Kartini Tarakanita Hari Ini: Kurangi Stigma, Mari Jadi Pembaharu di Masa Kini

Webinar Kesetararaan Gender yang digelar Yayasan Tarakanita dalam memperingati ulang tahun Yayasan Tarakanita ke-70 dan Konggregasi CB ke-185 bersamaan dengan Hari Kartini, 21 April 2022. (KalderaNews/Lita Mayasari)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Yayasan Tarakanita memperingati ulang tahun Yayasan Tarakanita ke-70 dan ulang tahun ke-185 Konggregasi CB, yang  jatuh pada tanggal 29 April, dirayakan bertepatan dengan  Hari Kartini, hari ini, 21 April 2022 dengan acara Webinar Kesetaraan Gender.

Webinar dengan judul “Menjadi Generasi Pembaharu Masa Kini” tersebut menghadirkan keynote speaker  Sr. Luisa CB, M.Pd, Wakil Dewan Pimpinan Provinsi CB Indonesia, Thomas Supriyadi, Pengurus Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI, dan Stella Anjani, S.Psi, Alumni SMP Tarakanita 4 Jakarta yang sedang menyelesaikan pendidikan magister Kajian Gender Universitas Indonesia.

BACA JUGA:

Dalam paparannya, Sr. Luisa CB mengangkat keteladanan Raden Ajeng Kartini dan Bunda Elisabeth Gruyters, pendiri Konggregasi Suster-Suster Cinta Kasih Santo Caolus Boromeus yang di Indonesia lebih dikenal dengan Konggregasi CB.

“Ibu Kartini memperjuangkan kaum perempuan yang didukung oleh suaminya. Dan berkat perjuangannya ini, berdiri banyak sekolah Wanita pada 1912 untuk mengenang perjuangannya,” papar Sr. Lusia,  ia melanjutkan, “Bunda Elisabeth juga seorang perempuan sederhana yang membawa perubahan bagi sesama perempuan dan generasi muda pada zamannya.”

Perjuangan Kartini dapat dirasakan oleh kaum perempuan Indonesia hingga dapat menempuh pendidikan setara dengan kaum pria, demikian juga kiprah Bunda Elisabeth, panggilan untuk Elisabeth Gruyters, hasilnya tidak hanya pada bidang kesehatan melainkan bidang pendidikan juga, masih terus dinikmati oleh banyak masyarakat.

Sedangkan Stella Anjani, menjelaskan bahwa, “Berbicara mengenai kesetaraan gender artinya menyetarakan pengalaman menjadi laki-laki dan perempuan, tidak ada penumpukan ‘beban’ pada satu gender tertentu.”

Stella menambahkan, “Untuk menjadi pembaharu masa kini, kita harus berhati-hati dengan stigma yang dapat membatasi potensi. Dari segi pendidikan misalnya, di daerah pinggiran masih terdapat situasi keluarga yang  kerap mengorbankan pendidikan pada anak perempuan dan lebih mengutamakan pendidikan pada laki-laki

Sedangkan Thomas Supriyadi  mengungkapkan, “Kita semua mempunyai peran dalam meningkatkan kesetaraan gender.”

“Mari bersama-sama memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesetaraan dari lingkungan kita terdekat, baik dari lingkungan, rumah, dan sekolah,” pungkasnya.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*