Sulit Ditebak, Inilah Nama-nama yang Diunggulkan Memenangkan Nobel Sastra 2022

Penghargaan Nobel di bidang Sastra (KalderaNews/Ist)
Penghargaan Nobel di bidang Sastra (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

STOCKHOLM, KalderaNews.com – Akademi Swedia akan mengumumkan pemenang Hadiah Nobel Sastra yang sering dikritik karena komite penghargaan yang gemar menyoroti penulis yang kurang dikenal pada hari ini.

Dalam dua tahun terakhir, akademi yang beranggotakan 18 orang telah menganugerahkan penghargaan bergengsi kepada penyair AS Louise Gluck dan penulis Tanzania Abdulrazak Gurnah, dua penulis yang karyanya belum diterjemahkan secara luas dan tidak banyak diketahui masyarakat luas.

“Setelah tahun lalu, saya pikir mungkin sedikit lebih sulit untuk menebak siapa yang bisa menang tahun ini,” aku Lina Kalmteg, kritikus sastra pada penyiar Radio Swedia.

BACA JUGA:

“Saya pikir kita bisa mengharapkan nama yang lebih terkenal tahun ini setelah kejutan tahun lalu,” imbuh Bjorn Wiman, editor budaya di surat kabar Swedia Dagens Nyheter.

Akademi perlahan pulih dari skandal #MeToo yang menghancurkan sehingga menyebabkan penundaan penghargaan pada 2018 silam dan keputusan kontroversialnya setahun kemudian terkait penulis Austria Peter Handke.

Handke mendukung mantan presiden Serbia Slobodan Milosevic, yang diadili karena genosida ketika dia meninggal pada 2006.

Makanya sejak tiga tahun lalu akademi tersebut menjanjikan kriteria baru yang mengarah pada penghargaan sastra yang lebih global dan mengedepankan kesetaraan gender.

“Akademi sekarang sangat sadar akan reputasinya dalam hal keragaman dan representasi gender, dengan cara yang sama sekali berbeda dari sebelum skandal 2017-2018,”, kata Wiman seperti dikutip AFP.

“Banyak orang baru telah bergabung dengan akademi dengan perspektif baru dan referensi lain,” katanya merujuk pada tim yang tidak lagi hanya terdiri dari pria kulit putih yang lebih tua.

Sejak skandal #MeToo, akademi telah menganugerahkan Nobel kepada dua wanita — Louise Gluck dan Olga Tokarczuk dari Polandia dan satu pria. Lalu apakah itu pertanda baik bagi wanita lain tahun ini?

Jika demikian, Joyce Carol Oates dari Amerika Serikat, Annie Ernaux dan Maryse Conde dari Prancis dan Margaret Atwood dari Kanada bisa mendapatkan penghargaan pada tahun ini.

Penulis Rusia dan kritikus Kremlin yang blak-blakan, Lyudmila Ulitskaya, sering pula disebut-sebut sebagai calon potensial dan jika mendapatkannya tentu bakal bisa mengirimkan pesan yang kuat setelah invasi Moskow ke Ukraina.

Hadiah untuk Ulitskaya akan memicu reaksi, kata Wiman, terkait penentangannya terhadap Kremlin, tetapi juga bisa dianggap kontroversial karena mempromosikan budaya Rusia pada saat Moskow dicerca karena invasinya ke Ukraina.

“Ini adalah jenis debat intelektual kompleks yang benar-benar ingin kita lihat di seputar Nobel,” kata Wiman.

Tidak seperti banyak penghargaan sastra lainnya, memang tidak ada daftar ringkas untuk Nobel, apalagi nominasi akademi dan pertimbangannya selalu dirahasiakan selama 50 tahun ini.

Dibiarkan hanya sebatas sebagai spekulasi, kandidat dari Perancis Michel Houellebecq, nama ini juga terus muncul selama bertahun-tahun.

Di tempat kedua adalah penulis Inggris Salman Rushdie, yang menjadi korban percobaan pembunuhan pada bulan Agustus.

Nama-nama lain yang sering disebut-sebut sebagai calon pemenang adalah Ngugi wa Thiong’o dari Kenya, Laszlo Krasznahorkai dari Hongaria dan penulis AS Thomas Pynchon dan Don DeLillo.

“Novel-novel postmodern Amerika yang hebat belum dihormati,” Jonas Thente, kritikus sastra di Dagens Nyheter.

Namun favorit lainnya termasuk Jon Fosse dan Karl Ove Knausgaard dari Norwegia, yang dapat membawa hadiah itu kembali ke Skandinavia lebih dari satu dekade setelah diberikan kepada penyair Swedia Tomas Transtromer.

Maria Hymna Ramnehill, kritikus di harian regional Goteborgs-Posten berharap hadiah itu akan diberikan kepada penulis Prancis-Maroko Tahar Ben Jelloun atau Dubravka Ugresic dari Kroasia.

“Dengan cara yang berbeda, keduanya memiliki body of work yang mengeksplorasi identitas dalam kaitannya dengan nasionalisme dan gender,” katanya.

“Mereka berbicara tentang identitas mereka dengan cara yang kompleks yang menyoroti kenyataan yang rumit dan sulit dipahami yang kita jalani dan yang tidak dapat dijelaskan dengan solusi sederhana,” tandasnya.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*