Universitas Hong Kong Beri Kemudahan Mahasiswa RI Mengisi Kolom Nama

Kuliah di China (Tiongkok)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, Kalderanews.com — Seorang praktisi pendidikan China mengamati calon mahasiswa asal Indonesia sering bingung ketika mengisi kolom nama pada  formulir pendaftaran dengan format nama depan (first name) dan belakang (surname). Staf universitas di sana juga sering bimbang ketika mereka mencoba mengenali hubungan keluarga mahasiswa Indonesia (seperti ayah dan anak atau saudara kandung) di profil mereka melalui nama belakang mereka yang tidak ada.

Rosemary Bai,  marketing coordinator for international undergraduate admissions pada the Chinese University of Hong Kong, Shenzhen, menilai sistem penamaan orang Indonesia  menarik karena sangat beragam. Menurut dia, calon mahasiswa asal Indonesia dapat memiliki satu, dua, tiga atau empat kata dalam nama mereka, tetapi belum tentu ada di antara kata itu yang merupakan nama keluarga atau nama belakang. Artinya, kata terakhir dalam nama Indonesia belum tentu nama belakang. Paspor Indonesia juga tidak mencantumkan nama depan, tengah, dan belakang seseorang.

Demi menghindari kebingungan mengisi kolom nama belakang, University of Hong Kong memberi kemudahan. Untuk pendaftaran tahun ajaran 2023/2024,  keharusan untuk mengisi nama keluarga atau nama  belakang diubah menjadi opsional. Nama belakang boleh diisi pada kolom “personal information” bila memang ada.
BACA JUGA:

“Hal ini membuat mahasiswa Indonesia boleh mengisi nama mereka seperti yang tertera di paspor tanpa perlu berpikir keras menentukan nama belakang mereka yang memang tidak ada,” tulis Rosemary Bai, dalam artikelnya yang menarik di laman The Times Higher Education, 9 Januari 2023.

Jumlah mahasiswa Indonesia di China terus meningkat. Tahun 2016 jumlahnya 13.000 orang, tahun 2020 (sebelum pandemi) sudah mencapai lebih dari 14.000. Mahasiswa Indonesia terbanyak nomor tujuh dari seluruh mahasiswa asing di sana.

Oleh karena itu memberi kemudahan bagi mahasiswa Indonesia menjadi penting sebagai daya tarik. Mempelajari sistem penamaan orang Indonesia agaknya cukup mendasar bagi  Rosemary dengan kian banyaknya mahasiswa asal Indonesia di China.

Dalam artikelnya, ia banyak membagikan pengetahuan tentang sistem penamaan orang Indonesia, yang orang Indonesia sendiri belum tentu tahu. Salah satu yang ia jelaskan cukup mendalam adalah sistem penamaan berdasarkan etnis.

Kalangan Tionghoa, misalnya, memiliki cara untuk memodifikasi nama keluarga karena tekanan politik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Maka nama belakang Jung ditambah dengan huruf T menjadi Tjung agar terdengar lebih Indonesia. Cara lain adalah dengan menambahkan nama Indonesia kepada nama keluarga. Misalnya, Nicholas Wong Susanto. Susanto dalam hal ini adalah nama Indonesia yang ditambahkan. Sedangkan nama keluarga atau nama belakang yang sesungguhnya adalah Wong. Tetapi karena diletakkan di tengah, ia menjadi kehilangan fungsi sebagai surname.

Hal lain yang cukup penting adalah mengenali akar budaya dari nama. Misalnya,  nama keluarga  Liem dan Ang cukup banyak ditemukan di Indonesia. Itu sesungguhnya modifikasi dari aslinya, yaitu Lin dan Hong. Nama belakang ini mengindikasikan akar budaya mereka di China, yang umumnya berasal dari Fujian atau Guangdong.

Sejak tahun 2000 banyak orang Tionghoa mulai senang memakai nama keluarga yang asli seiring dengan kebijakan pemerintah yang mencabut Inpres no 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Menurut Rosemary,  bila menemukan mahasiswa asal Indonesia dengan nama asli Tionghoa, umumnya adalah kelahiran setelah tahun 2000.

Di Indonesia juga cukup umum dikenal sistem penamaan hanya satu kata. Ini menjadi catatan penting Rosemary. Selain itu orang Indonesia senang menggunakan nama panggilan. Surachmad dipanggil Rachmad atau Rosemary dipanggil Rose.

Rosemary mengatakan ia tertarik mengikuti perkembangan sistem penamaan orang Indonesia di masa mendatang. Dengan semakin banyaknya mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di kancah dunia ia ingin mengetahui apakah sistem penamaan akan beradaptasi dengan kebiasaan global yaitu semakin terbiasa menggunakan nama belakang atau nama keluarga. Apakah ini akan terjadi atau tidak, menurut Rosemary, tradisi dan sistem penamaan yang dipilih harus dihormati.

Bagi kampus-kampus di Indonesia, artikel yang ditulis Rosemary  dapat memberi inspirasi bagaimana China demikian detilnya nemberikan pelayanan untuk menarik dan meningkatkan jumlah  mahasiswa asing ke negeri mereka. Urusan mengisi kolom nama mungkin terdengar simpel namun hal itu bisa sangat berarti bagi sebagian mahasiswa.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*