JAKARTA, KalderaNews.com – Belakangan ini Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah menjadi perbincangan masyarakat khususnya di media massa terkait berbagai isu yang memojokkan BRIN.
BRIN menegaskan hal ini tidak hanya merugikan BRIN sebagai lembaga, tetapi juga berpotensi merusak upaya dan kerja keras berbagai pihak untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi bagi Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Secara khusus berbagai isu ini juga sangat menyakiti sivitas BRIN yang sedang berjuang bebenah diri, serta berkorban meninggalkan zona nyamannya demi masa depan riset dan inovasi yang lebih baik di Indonesia.
BACA JUGA:
- Merasa Dipojokkan dalam 8 Isu Krusial dari Habibie Hingga Penyelewengan Anggaran, Ini Klarifikasi Lengkap dan Kilah Panjang Lebar BRIN
- Komisi X DPR RI Pertanyakan Efektivitas Riset Akademik BRIN
- University of Ulsan (UOU) Dinilai Leading, BRIN Teken 3 LoI Bidang Kimia
Sejumlah pemberitaan yang tendensius ini tidak mendidik dan tidak mencerahkan publik, serta kontra produktif dengan upaya meningkatkan literasi iptek masyarakat.
Sebagai bagian dari upaya edukasi publik, BRIN merasa ini adalah saat yang tepat untuk memberikan penjelasan resmi secara komprehensif atas berbagai isu yang berkembang.
BRIN selalu terbuka untuk memberikan penjelasan atas berbagai pertanyaan sebagai konsekuensi dari berbagai kebijakan publik yang telah diambil.
Berbagai kebijakan yang diambil di BRIN adalah aksi nyata BRIN untuk melakukan transformasi kelembagaan dan tata kelola riset dan inovasi di tanah air secara menyeluruh, serta implementasi revolusi mental untuk mengubah pola pikir dan kerja para periset di Indonesia.
Transformasi di kelembagaan dan tata kelola di BRIN adalah yang terbesar dalam sejarah republik ini, dan bahkan telah menjadi model serta tolok ukur baru berbagai lembaga riset di dunia. BRIN meyakini upaya ini mendapatkan dukungan dari sebagian besar komunitas periset dan masyarakat Indonesia.
Terkait isu penyelewengan anggaran di BRIN, berikut klarifikasi lengkapnya:
1). Hasil Pemeriksaan BPK RI
BPK RI telah selesai melakukan proses PDTT (Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu) pada akhir 2022 sebagai bagian dari proses likuidasi DIPA pada 5 eks entitas lama (Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN, dan LIPI). Tetapi sampai hari ini (8 Februari 2023) BRIN belum menerima LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK RI. Sebagai bagian dari proses sebelum penerbitan LHP, pada pertengahan Januari 2023 lalu, BRIN telah melaksanakan tahap respon untuk mengklarifikasi KHP (Konsep Hasil Pemeriksaan). Dengan demikian, secara resmi belum ada temuan dari BPK RI terhadap BRIN. Sesuai ketentuan, seharusnya KHP belum dapat menjadi dokumen publik karena masih membutuhkan klarifikasi dari kedua pihak (pemeriksa dan terperiksa).
2). Kekurangan Volume atas Pekerjaan Infrastruktur
BRIN sangat menyayangkan adanya penyampaian informasi yang sama sekali tidak tepat, tendensius, dan tanpa klarifikasi terkait potensi kelebihan pembayaran kepada penyedia barang/jasa pelaksana pembangunan.
Sesuai prosedur, setiap pembangunan fisik yang diselesaikan oleh K/L akan dilakukan pemeriksaan bersama untuk memastikan kebenaran penyelesaian, termasuk apabila ada temuan, misalnya kekurangan volume pekerjaan yang selalu terjadi akibat perbedaan antara perencanaan dan kondisi riil di lapangan. Sebagai tindak lanjut, K/L wajib melakukan penagihan kembali ke penyedia barang/jasa apabila terjadi kelebihan pembayaran sesuai rekomendasi Tim Pemeriksa.
Secara umum selisih kekurangan volume pada pekerjaan konstruksi di BRIN jauh di bawah 1% dari nilai pekerjaan, dan selalu dilakukan penagihan kembali sesuai rekomendasi Tim Inspektorat BRIN maupun BPK RI untuk disetorkan secara langsung ke kas negara oleh penyedia barang/jasa.
Salah satu contoh ketidakakuratan artikel Koran Tempo yang sangat menyesatkan adalah data infografis yang menuliskan adanya kekurangan volume senilai Rp. 808 miliar pada pekerjaan gedung BASICS (Bandung Advanced Science and Creative Space), padahal nilai kontrak pekerjaan yang telah dituntaskan tersebut tidak lebih dari Rp. 300 miliar.
