JAKARTA, KalderaNews.com – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberi catatan terhadap kebijakan Kemendikbudristek, Merdeka Belajar yang berjilid-jilid. Jauh panggang dari api.
FSGI melihat di lapangan kebijakan yang sebenarnya bagus secara konsep, tapi Merdeka Belajar tidak berhasil membumi.
“Cerita Merdeka Belajar yang berjilid-jilid dan tidak pernah selesai seakan menuju akhir episode yang menghawatirkan. Gagasan kebijakan sampai implementasi di lapangan masih jauh panggang dari api,” ucap Sekjen FSGI, Heru Purnomo.
BACA JUGA:
- 7.948 Lulus PGP Angkatan 4, Emang Angkatan Sebelumnya Sudah pada Jadi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah?
- Guru yang Baik Adalah Guru yang Terus Belajar
- Nadiem: Saya Tunggu Inovasi Hebat yang Lahir dari Dedikasi dan Rasa Berani
Heru Purnomo menambahkan, sebenarnya Merdeka Belajar yang diusung Kemendikbudristek ini memiliki tujuan untuk mencapai pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Tetapi, tampaknya di level pemahaman kebijakan ini saja, masih jauh dari harapan,” kata Heru Purnomo.
Tak berdampak ke dunia pendidikan
Sementara, Wakil Sekjen FSGI, Mansur menjelaskan, sejak konflik merek Merdeka Belajar, FSGI selaku organisasi profesi guru telah memberikan kritik dan rekomendasinya.
Tapi, kebijakan ini terus ditayangkan, bahkan kini telah mencapai 22 Episode.
“Apakah benar semua telah menuju ke arah transformasi pendidikan Indonesia? Apakah setiap episodenya berjalan berkesinambungan?” ujar Mansur.
“Apakah dapat terlihat masa depan pendidikan Indonesia yang berkualitas atau justru terbaca tujuan spekulatif yang tidak berkelanjutan?” imbuh Mansur.
Mansur menyebut, terobosan Merdeka Belajar episode ke-1 dengan empat bidang sasaran, yaitu mengganti UN menjadi Asesmen Nasional.
Bahkan membatalkan UN 2020, menghapus USBN yang bertepatan dengan pandemi Covid-19, menyederhanakan RPP menjadi 1 lembar, dan menyesuaikan kuota jalur prestasi maupun zonasi.
Tetapi kenyataannya, tak semua episode Merdeka Belajar berdampak bagi pendidikan, bahkan tidak sedikit yang dinilai kontra produktif terhadap pendidikan di Indonesia.
Kritik keras FSGI
Pada saat Merdeka Belajar episode ke-4, Program Organisasi Penggerak (POP) diluncurkan. Hal itu menuai berbagai reaksi ketidakpercayaan publik mengemuka.
“FSGI memberikan kritik keras dimulai dari proses rekrutmen hingga model impelementasinya,” kata Kepala Bidang Diklat FSGI, Eka Ilham.
Eka Ilham mengatakan, dari fakta lapangan diketahui bahwa kebanyakan pelatihan model online yang diikuti para guru sekolah sasaran sebatas pelatihan 1-3 jam atau paling lama dengan durasi 3 hari.
Lalu, kebanyakan berisi teori tanpa dibekali praktik dan tidak disertai pendampingan.
“Hal ini menyebabkan banyak guru justru bingung saat akan mencoba mengimplementasikan, karena tak ada contoh-contoh praktik yang sudah dilakukan,” ujar Eka Ilham.
Akibatnya, kata Eka Ilham, pelatihan hanya tinggal pelatihan yang berujung sekadar pengetahuan tanpa implementasi.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply