Fathimah Sigit Raih Gelar PhD dari Leiden Berkat Penelitian Obesitas dan Sindrom Metabolik di Indonesia

Fathimah Sigit bersama pembimbingnya dari LUMC, yang mendampingi penelitiannya mengenai obesitas dan sindrom metabolik. (KalderaNews/@lumcglobalnews)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Bahagia sedang melingkupi hati Fathimah Sigit yang  baru saja meraih gelar PhD dari Leiden University Medical Center, Netherlands. Penelitiannya mengenai hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik membuatnya lulus tahun ini.

Latar belakang dari penelitian yang dilakukan Fathimah ini mengangkat efek dari adanya pandemi global yang terjadi sejak 2019. Pandemi yang memberi banyak dampak ini mengundang rasa ingin tahu Fathimah. Salah satunya adanya efek yang  mengubah atau mengancam kehidupan secara langsung . Obesitas merupakan dampak kesehatan dari pandemi yang terabaikan.

BACA JUGA:

Kegemukan atau obesitas dalam jangka pendek memang tidak mengancam nyawa, tetapi dalam jangka waktu yang panjang obesitas dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang mengancam nyawa.  Penelitian yang dilakukan Fathimah mengungkapkan bahwa sekitar 40% populasi global memiliki kelebihan berat badan dan 13% dari kelompok tersebut menderita kegemukan.

Obesitas atau kegemukan yang tidak diatasi sejak dini dapat menyebabkan sindrom metabolik yakni sekelompok kondisi yang terjadi bersamaan, meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2. Kondisi sindrom metabolik ini termasuk peningkatan tekanan darah, gula darah tinggi, kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, dan kadar kolesterol serta trigliserida di atas normal.

Fathimah menyebutkan, “Ini merupakan salah satu komplikasi obesitas yang paling umum, dan penyakit kardiometabolik yang dapat terjadi pada individu dengan obesitas yang mengarah pada kondisi sindrom. Saya menyelidiki bagaimana kelebihan berat badan dan obesitas berkembang menjadi penyakit yang kita takuti.”

Fathimah juga menambahkan bahwa ia menyukai penelitian yang dilakukannya mencakup populasi yang beragam, “Hasilnya dapat diekstrapolasi ke masyarakat yang lebih luas dan umum, teutama populasi Asia, yang dikenal dengan peningkatan risiko kardiometabolik mereka,” imbuhnya.

Dari hasil penelitiannya itu, Fathimah menemukan bahwa 32% pendudukan Indonesia mengalami sindrom metabolik, dan sekitar setengah dari mereka merupakan kaum perempuan dan memiliki obesitas perut. Kelompok tersebut berisiko mengalami penaykit kardiovaskuler dan diabetes.

Menurut Fathimah, “Kita cenderung mencari solusi untuk menyembuhkan diabetes, tetapi kita lupa untuk melakukan intervensi sebelum diabetes berkembang menjadi buruk. Yang seharusnya dilakukan adalah mengurangi tingkat penyakit, tidak hanya untuk menguntungkan pasien tetapi juga memperbaiki sistem perawatan kesehatan. Misalnya upaya kesehatan masyarakat untuk mencegah diabetes mungkin secara finansial lebih memberatkan daripada mengobatinya.”

Dalam penelitian dokter lulusan Universitas Indonesia ini, terdapat hal yang tidak kalah menarik yakni aspek kesehatan mental dari obesitas pada populasi yang diteliti. “Ketika melihat perspektif individu, kamu dapat membantu mengungkap masalah mendasar yang mengarah ke penyakit parah. Misalnya meskipun individu denganobesitas umumnya menyadari bahwa kondisi mereka menyebabkan beban kesehatan, mereka yang mengalai obesitas perut kurang menyadari atau tidak melihat kondisi mereka sebagai beban. Itu hanya menunjukkan bahwa cara orang memandang berat badan mereka sangat bervariasi,” demikian paparnya mengenai kesehatan mental terakit penelitian yang dilakukannya.

Menurutnya, faktor psikologis ini berkontribusi besar terhadap perkembangan obesitas, karena 8,4% individu yang obesitas mengaitkan atau menyalahkan masalah psikologis mereka sebagai sumber kegemukan yang mereka alami. “Obesitas tidak datang dalam semalam, tetapi bertahap dan berkembang dan tidak disadari oleh penderitanya,” ungkap Fathimah yang mendapatkan gelar Master of Research (MRes) dari Imperial College London, UK.

“Kita harus menemukan cara untuk meningkatkan kesadaran publikk dan memberdayakan orang, serta menemukan cara untuk membantu, misalnya dengan mengembangkan intervensi gaya hidup yang tidak hanya menangani kebutuhankesehatan fisik saja, tetapi juga mental dari populasi yang mengalami obesitas ini,” tambahnya.

Fathimah juga mengungkapkan bahwa Leiden University Medical Center benar-benar menjadi tempat bagi seseorang untuk belajar dan menjadi professional. Ia mendapatkan pembimbing dan penyelia yang luar biasa selama di sana. Menurutnya, LUMC ibarat Hogwarts yang penuh dengan beragam jenis orang dan semuanya selalu siap membantu, mendukung, dan membantu.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*