JAKARTA, KalderaNews.com – Pemerintah telah resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Agustus lalu.
Namun, RUU Sisdiknas itu banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Bahkan, beberapa fraksi di DPR RI mengaku menolak RUU Sisdiknas masuk dalam pembahasan Program Legeslasi Nasional (Prolegnas) tahun 2022.
BACA JUGA:
- Wakil Ketua MPR: RUU Sisdiknas Harus Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat
- Ternyata, Banyak Fraksi di DPR yang Tolak UU Sisdiknas Masuk Prolegnas Prioritas 2023
- Revisi UU Sisdiknas Terkesan Kurang Transparan dan Minim Pelibatan Publik
Nah, berikut ini beberapa poin penting yang dirangkum KalderaNews.com berdasar pemaparan RUU Sisdiknas pada Agustus 2022:
- RUU Sisdiknas ini mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Dikti dalam satu UU untuk melaksanakan amanah UUD 1945 tentang satu sistem pendidikan, dan agar pengaturan di tingkat UU tidak tumpang tindih.
- Untuk merespon perkembangan yang cepat, undang-undang ini disusun lebih fleksibel, tidak terlalu rinci.
- RUU Sisdiknas sudah mengakomodasi semua putusan Mahkamah Konstitusi terkait tiga UU yang diintegrasikan.
- Prinsip-prinsip Merdeka Belajar yang menekankan kualitas belajar mengajar serta memperluas ruang inovasi dalam sistem pendidikan perlu terkandung dalam RUU Sisdiknas ke depannya.
- Mengganti istilah “peserta didik” menjadi “pelajar” untuk menegaskan posisi aktif pelajar sebagai subjek utama pendidikan, bukan hanya sebagai peserta proses pendidikan.
- Mengganti prinsip membaca, menulis, dan berhitung dengan penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada pelajar dan lebih holistik untuk mengembangkan kompetensi multidimensi dan kompetensi global.
- Menambahkan prinsip inklusif untuk menghilangkan hambatan yang membatasi partisipasi dan menghargai keberagaman kebutuhan, kemampuan dan karakteristik pelajar sesuai dengan mandat UU Penyandang Disabilitas.
- Menambahkan prinsip dari UU Pendidikan Tinggi yaitu menjunjung tinggi kebenaran ilmiah.
- Wajib belajar terdiri atas: 1. Wajib belajar 10 tahun pada pendidikan dasar yang mencakup kelas prasekolah (kelas 0), kelas 1-kelas 9. Wajib belajar ini berlaku secara nasional. Wajib belajar pada pendidikan menengah, mencakup kelas 10-kelas 12.
- Pemerintah mendanai penyelenggaraan wajib belajar bagi semua satuan pendidikan (negeri maupun swasta) yang memenuhi persyaratan. Satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya, namun masyarakat dapat berkontribusi secara sukarela, tanpa paksaan, dan tidak mengikat. Sementara, di luar wajib belajar, Pemerintah mendanai satuan pendidikan negeri dan dapat memberikan bantuan kepada satuan pendidikan swasta, serta pada satuan pendidikan negeri, uang sekolah non wajib belajar ditetapkan sesuai kemampuan ekonomi pelajar.
- Jenjang pendidikan dasar terdiri atas kelas prasekolah, kelas 1 sampai kelas 9. Kelas prasekolah bertujuan untuk membantu anak menjalani transisi dengan lancar menuju proses belajar yang lebih terstruktur.
- PAUD menjadi jenjang tersendiri dalam pengaturan tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional. PAUD dapat dilaksanakan melalui jalur formal dan nonformal dengan pengaturan kategori usia dan layanan yang jelas.
- Kurikulum wajib mencakup mata pelajaran pendidikan agama, pendidikan Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Selain mata pelajaran di atas, juga ada muatan wajib matematika, IPA, IPS, seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kecakapan hidup, dan muatan lokal. Muatan wajib tidak harus dalam bentuk mata pelajaran masing-masing dan diorganisasikan secara fleksibel, relevan, dan kontekstual. Maka satuan pendidikan bisa lebih kreatif dalam mendorong pembelajaran lintas disiplin/multi disiplin.
- Menegaskan perbedaan antara asesmen dan penilaian pelajar. Asesmen merupakan bagian dari siklus pembelajaran dan dilakukan secara terus menerus untuk perbaikan pembelajaran. Sedangkan, penilaian pelajar merupakan kegiatan yang dilakukan pendidik, bukan pemerintah, yang mengandung unsur keputusan. Misalnya untuk kenaikan kelas pelajar dan kelulusan pelajar.
- Penegasan bahwa setiap orang yang akan berprofesi sebagai guru wajib lulus dari Pendidikan Profesi Guru (PPG). Bagi guru yang sudah mengajar saat UU terbit namun belum mengikuti atau belum lulus dari PPG, dapat tetap mengajar.
- Pemisahan pengaturan sertifikasi dan pengaturan penghasilan guru. Sertifikat pendidik dari PPG merupakan prasyarat menjadi guru untuk calon guru baru. Akan tetapi, bagi guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikasi, berhak untuk langsung mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrian sertifikasi. Hal ini sesuai dengan pengaturan dalam UU ASN dan UU Ketenagakerjaan.
- Pengaturan mengenai sertifikasi, kualifikasi akademik, dan kompetensi dosen tidak lagi diatur di tingkat undang-undang untuk memberikan fleksibilitas lebih kepada perguruan tinggi vokasi yang ingin merekrut praktisi industri, serta perguruan tinggi baru dan perguruan tinggi di daerah terpencil.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply