JAKARTA, KalderaNews.com – Perubahan skema seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) sedang menjadi perbincangan hangat.
Salah satunya terkait perubahan seleksi dalam SBMPTN, yang menghapus Tes Kemampuan Akademik (TKA) atau tes mata pelajaran, dan hanya ada Tes Potensi Skolastik.
Tes tersebut juga dibedakan untuk jurusan IPA dan IPS agar pihak universitas dapat mengetahui kemampuan siswa.
BACA JUGA:
- Berikut Sejumlah Perubahan Seleksi Masuk PTN di Merdeka Belajar Episode 22
- Menteri Nadiem: SBMPTN Tidak Ada Lagi Tes Mata Pelajaran, Tak Perlu Ikut Bimbel Lagi
- Menteri Nadiem Ubah Skema Seleksi Masuk PTN, Warganet: Pak, Kami Lelah, Berubah Mulu!
Di samping itu, kebijakan untuk memperbolehkan lintas jurusan di seleksi masuk perguruan tinggi negeri pun jadi sorotan.
Mantan Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Negeri (LTMPTN) yang kini menjabat Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof Mohammad Nasih tak sepenuhnya setuju dengan kebijakan itu.
Prof Nasih mengatakan, kebijakan itu perlu ditinjau ulang, terutama mengenai lintas jurusan.
Menurut Prof. Nasih, peminatan sejak SLTA tetap perlu dipertimbangkan agar peserta didik dapat mengikuti perkuliahan dengan baik.
“Meski sesungguhnya tesnya adalah tes skolastik semata, tetapi di semua hal termasuk kemungkinan akan ada persyaratan tertentu di prodi-prodi tertentu itu,” kata Prof Nasih.
Linearitas antara SLTA dan perguruan tinggi tetap harus dipertimbangkan, karena pada jenjang universitas, mahasiswa juga dituntut untuk memiliki dasar yang cukup mumpuni untuk mengikuti mata kuliah yang diajarkan.
“Meskipun ini tidak bisa menjadi syarat program studi, maka kita bisa meminta portofolio untuk program studi-program studi yang ada di Unair. Sehingga pendaftar nantinya, setidaknya harus menyerahkan rapor mata pelajaran yang relevan dengan program studi yang ada,” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair ini.
Hal tersebut, kta Prof. Nasih, juga sebagai penghargaan bagi para siswa yang telah menempuh pelajaran selama tiga tahun di SLTA, sehingga apa yang didapatkan sebelumnya tidak akan berakhir sia-sia.
Katanya, ketika Merdeka Belajar justru diartikan sebagai kebebasan yang terlalu liberal, maka hal tersebut merupakan pemborosan.
“Kami selalu memberikan warning bagi masyarakat, bahwa setiap program studi itu memerlukan bekal khusus agar bisa lancar dalam menempuh studinya dan juga kami tidak segan-segan untuk memberikan evaluasi pada satu tahun pertama,” kata Prof. Nasih.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply