JAKARTA, KalderaNews.com – Universitas Paramadina meluncurkan buku biografi bertajuk “KH. Yahya Cholil Staquf: Derap Langkah dan Gagasan”. Buku ini ditulis Septa Dinata, M.Si. Peluncuran buku ini dibarengi diskusi dan bedah buku di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina, Minggu, 19 Desember 2021.
Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D, mengatakan, buku ini membahas buah pemikiran KH. Yahya Cholil Staquf.
“Yang dibahas adalah tokoh NU dan organisasi NU tentu bersama Muhammadiyah juga merupakan organisasi Islam terbesar bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia, peranannya dalam demokrasi sangat penting dan menulis tokoh-tokohnya juga penting. Nah karena itu ini harus dibahas kritis boleh, tidak apa-apa asal ada argumen,” ujar Prof. Didik.
BACA JUGA:
- Akademisi Paramadina Kompak Udar Kebobrokan Masalah Ekonomi Politik Saat Pandemi
- Rektor Paramadina Terang-terangan Sebut 7 Faktor Penyebab Kegagalan Kebijakan Pengendalian Covid-19 di Indonesia
- Rektor Paramadina, Prof. Didik Rachbini: Berkah Pandemi, Ekonomi Digital yang Lebih Ramah Lingkungan
Septa Dinata sebagai penulis mengisahkan ketertarikannya pada sosok KH. Yahya Cholil Staquf.
“Gus Yahya (sapaannya-Red) awalnya cukup asing untuk saya, tetapi seketika berubah setelah kontroversi beliau berkunjung ke Israel. Lalu kemudian sempat juga membaca makalah beliau ketika presentasi di Islamic Liberty Forum di Kuala Lumpur, saya kira sosok seperti ini sedang kosong di NU dan beliau yang bisa mengisi kekosongan itu,” ceritanya.
Septa Dinata pun membaca buku-buku Gus Yahya. “Saya melihat ini eloborasi yang luar biasa dari beliau, dan banyak hal sebetulnya kalau kita tidak membaca buku itu memang potensi miss understanding terhadap Gus Yahya ini luar biasa bisa. Apalagi jika kita sudah punya asumsi kalau berkunjung ke Israel itu berarti pro Israel, itukan asumsi yang sangat latah,” ujar Septa Dinata.
Yang menarik dari seorang Gus Yahya, kata Septa Dinata, adalah kemampuannya meneropong perubahan tatanan global.
“Ada kesadaran penting kalau kita ingin bicara apa yang perlu dilakukan oleh Nahdlatul Ulama, lebih besarnya imat Islam atau bangsa Indonesia dan lebih besarnya lagi tentu komunitas global,” katanya.
Sementara, Sosiolog Dr. Laode Ida yang juga pernah menulis tesis tentang Nahdlatul Ulama mengungkap kekagumannya kepada keluarga besar KH. Yahya Cholil Staquf yang memiliki tradisi intelektual yang kuat.
“Latar belakang Gus Yahya Staquf membentuk dia untuk membangun, lebih bisa berinteraksi lebih luas ke komunitas-komunitas lintas identitas, lintas budaya. Keunikan lainnya ternyata dia membangun komunikasi internasional yang cukup bagus. Keunikan yang lain bahwa Yahya Staquf ini merupakan keturunan Madura dan masuk kelompok inti dalam NU. Kelompok inti dalam NU sangat berperan untuk mengisi formasi di NU maupun merepresentasikan NU ke luar,” papar Dr. Laode Ida.
Sedangkan, Kaprodi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Dr. M. Subhi Ibrahim, MA menyampaikan bahwa penulis berhasil menempatkan Gus Yahya dalam konteks dunia pesantren, NU, dan dalam politik kebangsaan.
“Buku ini memberikan konteks yaitu jejaring dari si tokoh ini sehingga kita mampu sedikit memahami kenapa Gus Yahya misalnya ke Israel, itu sulit sekali dipahami oleh orang yang tidak mengerti konteks jejaring Gus Yahya tadi, keterpengaruhannya, lingkungannya dan seterusnya. Jadi dengan hadirnya buku ini akan lebih memberikan semacam bantuan bagi kita untuk memahami sosok Gus Yahya,” terangnya.
Pengamat politik, Dr. M. Qodari, S.Psi, MA menyinggung kemiripan latar belakang pendiri Paramadina Cak Nur dan Gus Yahya, di mana keduanya merupakan warga NU dan memiliki latar belakang organisasi yang sama, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
saya ingin membeli buku biografi gus yahya, apakah sudah ada di market place?