Dies Natalis ke-67 Universitas Sanata Dharma Refleksikan Tantangan Pendidikan Hari Ini dan Esok

Dosen Universitas Pertahanan, Dr. Ir. Hasto Kristiyanto, M.M
Dosen Universitas Pertahanan, Dr. Ir. Hasto Kristiyanto, M.M (KalderaNews/Dok. Humas USD)
Sharing for Empowerment

YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Rektor Universitas Sanata Dharma (USD), Albertus Bagus Laksana, SJ., S.S.,Ph.D. menegaskan wacana pendidikan akhir-akhir ini gencar dibahas seiring adanya RUU Sisdiknas. Pembahasan tentang wacana pendidikan tersebut cukup penting mengingat banyaknya krisis global yang muncul bersamaan.

“Masih banyak yang harus dibicarakan secara mendalam dan juga harus diantisipasi bersama termasuk peran lembaga pendidikan tinggi bersama kekuatan masyarakat sipil dan masyarakat politik.”

“Melalui Seminar Ilmiah ini, USD ingin mengadakan refleksi mengenai pendidikan dalam bingkai wacana pendidikan nasional, situasi global yang berubah, termasuk ilmu politik, pemikiran-pemikiran Bung Karno, dan peran pendidikan tinggi, khususnya Universitas Sanata Dharma,” tegasnya di Seminar Ilmiah Dosen dalam rangka Dies Natalis ke-67 Sanata Dharma bertema “Pendidikan, Perubahan Geopolitik Global, dan Peran Perguruan Tinggi” di R. Drost Kampus III Paingan Yogyakarta pada Jumat, 16 Desember 2022.

BACA JUGA:

Seminar Ilmiah menghadirkan 3 pembicara yaitu Prof. Dr. Al Makin (Rektor UIN Sunan Kalijaga), Ouda Teda Ena, Ed.D., (Dosen Magister Pendidikan Bahasa Inggris USD) dan Dr. Ir. Hasto Kristiyanto, M.M (Dosen Universitas Pertahanan).

Pada sesi pertama yang dimoderatori Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. (PGSD), Prof Al. Makin menegaskan bahwa saat ini dunia politik jauh dari aktivisme, sementara aktivisme tidak hidup dan dunia pendidikan semakin pragmatis.

“Pendidikan kita sekadar menyiapkan tenaga bagi pasar, namun tidak pernah berfikir tentang politik, tentang kesenjangan sosial dan solidaritas bergotong-royong,” ungkapnya.

Ouda Teda Ena, Ed.D., menyampaikan refleksi atas pendidikan dalam perspektif humanisasi. Ia berpendapat kalau pendidikan sejatinya adalah usaha humanisasi yang bertujuan untuk membentuk manusia yang integral dan utuh.

“Definisi dan wujud manusia integral akan selalu berubah karena konteks jaman yang berubah. Tantangan bagi pendidikan masa ini adalah memahami konteks yang ada sehingga pendidik bisa membantu anak didik bertranformasi menjadi manusia integral untuk menghidupi jamannya dengan penuh makna,” ungkapnya.

Ouda menjelaskan tantangan pendidikan masa kini secara internal ialah lingkungan pendidikan yang sangat terstandarisasi dan terkontrol kurang mendukung pertumbuhan kreativitas. Tingkat keterlibatan baik siswa maupun guru/dosen hanya sebatas keterlibatan ritual atau bahkan pembangkangan.

“Kalau kita hanya mengikuti ayunan bandul kebijakan yang ekstrem maka hasilnya hanyalah sebuah reformasi pendidikan yang semu. Pendidikan kita harus otentik dan kontekstual.”

“Pendidikan kita harus berpusat pada anak didik mulai dari pikiran, perkataan, dan perbuatan. Maka sebagai pendidik kita perlu menghidupi tegangan, untuk dengan sadar memilih jalan yang tidak mudah, yaitu mengusahakan keunggulan menurut standar yang dituntut regulasi, sekaligus menjadi sarana pembebasan manusia menuju keutuhan dirinya,” tegasnya.

Pada sesi kedua dengan moderator Yustinus Tri Subagya, M.A., Ph.D. (Magister Kajian Budaya), Dr. Ir. Hasto Kristiyanto, Dosen Universitas Pertahanan, berbicara tentang pemikiran geopolitik Ir. Soekarno, relevansinya dalam konteks perubahan geopolitik global dan peran pendidikan perguruan tinggi.

Menurut Hasto, pemikiran geopolitik Presiden RI pertama itu bertujuan membangun visi Indonesia bagi dunia, maka fokus Soekarno adalah membangun tradisi intelektual. Hal inilah yang sebenarnya menjadi peran kunci Perguruan Tinggi, melalui tridharma-nya.

“Perguruan Tinggi adalah salah satu motor penggerak kemajuan. Perguruan Tinggi menjadi pelopor tindakan yang bersifat progresif revolusioner dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan teknologi melalui riset dan inovasi yang berpihak pada kemajuan bangsa. Perguruan tinggi menjadi elemen penting dalam pengujian secara kuantitatif pemikiran geopolitik Bung Karno. Dari kampuslah bergelora semangat untuk menjadikan Indonesia terdepan,” ujarnya.

Lebih lanjut Hasto menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi juga menjadi lahan kaderisasi kepemimpinan nasional yang berbasis kepemimpinan intelektual.

“Universitas harusnya mendorong siapa yang ingin terjun ke dunia politik, wajib memiliki kepemimpinan intelektual melalui tradisi akademis yang matang. Maka, kalau ada yang mau masuk politik, kuasai kepemimpinan intelektual dahulu. Ini menjadi sangat penting,” tutup Hasto.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*