Riset Itu Learning By Doing, Sebaiknya Libatkan Mahasiswa dan Periset Didorong Ambil S3

Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan abad ke-18 yang ditemukan di trotoar Jalan TB. Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur kini disimpan di Balai Budaya Condet
Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan abad ke-18 yang ditemukan di trotoar Jalan TB. Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur kini disimpan di Balai Budaya Condet (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

PALEMBANG, KalderaNews.com – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko meminta para periset untuk melibatkan kampus atau perguruan tinggi dalam riset bidang perikanan perairan umum daratan.

“Terkait dengan kajian stok perikanan perairan umum daratan, menurut saya harus melibatkan kampus. Seharusnya kita (periset) yang mendesain risetnya, pelaksanaan dan monitoringnya melibatkan mahasiswa,” ungkap Handoko di Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) Mariana, Sumatera Selatan (Sumsel), Jumat, 01 April 2022.

Ia menambahkan keterlibatan kampus akan sekaligus mendidik generasi muda untuk melakukan kegiatan riset yang tidak bisa serta merta diajarkan di bangku kuliah.

BACA JUGA:

“Karena riset itu learning by doing, yang tidak bisa diajarkan di bangku kuliah. Kita tidak perlu sumber daya banyak. Walaupun sedikit, tapi harus excellence, dengan melibatkan kampus,” tegasnya.

Terkait riset arkeologi dan bahasa, Handoko meminta para periset untuk fokus pada mekanisme kerja dan substansi riset apa yang akan difokuskan. Penyiapan tahapan atau Standard Operational Procedure (SOP) sangat diperlukan, termasuk digitalisasi pada riset arkeologi dan bahasa.

“Kalau ada koleksi masuk, apa yang harus dilakukan. Misalnya artefak, harus ada digital 3D, termasuk mengetahui usia artefaknya dengan carbon dating, sehingga semua datanya komplit. Kalau orang mau melakukan riset terkait, tinggal mengambil data yang ada, tanpa harus memegang artefak tesebut yang bisa berpotensi merusak,” kata Handoko.

Handoko juga mendorong para periset untuk segera mengambil jenjang S3 untuk memperkuat kapasitas SDM. Menurutnya, riset arkeologi dan bahasa menjadi kunci dalam mengatasi masalah di masa mendatang.

“Riset arkeologi dan bahasa sangat penting dalam mengungkap kearifan lokal, mengubah sejarah, bahkan sebagai bahan untuk memperkuat diplomasi,” pungkasnya.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*