3). Postur Anggaran BRIN TA 2023
Postur anggaran BRIN untuk TA 2023 seperti tergambar di ilustrasi dengan total Rp. 6.388 triliun. Pagu ini tidak banyak berubah bila dibandingkan dengan total pagu pada TA 2021 dari 5 entitas yang diintegrasikan ke BRIN secara menyeluruh, yaitu Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN dan LIPI. Postur anggaran ini tercantum dalam DIPA BRIN TA 2023 yang merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh masyarakat.
Dari pagu tersebut, BRIN harus mengalokasikan 64% untuk operasional yang berisi belanja gaji pegawai dan kebutuhan rutin seperti utilitas (listrik, telepon, internet, air), alih daya untuk kebersihan – keamanan – pengemudi, BBM, kendaraan operasional, ATK, belanja berlangganan (jurnal, citra satelit untuk kebutuhan nasional), serta pemeliharaan fasilitas perkantoran.
Pasca integrasi 5 entitas dan konsolidasi unit litbang dari 72 K/L, manajemen BRIN harus mengelola pegawai sebanyak lebih kurang 15 ribu ASN di 52 lokasi perkantoran dan 100 lokasi non-perkantoran lainnya. BRIN juga harus mendukung operasi tiga reaktor riset, armada kapal riset, armada pesawat penginderaan jauh, dan berbagai infrastruktur riset lainnya.
Postur BRIN ini sangat kontras bila dibandingkan dengan K/L lain yang memiliki pagu yang serupa tetapi dengan beban jumlah ASN yang jauh lebih kecil, serta tugas dan fungsi yang tidak membutuhkan infrastruktur fisik secara masif. Sebaliknya sebagai lembaga riset, BRIN memiliki tugas dan fungsi yang sangat teknis, dan harus menanggung berbagai infrastruktur riset yang tentu membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional sangat besar. Selain itu, BRIN juga berkewajiban untuk memfasilitasi tidak hanya periset BRIN, tetapi juga seluruh periset di Indonesia.
Anggaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) di BRIN bersumber dari pendapatan kerja sama dengan pihak eksternal, dan seluruhnya dialokasikan untuk mendukung operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang murni untuk riset. Sehingga saat ini BRIN sudah tidak memakai anggaran rupiah murni (RM) untuk pemeliharaan dan operasional infrastuktur riset. Sedangkan PNBP yang bersumber dari BLU (Badan Layanan Umum) Pusyantek BRIN sepenuhnya berasal dari mitra pemakai layanan, dan dipakai untuk membiayai pelayanan yang diberikan ke mitra.
Anggaran yang bersumber dari PHLN (Pinjaman / Hibah Luar Negeri) serta SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) diperuntukkan bagi belanja infrastruktur riset baru yang bersifat produktif dan menjadi investasi aset masa depan.
Sehingga dari total pagu BRIN, sumber pembiayaan yang berasal dari RM untuk program hanya 21%, sebesar Rp. 1.310 miliar. Sesuai arahan Pesiden yang dituangkan dalam surat Menteri Keuangan (No. S-1040/MK.02/2022) ke seluruh K/L pada tanggal 9 Desember 2022, dilakukan automatic adjustment (de-facto pemotongan anggaran di depan) untuk mitigasi krisis global pada 2023. Untuk BRIN dikenakan automatic adjustment sebesar Rp. 389 miliar yang hanya bisa diambil dari alokasi RM BRIN. Sehingga secara riil, pagu RM BRIN untuk program tersisa Rp. 921 miliar. Alokasi inilah yang dialokasikan untuk mendukung berbagai program, termasuk untuk belanja bahan riset bagi para periset BRIN di 12 Organisasi Riset, mobilitas dan pengembangan SDM periset, serta belanja infrastruktur terkait gedung dan instrumen alat riset di luar pembiayaan melalui SBSN dan PHLN. BRIN sangat besar mengalokasikan anggarannya untuk infrastruktur riset, karena ini akan menjadi aset produktif dalam jangka panjang. Komponen infrastruktur riset ini adalah biaya tertinggi di hampir semua aktivitas riset.
Dengan skema infrastruktur riset yang dibuka untuk semua pihak, dan dikelola (operasional dan pemeliharaan) secara terpusat, BRIN dapat menyediakan infrastruktur riset bagi semua pihak secara jauh lebih efisien (http://elsa.brin.go.id). Upaya tersebut telah berhasil menghilangkan kendala riset utama di Indonesia yaitu rendahnya critical mass infrastruktur riset.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply