Sejarah Imlek di Indonesia, Pernah Dilarang Orde Baru, Tapi Kini Jadi Hari Libur Nasional

Ilustrasi: Rangkaian acara Imlek di Jakarta. (Ist.)
Ilustrasi: Rangkaian acara Imlek di Jakarta. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Perayaan Imlek atau Tahun Baru China pernah dilarang pemerintah. Tapi kini menjadi hari libur nasional.

Perayaan Imlek di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan berliku. Imlek sempat dilarang pada masa Presiden Soeharto.

Namun sejak era kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Imlek kembali dirayakan masyarakat Tionghoa di Indonesia.

BACA JUGA:

Dilarang Orde Baru

Peristiwa kelam 1965 menjadi pemicu pelarangan perayaan Imlek di Indonesia.

Rezim Orde Baru dengan Inpres No 14/1967 membuat Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Berdasarkan Inpres tersebut, Presiden Soeharto menginstruksikan kepada menteri agama, menteri dalam negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Isi Inpres ini antara lain adalah pelaksanaan perayaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Pertunjukan barongsai, liang liong harus sembunyi, lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Selama 32 tahun Orba berkuasa, tak pernah ada perayaan Imlek yang meriah seperti tahun-tahun terakhir ini.

Bahkan, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Presiden Soeharto, beraroma rasis terhadap Tionghoa. Hal itu bisa terlihat dari ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China pada 1966.

Perubahan pasca reformasi

Setelah Orde Baru tumbang dan Presiden Soeharto mengundurkan diri, pembatasan-pembatasan tersebut mulai luntur.

Pasca Reformasi, Presiden Habibie dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.

Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Lantas, pada 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak itulah, perayaan Imlek dapat diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa.

Kebijakan tersebut lalu ditindaklanjuti Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang menyatakan Imlek sebagai hari libur nasional.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*