (Bersambung ke bagian 2).
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply