JAKARTA, KalderaNews.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim secara tegas menolak usulan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob yang ingin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN.
“Saya sebagai Mendikbudristek, tentu menolak usulan tersebut. Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional. Saya imbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus berdayakan dan bela bahasa Indonesia,” ujar Menteri Nadiem.
BACA JUGA:
- Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Terbesar di Asia Tenggara, Persebarannya Mencakup 47 Negara di Seluruh Dunia
- Terbukti, Bahasa Indonesia Kian Mendunia, UNMER Berikan Beasiswa BIPA yang Diikuti oleh 21 Negara
- Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) Terbaru Tidak Ada Perubahan yang Signifikan
Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob mengusulkan hal tersebut dalam lawatan ke Indonesia terkait memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara antara kedua kepala negara, serta sebagai bahasa resmi ASEAN.
Posisi Menteri Nadiem tersebut bukan tanpa alasan. Bahasa Indonesia, menurutnya, lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Mendikbudristek kemudian menjelaskan bahwa di tingkat internasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Selain itu, bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas dunia di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, serta di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Asia.
“Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN,” papar Menteri Nadiem.
Peran Bahasa Indonesia diperkuat dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan hukum. Pasca kemerdekaan Indonesia, disebutkan dalam Pasal 36 Undang-undang Dasar Republik Indonesia bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Status dan fungsi bahasa Indonesia ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang kemudian diperjelas dengan lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan di-share pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu!
Leave a Reply