Proficiat, 70 Tahun Karya Pendidikan Yayasan Tarakanita, Pembaruan Menuju Tarakanita Baru

Ketua Pengurus Yayasan Tarakanita Sr Marie Yose menyerahkan potongan tumpeng ulang tahun ke-70 Yayasan Tarakanita kepada perwakilan siswa. (KalderaNews.com/y.prayogo)
Ketua Pengurus Yayasan Tarakanita Sr Marie Yose menyerahkan potongan tumpeng ulang tahun ke-70 Yayasan Tarakanita kepada perwakilan siswa. (KalderaNews.com/y.prayogo)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Yayasan Tarakanita mengucap syukur atas ulang tahun ke-70 dengan menggelar Misa Kudus, Jumat pagi, 29 April 2022.

Selain perayaan ulang tahun Yayasan Tarakanita, Misa juga dipersembahkan untuk perayaan 185 tahun Kongregasi Suster-suster Cintakasih St.Carolus Borromeus (CB).

BACA JUGA:

Misa syukur ini diadakan secara luring dan daring melalui kanal YouTube Sekolah Tarakanita. Misa dipimpin Romo Prof. Dr. Justinus Sudarminta SJ, dengan tema “Inovasi dan Kolaborasi Menuju Kebaruan Tarakanita”.

Romo Sudarminta mengatakan, perjalanan selama 70 tahun Yayasan Tarakanita pasti telah menghasilkan buah. Buah-buah itu berupa lulusan yang memiliki integritas dan sikap peduli kepada sesama. “Sumbangan Yayasan ini adalah pribadi-pribadi yang mampu menunjukkan karya di tengah masyarakat,” kata Guru Besar Ilmu Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta ini.

Romo Sudarminta menegaskan bahwa sikap berbelarasa atau compassion merupakan nilai pertama yang ditekankan di lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Tarakanita.

Tantangan 70 tahun lalu, kata Romo Sudarminta, tentu berbeda dengan saat ini. Bagi orang beriman, tantangan mesti dilihat sebagai peluang. “Dengan semangat Bunda Elisabeth Gruyters, pendiri Suster CB, dan disertai inovasi dan kolaborasi, Yayasan Tarakanita mesti mampu mengubah tantangan menjadi peluang demi kebaruan dalam Tarakanita,” ucap Romo Sudarminta.

Karya pelayanan pendidikan, lanjut Romo Sudarminta, pastilah berkat partisipasi banyak orang. “Dan Yayasan Tarakanita telah menyatukan semua partisipasi itu menjadi berkat bagi banyak orang melalui karya pendidikan,” kata Romo Sudarminta.

Dalam momen penuh syukur ini, Romo Sudarminta mengajak semua jajaran Yayasan Tarakanita, orangtua siswa, dan para alumni untuk menyadari bahwa karya pendidikan Yayasan Tarakanita adalah karya Allah.

“Maka, karena ini adalah karya Allah, marilah kita berpartisipasi dalam karya ini, apapun bentuknya. Sekecil apapun partisipasi itu, karena ini karya Allah, pasti akan membawa berkat bagi banyak orang,” tegas Romo Sudarminta.

Sementara, Ketua Pengurus Yayasan Tarakanita, Sr Marie Yose CB mengatakan usia 70 tahun bagi sebuah lembaga adalah usia untuk memasuki era baru.

“Waktunya untuk melakukan refleksi, evaluasi, dan berbenah diri, serta terus-menerus membarui diri,” ucap Sr Marie Yose.

Keberhasilan pendidikan, lanjut Sr Marie Yose, dipengaruhi oleh perubahan dan pembaruan dalam setiap unsur yang mendukungnya. “Maka sejalan dengan tuntutan dan perkembangan jaman, Yayasan Tarakanita terus melakukan pembaruan menuju Tarakanita baru,” tegas Sr Marie Yose.

Sejarah Yayasan

Mei 1837, para suster Kongregasi Suster-suster Cintakasih St Carolus Borromeus atau yang dikenal Suster CB memulai karya pendidikan. Kala itu semua masih sangat sederhana. Para suster memberi pelajaran hasta karya kepada anak-anak miskin.

Karya awal pendidikan di Indonesia mulai dirintis di Bengkulu. Pada 10 Agustus 1929, para Suster CB diundang untuk mengambil alih HCS yang semula dikelola oleh para Imam SCJ.

Saat karya SCJ melebar ke Lahat, dibukalah pula sekolah di sana. Sebuah rumah sewaan di Lematang Boulevard disewa sebagai tempat tinggal para Suster CB yang pada Juli 1935 memulai bekerja di sekolah anak-anak berbangsa Tionghoa, Eropa, dan pribumi.

Karya pendidikan di Lahat lantas berkembang dengan munculnya gagasan mendirikan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).

Di Yogyakarta, karya layanan pendidikan dimulai sejak 1935. Para Suster CB mengajar di sekolah-sekolah Katolik (HCS di Yogyakarta, Volkschool di Gowongan, dan juga Kanisius di Ganjuran).

Setelah kemerdekaan di proklamasikan, atas gagasan Sr Laurentia CB dan Sr Catharinia CB didirikanlah sekolah di Yogyakarta. Mengingat semakin kompleksnya pengelolaan sekolah-sekolah tersebut, Missie Overste bersama Sr Catharinia CB yang waktu itu menjadi “supervisor” sekolah-sekolah CB mengadakan pembicaraan dan mengambil keputusan untuk mendirikan suatu yayasan pendidikan.

Nah, pada 29 April 1952, 4 Suster CB, yaitu Sr Ursulia, Sr Chatarinia, Sr Bernardia, dan Sr Marie Johanna), 3 umat awam ( Nyonya Hardjasoebrata, Tuan Marcus Manguntijoso, Tuan E. Soedarmo), serta seorang imam (Romo Van Thiel SJ), sepakat mendirikan sebuah badan hukum yang bernama Yayasan Tarakanita.

Yayasan Tarakanita secara resmi didirikan pada Senin, tanggal 7 Juli 1952 yang disahkan oleh Notaris R.M. Wiranto di Yogyakarta dengan Akte Notaris nomor 3. Saat didirikan Yayasan Tarakanita berkedudukan di Yogyakarta dengan alamat Jalan Terban Taman (sekarang Jalan Cik Di Tiro) No. 30. Akte tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Yayasan Tarakanita bernaung dalam terang iman Katolik yang berasaskan Pancasila. Yayasan ini didirikan untuk turut berperan dalam pembangunan, terutama dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta pelayanan sosial lainnya, mendidik dan mencerdaskan serta mempersiapkan tenaga-tenaga terampil dalam segala bidang yang kesemuanya itu dijiwai dengan semangat injili.

Dengan semangat Santo Carolus Borromeus dan Bunda Elisabeth Gruyters, Yayasan Tarakanita menyelenggarakan sekolah-sekolah umum maupun kejuruan sebagai bentuk keterlibatan nyata turut dalam upaya mencerdaskan generasi muda bangsa dengan membantu terbentuknya pribadi utuh dan berbelarasa.

Saat ini, Yayasan Tarakanita berkedudukan di Jalan Salemba Tengah No. 23 Jakarta Pusat. Yayasan ini mengelola 7 wilayah karya, yakni Bengkulu, Lahat, Tangerang, Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Surabaya. Yayasan ini mengelola lembaga pendidikan dari mulai jenjang TK hingga SMA/SMK.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*