JAKARTA, KalderaNews.com – Peringatan akan terjadinya krisis pangan dan energi telah menjadi isu global yang harus diwaspadai oleh semua negara tak terkecuali Indonesia.
Bahkan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) juga telah mengeluarkan peringatan terkait ancaman krisis pangan dunia yang berakibat selain adanya lonjakan harga energi, juga akan terjadi pada harga pangan dan pupuk.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya ketahanan pangan secara global, yang dibarengi dengan krisis iklim dan konflik antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.
BACA JUGA:
- 16 Oktober, Hari Pangan Sedunia, Berikut Tema dan Sejarahnya
- BRIN-Belanda Akan Intensifkan Pemanfaatan Biodiversitas untuk Kedaulatan Pangan dan Energi
- Kang Emil Tantang Perguruan Tinggi Dirikan Prodi Renewable Energy Hingga Teknologi Pangan 4.0
Berdasarkan target yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 nilai ketahanan pangan Indonesia sebesar 95,2.
Namun nyatanya skor ketahanan pangan Indonesia dalam Global Food Security Index berada di peringkat 63 dari 113 negara dengan skor 60,2.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito menegaskan, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan nasional.
- Pandemi Covid-19 yang hingga kini terus berlangsung, krisis pangan, dan perang Rusia – Ukraina yang belum usai. “Kondisi politik dunia yang sarat perubahan menuntut kita bersama tidak sekadar berjuang mewujudkan ketahanan pangan, namun harus mewujudkan kedaulatan pangan. Krisis dunia tersebut harus dijadikan momentum kedaulatan pangan Indonesia,” ujar Mego.
- Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian pada G20 telah menegaskan komitmen untuk memanfaatkan semua perangkat kebijakan (policy tools) dalam mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, termasuk ketahanan pangan.
- Kebijakan dan regulasi yang tegas, selaras, dan berpihak pada penerapan Sistem Pangan Nasional Berkelanjutan. “Perlunya melakukan tata kelola pembangunan pertanian berorientasi kedaulatan pangan melalui penguatan dan kebijakan terhadap akses input produksi. Sehingga tidak lagi bergantung pada sumberdaya non lokal,” tegasnya.
- Penguatan aktivitas riset dan inovasi teknologi melalui sinergitas dan kolaborasi antara pihak pemerintah, swasta, industri, akademisi, NGO dan masyarakat. Aktivitas riset tentunya harus selaras dengan arah pembangunan dan pengembangan pertanian seperti: Diversifikasi dan pengembangan pangan lokal; Optimalisasi lahan-lahan produktif dan Inovasi yang berkelanjutan.
- Sumber pendanaan yang inovatif dan berkelanjutan terkait pencapaian kedaulatan dan kemandirian pangan nasional, sehingga langkah pembangunan pertanian berkelanjutan tidak memberatkan keuangan negara dan tetap menjaga perekonomian nasional.
Mego menambahkan, secara Geografis dan Geopolitik, Indonesia akan ikut terkena imbas, bila tidak mengambil langkah langkah antisipatif dengan membuat kebijakan yang tepat untuk mewujudkan Keamanan Pangan Nasional.
“Kemandirian pangan perlu diperkuat dengan tidak bergantung pada pangan impor, yang pada akhirnya akan terjadi kedaulatan pangan, yaitu dengan memanfaatkan keberagaman sumber daya hayati, mengembalikan keberagaman pangan lokal, dan membangun industri berbasis pertanian di perdesaan,” tandasnya.
Menurut Mego, terdapat lima komponen dalam mewujudkan kemandirian pangan yaitu ketersediaan yang cukup, stabilitas ketersediaan, keterjangkauan, mutu/keamanan pangan yang baik, dan tidak ada ketergantungan pada pihak luar.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply