MEDAN, KalderaNews.com – SMP Santo Thomas 1 Medan menampilkan sebuah pergelaran seni drama musikal film yang berjudul Bertemu Keluarga, Bertemu Cinta dan Cita, Jumat (17/2). Mengambil panggung di Gedung Medan International Convention Centre (MICC), pergelaran dibalut dalam acara pentas seni bernama STODOSCLA dengan tema Unlimited Creativity. STODOSCLA akronim dari Selebrasi SMP Santo Thomas 1 dengan Kepribadian Santo Yohanes Bosco dan Profil Pelajar Pancasila.
Drama musikal film ini mengisahkan sebuah keluarga kaya dengan tiga orang anak. Keluarga tersebut memiliki segalanya. Ada harta, karir, rumah mewah, kendaraan yang dapat memenuhi semua keinginan mereka. Orang tua mengharuskan anak-anaknya terus belajar dan belajar. Semua kebutuhan mereka disediakan, semata-mata agar memenuhi harapan orang tua. Ayah dan ibu, yang awalnya miskin, berjuang keras menjadi mengejar mimpi menjadi orang kaya dan berhasil.
BACA JUGA:
- Gedung Baru SMP dan SMA Cikal Serpong, Jadi Ruang Kreasi, Inovasi, dan Kolaborasi
- Dies Natalis Ke-44, CSR Budi Luhur Gelar Medical Check-up Hingga ke Sukabumi
- Pesta Emas SMP Santa Clara Surabaya, Tingkatkan Kualitas Pendidikan Katolik
Lina, diperankan oleh Saranauly Eka Putri Simangunsong, merasakan situasi minus di keluarganya. Dia memang berprestasi sesuai permintaan orang tuanya, tetapi hatinya gelisah. Orang tuanya kurang memberikan waktu dan perhatian kepada dia dan adik-adiknya. Mereka jarang berkumpul bersama untuk saling menceritakan pengalaman dan perasaan. Hal tersebut membuat anak-anak mencari pelarian demi sebuah pengakuan. Mereka diliputi kegelisahan dan kesepian.
Yakob, adik Lina, yang diperankan oleh Angelo Christo Caeli Nainggolan, mencari perhatian di sekolah dengan tindakan tidak terpuji. Ia melawan aturan hingga berantam, sesuatu yang dilarang keras di sekolah. Pak Lina, diperankan oleh William Chan Wellingtong Sitanggang, menyudutkan Lina karena dianggap gagal menjalankan tugas sebagai anak sulung. Anak sekecil itu diberikan beban untuk menggantikan peran orang tuanya menjaga adik-adiknya.
Pak Lina tidak bisa menerima perangai anak-anaknya. Ia berpikir semua sudah diberikan kepada mereka. Ia berusaha keras untuk menyediakan semua kebutuhan anak-anak agar menjadi orang sukses kelak. Mereka pun bertengkar hebat saling bertukar argumen dengan sengit sampai pada akhirnya orang tua Lina sadar akan kurangnya perhatian mereka kepada Lina dan adik-adiknya. Kesadaran itu memulihkan kembali suasana keluarga Pak Lina hangat kembali.
Diinspirasi oleh Asistensi
Kisah ini berpesan agar keluarga-keluarga kita memberikan perhatikan kepada anak-anak. Kerja dan kekayaan memang penting, tetapi harta yang paling berharga adalah keluarga, dan anak-anak ada di dalamnya. Orang tua tidak cukup menyediakan seluruh kebutuhan fisik anak-anak, tetapi juga perlu memastikan terpenuhinya kebutuhan psikis mereka. Keluarga adalah sekolah pertama dan utama, di sana ada pertemuan antarhati lewat komunikasi yang bermakna.
Kisah ini diinspirasi oleh asistensi atau pendampingan yang dilakukan oleh guru-guru SMP Santo Thomas 1 Medan kepada peserta didik. Dalam asistensi ditemukan, ternyata keluarga-keluarga kita tidak sedang baik-baik saja. Para guru menemukan adanya goresan-goresan luka dalam batin peserta didik karena pengalaman yang kurang mendukung di tengah keluarga. Ada yang keluarga yang retak, yang membuat anak-anak kurang didukung dan merasa terasing di rumah.
Ketua YPK Don Bosco KAM Yosef Yuki Hartandi, CDD, mengatakan bahwa pergelaran ini bukan hanya hura-hura, juga bukan sekadar unjuk kemampuan murid. “Selain menjadi bukti murid-murid SMP Santo Thmas 1 adalah generasi yang berbakat, kreatif, dan cinta budaya, kegiatan ini mampu memberi inspirasi bagi yang lain,” katanya. Mengutip Surat Rasul Paulus kepada Timotius, Romo Yuki, berpesan agar anak-anak tidak diremehkan karena mereka masih muda.
Asistensi merupakan model pendidikan Bosconian melalui pendampingan anak-anak. Santo Yohanes Bosco, pelindung YPK Don Bosco KAM, di mana SMP Santo Thomas 1 bernaung, mengatakan bahwa anak-anak adalah manusia yang masih rentan karena mereka sedang berjalan menuju kematangan. Tugas guru, termasuk orang tua, menuntun mereka agar terhindar dari kerusakan melalui pendekatan hati. Model pendampingan inilah yang dilakukan SMP Santo Thomas 1.
Pergelaran seni ini menggaungkan nilai-nilai Bosconian dan profil pelajar Pancasila. Ada tiga nilai inti Bosconian, yaitu akal budi, iman, dan cinta penuh kebaikan. Sedangkan nilai profil pelajar Pancasila ada enam, yaitu beriman dan bertakwa kepada TME serta berakhlak mulai; mandiri; berkebinekaan global; bergotong royong; bernalar kritis; dan kreatif. Kegiatan sekolah yang mengandung nilai-nilai ini dipadukan menjadi satu dalam rangkaian perayaan yang menarik.
Kepala Sekolah SMP Santo Thomas 1 Medan Krismanus Simarmata mengatakan, kegiatan ini buah kolaborasi berbagai pihak, khususnya orang tua. “Mempersiapkan 800 pemeran (semua siswa SMP) dalam pergelaran ini membutuhkan kerja sama. Anak-anak sungguh mudah kami arahkan karena orang tua sudah memberikan didikan yang baik di keluarga. Peran orang tua sangat besar. Kami siap memberikan pelayanan pendidikan terbaik bagi mereka di sekolah”, pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply