BANDUNG, KalderaNews.com – Universitas Telkom baru-baru ini mengadakan webinar mengenai kekerasan seksual di kampus yang sedang ramai dibicarakan orang.
Webinar ini mengusung tema “Anti Kekerasan Seksual: Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Kampus melalui Permendikbud No. 30 Tahun 2021.”
BACA JUGA:
Hadir dalam webinar tersebut Wakil Rektor Bidang Admisi, Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Dida Diah Damajanti, S.T., M.Eng.Sc. yang menjelaskan mengenai bagaimana regulasi yang pemerintah berikan untuk mengatur pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di kampus.
“Kekerasan seksual tentu saja bukan suatu hal yang bisa ditoleransi, artinya ini suatu hal yang serius dan dapat berdampak secara fisik maupun psikis pada korbannya,” ujar Dida Diah Damajanti.
Pembicara Ahmad Jamaludin, S.H., M.H., selaku Advokat JAS Law Office, menjelaskan bahwa kekerasan seksual merupakan perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan dan menyerang fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa atau gender yang mengakibatkan penderitaan secara psikis maupun fisik.
“Kekerasan seksual ini dapat mengganggu kesehatan reproduksi seseorang sehingga dapat menghilangkan kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. Ini menjadi concern untuk kita semua makanya dibuatlah regulasi yang mengatur mengenai kekerasan seksual,” jelas Ahmad Jamaludin.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, telah terjadi sekitar 27 persen aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi dalam rentang waktu selama tahun 2015-2020.
Sementara menurut survei yang dilakukan Direktorat Jenderal Kemendikbudristek pada 2020, telah menemukan sekitar 77 persen dosen yang disurvei mengakui telah terjadi tindak kekerasan seksual di kampus.
Namun Jamaludin mengatakan, dari data tersebut sebanyak 63 persen dosen yang disurvei memilih tidak melaporkan kasus yang terjadi alias mendiamkan saja.
Mirisnya, kebanyakan dari korban kekerasan seksual tidak berani melapor karena memiliki trauma yang berkepanjangan dan merasa tertekan. Korban akan tertutup karena merasa hal tersebut merupakan suatu aib sehingga tidak ada keberanian untuk melaporkan pada pihak yang berwenang.
Untuk itulah kampus harus berperan aktif untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual di kampus, yakni memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap korban, memberikan pemulihan psikologis dan laporkan pada pihak yang berwenang.
Dari kasus yang telah terjadi, kebanyakan perguruan tinggi justru menghambat proses hukum demi menjaga nama baik kampus dan lebih memilih menyelesaikan masalah dengan jalur damai.
Padahal hal tersebut yang harus dihindari karena akan membuat korban semakin terpojokkan dan memungkinkan akan ada tindak kekerasan seksual yang terjadi selanjutnya.
“Melalui webinar dengan tema kekerasan seksual di kampus ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk sosialisasi untuk pencegahan terjadinya kekerasan seksual di kampus serta penanggulangan kasus kekerasaan seksual secara tepat dan meminimalisasi dampaknya terhadap korban,” kat Ahmad Jamaludin.
*Jika artikel ini bermanfaat, silakan dishare kepada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply