Pelajaran Bahasa Indonesia di Australia Perlu Diintensifkan, Wah, Bakal Butuh Banyak Guru Nih

Retno Marsudi Menlu RI pada Penerima Beasiswa LPDP 2022 (Dok. KalderaNews/NovaYulfia)
Sambutan Retno Marsudi Menlu RI pada Penerima Beasiswa LPDP 2022 (KalderaNews/Nova Yulfia)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, Kalderanews.com– Dalam kunjungannya ke Australia pekan lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, mengatakan Indonesia menganggap sangat penting untuk mengintensifkan pengajaran Bahasa Indonesia di Australia.

Menurut Menlu, hal itu menjadi salah satu upaya penguatan kerjasama bilateral kedua negara.

“….Saya tekankan pentingnya intensifikasi pengajaran bahasa Indonesia di Australia untuk mendorong penguatan people to people contact,” kata Retno Marsudi saat menyampaikan briefing dalam rangka kunjungan kerja ke Canberra, dari Canberra, 9 Februari 2023.

Hal yang sama ia tekankan saat melakukan kunjungan/courtesy call ke kediaman resmi Gubernur Jenderal Australia, David Hurley dan Perdana Menteri Anthony Albanese.

“…Dengan Gubernur Jenderal, kita tekankan secara khusus mengenai pentingnya people to people contact yang akan menjadi landasan yang sangat kuat bagi upaya untuk terus memajukan hubungan kita dengan Australia,” kata Retno.

BACA JUGA:

Retno bercerita bahwa dalam penerimaan rombongan Menlu, Gubernur Jenderal Australia menyampaikan pidato dalam Bahasa Indonesia. Pada tahun-tahun sebelumnya, David Hurley juga melakukan hal serupa, berpidato dalam Bahasa Indonesia saat berkunjung ke Jakarta (2020) maupun saat ikut dalam perayaan kemerdekaan Indonesia di KBRI Australia (2019).

Peminatnya Merosot

Bahasa Indonesia pernah menjadi salah satu bahasa yang popular di Australia. Ia menjadi salah satu bahasa asing utama yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Hanya saja minat untuk mempelajarinya terus mengalami penurunan. Keprihatinan ini sudah menjadi diskusi yang serius dalam dua dekade terakhir.

Salah satu ahli yang secara intensif melakukan studi tentang hal ini adalah Michelle Kohler. Ia peneliti dari Research Centre for Languages and Cultures University of South Australia.

Pada tahun 2010 ia bersama Phillip Mahnken dari Faculty of Arts and Social Sciences University of the Sunshine Coast Logos of University of South Australia menerbitkan penelitian tentang hal ini. Judulnya “The Current State of Indonesian Language Education in Australian Schools.” Studi tersebut menyampaikan keprihatinan yang mendalam tentang semakin merosotnya minat mempelajari Bahasa Indonesia di Negara Kanguru.

“Data kuantitatif menunjukkan bahasa Indonesia saat ini menjadi bahasa utama di sekolah-sekolah Australia. Namun, analisis data yang lebih dalam, dengan jelas menunjukkan bahwa jumlah program yang ditawarkan dan siswa yang belajar Bahasa Indonesia mengalami penurunan yang serius,” tulis Kohler dan Mahnken dalam studi mereka.

Padahal, kata Kohler dan Mahnken, secara historis, Australia telah menjadi pemimpin dunia dalam pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Selain itu Australia juga pernah dikenal sebagai pusat keahlian di bidang politik, sejarah, ekonomi, antropologi dan disiplin ilmu Indonesia lainnya.

Menurut studi Kohler dan Mahnken, Bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa utama di sekolah-sekolah Australia yang tanpa organisasi linguistik dan budaya yang didanai untuk mendukung pembelajaran bahasa dan budaya sasaran di luar negara asal.

Penurunan minat belajar Bahasa Indonesia di Australia memiliki pola yang khas. Pesertanya cukup besar jumlahnya di tingkat SD namun menurun di tingkat SMP dan merosot drastis di tingkat SMA.

Pada tahun 2010, ada 191.000 pelajar yang mempelajari Bahasa Indonesia di tingkat SD, SMP, dan SMA. Namun 63 persen adalah pelajar di tingkat SD. Sementara di tingkat SMA yang belajar Bahasa Indonesia hanya 1.167 pelajar, yaitu tidak sampai 1 persen dari total pelajar di SD dan SMP.

“Data yang tersedia menunjukkan 99 persen pelajar Australia yang belajar bahasa Indonesia tidak melanjutkannya sebelum menyelesaikan Kelas 12,” demikian studi Kohler dan Mahnken.

“Tingkat berkurangnya peserta program Bahasa Indonesia di sekolah menengah sangat tinggi dan diperlukan strategi intervensi,” lanjut studi mereka.

Dalam bagian lain studi tersebut dikatakan bahwa “terjadi penurunan substansial dalam jumlah program Bahasa Indonesia dan partisipasi siswa dalam program, sejak tahun 2001, dengan jumlah penurunan sebesar 10.000 siswa setiap tahun.”

Pada tahun 2021 Kohler kembali melakukan studi untuk tema serupa. Studi itu berjudul A Contemporary Rationale for Indonesian Language and Studies in Australian Schools: Literature Scan.

Kesimpulan yang diperoleh hampir sama. “Studi kami mengkonfirmasi bahwa program pengajaran Bahasa Indonesia cukup stabil di tingkat Sekolah Dasar, menjadi terbatas di tingkat SMP dan sangat kecil di tingkat SMA,” demikian Kohler.

Di tingkat perguruan tinggi kecenderungan yang sama terjadi. Pada awal tahun 2000an, terdapat 23 universitas yang menawarkan studi Bahasa dan Budaya Indonesia dengan 1.700 mahasiswa. Pada rentang 2001-2010, terjadi penurunan sebesar 37 persen di tengah peningkatan jumlah mahasiswa secara keseluruhan sebesar 40 persen.

Kekurangan Guru

Telah banyak studi yang memaparkan penyebab hal ini terjadi. Terdapat banyak faktor. Di antaranya, karena semakin beragamnya pilihan bahasa asing yang tersedia. Misalnya, Bahasa Jepang, China, bahkan Bahasa Prancis, yang semakin meningkat peminatnya.

Faktor lainnnya adalah karena banyak orang tua murid yang memandang pelajaran bahasa asing kurang penting. Anak-anak mereka lebih difokuskan kepada pelajaran sains.

Faktor berikutnya adalah persepsi yang salah tentang Indonesia. Bahasa Indonesia masih dipandang sebagai negara kurang bergengsi. Selain itu cukup banyak stereotip negatif yang dilekatkan kepada Indonesia.

Faktor yang tidak kalah penting adalah soal penyediaan guru. Hal ini disoroti oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, dalam wawancara dengan The Jakarta Globe, beberapa waktu lalu.

Penny Williams menekankan pentingnya membina pendidikan bahasa Indonesia di sekolah dan meningkatkan jumlah calon guru. Meningkatkan pengajaran Bahasa Indonesia di Australia menurut dia adalah tentang “bekerja dengan sekolah … membangun kader guru Indonesia.”

Studi Kohler pun membahas tentang tantangan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia di Australia. Studi itu mengatakan sekolah-sekolah di Australia membutuhkan guru bahasa yang andal. Ini menjadi perhatian utama kepala sekolah dalam memutuskan pelajaran bahasa yang akan ditawarkan di sekolah yang ia pimpin.

Dalam kasus pengajaran Bahasa Indonesia, tidak memadainya guru yang berkualitas dapat membuat mata pelajaran tersebut rentan untuk tidak diajarkan. Sebagai gantinya adalah pelajaran bahasa lain yang dapat menyediakan guru yang dipandang berkualitas.

Tantangan lain dalam pengajaran Bahasa Indonesia di Australia, menurut Kohler. menyangkut kemampuan bahasa dan pengetahuan konten pedagogis. Mengutip beberapa studi, Kohler mengatakan ada guru yang kurang memiliki pengetahuan tentang pendekatan kritis untuk pengajaran budaya dan kuatnya etnisitas dalam kultur Indonesia.

Ia mengatakan para guru menghadapi ketegangan dalam hal “…pemahaman ketidakterpisahan mendasar agama, bahasa, dan budaya di Indonesia, dengan sifat yang dominan sekuler sekolah di Australia, di mana topik agama selalu dihindari.”

Meskipun terdapat kesulitan ini, Kohler mengatakan area ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat siswa, jika ditangani dengan baik. Untuk itu diperlukan investasi untuk meningkatkan kemampuan guru.

Pada kesimpulan studinya, Kohler mengatakan perlunya kerjasama antara Pemerintah Australia dan Indonesia serta pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan arah pengajaran Bahasa Indonesia di Australia. Selama ini, ia mengatakan telah ada berbagai inisiatif dalam skala mikro dan tingkat lokal yang dinilai membantu.

Di antaranya pendekatan berbasis masyarakat dengan didirikannya Balai Bahasa berbagai negara bagian/teritori. Inisiatif ini berjalan berdasarkan pola kemitraan antara relawan masyarakat setempat, pemerintah Indonesia dan otoritas pendidikan lokal. Balai Bahasa menawarkan berbagai layanan Bahasa dan Kebudayaan Indonesia kepada masyarakat setempat, misalnya, menjalankan program kelas bahasa Indonesia, Festival Film Indonesia tahunan, Program Bantuan Bahasa untuk sekolah, dan study tour ke Indonesia.

Di luar inisiatif mikro, studi Kohler menyarankan perlunya kebijakan strategis untuk membangkitkan kembali pengajaran Bahasa Indonesia di Australia.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*