JAKARTA, KalderaNews.com – Demokrasi dan tata kelola pemerintahan hubungannya sedang tidak baik-baik saja, dalam arti tidak selalu proses demokrasi mendukung lahirnya tata kelola pemerintahan yang kondusif bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Demikian disampaikan Menkopolhukam RI Prof. Dr. Mahfud MD dalam acara Dies Natalis Universitas Paramadina ke-25 di kampus Paramadina di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Selasa, 10 Januari 2023.
Menurut Mahfud, hal itu disebabkan oleh konfigurasi politik yang tidak kondusif. “Konfigurasi politik yang lahir secara demokratis di negara kita tidak selalu kondusif untuk pembangunan. Bahkan dalam hal-hal tertentu menghambat transformasi pemerintahan yang baik. Misalnya, korupsi lahir dari banyak politisi yang dipilih secara demokratis, dan jalan untuk membuat korupsi terkadang diperoleh secara demokratis,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Namun demikian, lanjut Mahfud, demokrasi masih menjadi sistem politik terbaik bagi Indonesia. Sebab, demokrasi juga melahirkan sejumlah perubahan positif, kesetaraan, dan pembangunan yang terbuka.
BACA JUGA:
- Dr. Budhy Munawar-Rachman Kritisi Gagasan Islam Inklusif Nurcholish Madjid
- Universitas Paramadina Luncurkan Center for Nurcholish Madjid Studies, Gali Pemikiran Cak Nur
- Muhadjir Effendy, Sandiaga Uno dan Jusuf Kalla Hadiri Dies Natalis ke-24 Universitas Paramadina
“Sistem demokrasi masih tetap yang terbaik. Jangan berfikir sistem lain. Adapun kekurangan-kekurangan, jebakan-jebakan konfigurasi politik yang korup tadi hendaknya kita perbaiki pelan-pelan. Karena, kalau mau jujur, demokrasi juga banyak menghasilkan kemajuan,” lanjut profesor hukum tata negara di Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut.
Mahfud MD mengatakan bahwa isu kecurangan akan selalu muncul di setiap Pemilu. Namun, kecurangan Pemilu pasca Reformasi terjadi bukan akibat pemerintah atau penyelenggara Pemilu, tetapi oleh perilaku curang antar pihak yang berkontestasi dalam Pemilu.
“Kalau dulu KPU tidak benar, ya pemerintah yang boleh disalahkan. Tapi sekarang, KPU-nya bebas, karena Parpol dan DPR sendiri yang memilih (KPU). Yang curang antar pemain (politisi),” kata Mahfud.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini, skema pengawasan Pemilu sangat kompleks. “Sekarang ada survei, ada pemantau di lokasi Pemilu, ada reportase media, ada Pengadilan Pemilu, mulai MK, Bawaslu, DKPP, semuanya lengkap dan diizinkan,” kata mantan Ketua MK tersebut.
Kendati demikian, Mahfud mengakui, kecurangan memang akan selalu ada. Namun, Mahfud menekankan penting melihat seberapa sistematis dan terstruktur tingkat kecurangan yang ada. Ke depan, Mahfud mengajak semua pihak untuk membangun konfigurasi politik yang sehat dalam sistem demokrasi.
“Jadi persoalannya bagaimana kita membangun ke depan demokrasi yang lebih berkeadaban. Mari keluar dari konfigurasi politik korup, melalui proses-proses politik yang demokratis dan tidak merusak kehidupan bersama,” ujarnya.
Hadir pula dalam acara tersebut, Rektor Prof. Didik J. Rachbini, Ketua Dewan Pembina Yayasan Paramadina Jusuf Kalla, Abdul Latif, Sofyan Djalil, Ahmad Ganis, perwakilan kedutaan besar sahabat, Lembaga internasional, dan civitas akademika Universitas Paramadina.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply