JAKARTA, Kalderanews.com — Di tengah surutnya minat pada Bahasa Indonesia di Australia, Jennifer Yang menunjukkan keuntungan menguasai bahasa itu.
Jebolan University of Sydney itu berhasil menembus kancah global bermodal Bahasa Indonesia.
“Mempelajari Bahasa Indonesia membuka jalur yang membawa saya menembus pusat-pusat pengetahuan Eropa dan Amerika Utara dalam pengetahuan sejarah seni – membekali saya dengan pendekatan yang lebih kritis untuk menekuni sejarah seni,” kata Jennifer Yang, dikutip dari situs resmi University of Sydney (sydney.edu.au).
BACA JUGA
- Pelajaran Bahasa Indonesia di Australia Perlu Diintensifkan, Wah, Bakal Butuh Banyak Guru Nih
- Mengapa Keluarga Mampu Indonesia Tetap Getol Cari Beasiswa? Ini Jawabnya
- Rachel Asal Bogor Buka Kedai Sop Buntut di Singapura Sambil Kuliah
Jennifer Yang memulai studinya di University of Sydney untuk meraih gelar Bachelor of Arts dan Bachelor of Advanced Studies. Ia memilih studi itu karena menurutnya itulah subjek yang berorientasi pada hal yang paling diminatinya: Sejarah Seni, Ilmu Politik, dan Hubungan Internasional.
Pada saat yang sama, bahasa dan budaya Indonesia menarik minatnya juga, bahkan lebih besar. Hal itu mendorongnya untuk menempuh studi Bahasa Indonesia yang memberinya gelar diploma. Kemampuan Bahasa Indonesia-nya, kata dia, menawarkan jalur fleksibel untuk memperluas bidang studinya.
Ia mendalami Studi Indonesia tingkat pengantar pada tahun 2019. Kinerja akademisnya membuat dia ditunjuk sebagai duta New Colombo Plan. Dalam setahun, ia memperoleh kecakapan tingkat lanjut dalam bahasa Indonesia.
Jennifer Yang memandang penting peran penguasaan bahasa. Selain mempelajari Bahasa Indonesia, ia juga mengambil pilihan dalam Studi Jepang dan Studi Cina. Ini membuat ‘senjata’ bahasanya makin banyak.
Jennifer lulus pada tahun 2022 dengan Penghargaan Kelas Satu. Dia dianugerahi Medali Universitas untuk prestasi akademiknya yang luar biasa selama masa studinya.
Bahasa Indonesia, menurut dia, membantu dirinya menemukan benang merah studinya. “Sementara hubungan antara berbagai disiplin ilmu mungkin awalnya tidak jelas, saya terus terinspirasi oleh berbagai keterkaitan antara seni, politik, sejarah nasional, bahasa, dan pembentukan budaya,” katanya.
Studi bahasa Indonesia membuka pintu bagi Jennifer ke ruang baru untuk belajar sekaligus pengembangan profesional. Di antaranya ia memperoleh kesempatan magang kuratorial di Museum MACAN, lembaga seni kontemporer terkemuka di Jakarta.
Tak lama setelah lulus, Jennifer meluncurkan karya kuratorial pertamanya di 16albermarle Project Space di Sydney. Pameran bertema “Our Grandfather Road” itu mengeksplorasi dimensi gender tubuh dan tempat dalam seni kontemporer Asia Tenggara.
Dalam pameran itu ia menampilkan koleksi karya pribadi dari 17 seniman Indonesia, Thailand, Filipina, Myanmar dan Singapura. Pameran tersebut memberikan jendela bagi penonton di Australia untuk terlibat dengan ekspresi kreatif seniman yang kurang terwakili, sekaligus juga mendapat perspektif dari negara tetangga mereka.
Jennifer memimpin pembicaraan kuratorial dan memandu pengunjung pameran. Ia juga menjadi moderator diskusi panel yang mengeksplorasi arah baru dalam penelitian feminis dan praktik kuratorial. Diskusi menampilkan akademisi dan kurator terkemuka dari berbagai penjuru Australia.
Pameran sembilan minggu berjalan bersamaan dengan sejumlah program publik yang diterima dengan baik oleh komunitas lokal, seniman, pendidik seni, dan siswa.
Ini semua, diakuinya berkat mempelajari Bahasa Indonesia. “Perpaduan antara pengetahuan sejarah seni saya dan keakraban dengan bahasa, budaya, dan sejarah Indonesia membuat saya memenuhi syarat sebagai kandidat yang unik dan berharga untuk kesempatan yang saya miliki,” kata Jennifer.
Bahasa budaya, dan sejarah Indonesia, menurut dia, telah mengubah caranya mendekati karier. “Itu semua membuka mata saya terhadap kemungkinan-kemungkinan baru yang menarik yang berada di persimpangan minat saya.”
Denga hasratnya pada sejarah seni Asia Tenggara, Jennifer berharap memperdalam hubungannya dengan kawasan Indo-Pasifik, seraya melanjutkan pekerjaan kuratorialnya dan berkontribusi untuk penelitian dan pendidikan dalam sejarah seni.
Bagaimana guys, ikut bangga dong kita para penutur Bahasa Indonesia.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply