Kurikulum Baru 2022 Segera Diterapkan, Inilah Sejarah Perubahan Kurikulum Pendidikan dari Tahun 1947

Ilustrasi: Kurikulum baru akan diterapkan mulai tahun ajaran 2021/2022. (Ist.)
Ilustrasi: Kurikulum baru akan diterapkan mulai tahun ajaran 2021/2022. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Pada tahun 2022 nanti, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berencana menerbitkan kurikulum baru. Hal ini pun telah diwacanakan Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Sampai hari ini, dunia pendidikan dasar dan menengah masih menggunakan kurikulum yang diterbitkan pada 2013 lalu. Artinya, sudah 8 tahun, kurikulum 2013 berjalan.

Setelah kemerdekaan RI tahun 1945, dunia pendidikan Indonesia  sudah mengalami pergantian sepuluh kali. Perubahan kurikulum kadang tak bisa dipisahkan dari konstelasi politik, sosial, dan budaya bangsa Indonesia yang selalu berkembang.

BACA JUGA:

Nah, inilah perjalanan sejarah perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia seperti dikutip dari publikasi Kemendikbud, buku Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia karya Alhamduddin, dan Perencanaan Pembelajaran Untuk Kejuruan karya Dr. Tuti Iriani, serta M. Aghpin Ramadhan.

Rentjana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama yang lahir pasca kemerdekaan adalah kurikulum 1947 atau yang dikenal dengan istilah Rentjana Pelajaran 1947. Perubahan arah pendidikan ini lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Fokusnya pada pembentukan karakter yang merdeka dan berdaulat hingga sejajar dengan bangsa lain. Kurikulum ini baru resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950.

Rentjana Pelajaran Terurai 1952

Rentjana Pelajaran 1947 kemudian dilakukan beberapa penyempurnaan, maka lahirlah Rentjana Pelajaran Terurai Tahun 1952. Hal yang paling menonjol sekaligus menjadi ciri khas kurikulum ini adalah konsep tematik, di mana setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran dan dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas bahwa guru hanya mengajar satu mata pelajaran.

Rentjana Pendidikan 1964

Fokus utama dalam kurikulum ini adalah konsep pembelajaran aktif, kreatif, dan produktif.  Melalui konsep ini, pemerintah menetapkan hari Sabtu sebagai hari krida, di mana siswa diberi kebebasan untuk berlatih berbagai kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya.

Melalui kurikulum ini, pemerintah juga mengarahkan agar setiap warga negara mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.

Kurikulum 1968

Di era Orde Baru, muncul kurikulum yang fokus pada mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Ciri khusus yang menonjol dari kurikulum 1968 adalah correlated subject curriculum, artinya materi pada jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

Muatan materi pelajarannya juga lebih bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan (tematik). Sistem penjurusan di jenjang SMA sudah lahir dalam kurikulum ini dan dilakukan di kelas 2 SMA atau kelas 11.

Kurikulum 1975

Kurikulum 1968 lantas disempurnakan pada tahun 1975, maka muncullah kurikulum 1975. Latar belakang kelahirannya akibat dari sejumlah perubahan oleh pembangunan nasional. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

Hal inilah yang membuat kurikulum ini banyak mendapat kritikan, karena guru dibuat terlalu sibuk menulis perincian dari setiap kegiatan pembelajaran.

Selain itu, ada sejumlah perubahan ditemukan dalam kurikulum ini. Nama pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat diubah menjadi ilmu pengetahuan alam (IPA). Kemudian, pelajaran ilmu aljabar dan ilmu ukur menjadi mata pelajaran matematika.

Kurikulum 1984

Kurikulum ini lahir karena kurikulum 1975 disebut tidak bisa mengejar kemajuan pesat masyarakat. Ciri khusus kurikulum 1984 lebih mengedepankan keaktifan siswa dalam belajar. Pengembangan proses belajar inilah yang disebut dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Dalam kurikulum ini pula lahir penambahan bidang studi yaitu Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Bagi siswa SMA, kurikulum 1984 membagi mata pelajaran siswa menjadi program inti dan program pilihan sesuai minat dan bakat.

Kurikulum 1994

Pada 1994, pemerintah lagi-lagi membarui kurikulum untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Sehingga, banyak perubahan yang terjadi pada kurikulum ini.

Beberapa perubahannya antara lain sistem pembagian waktu pelajaran dari semester ke catur wulan. Hal ini diharapkan agar siswa dapat menerima lebih banyak materi pembelajaran dalam tiga kali caturwulan selama setahun.

Kurikulum ini pula yang mengganti nama SMP diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), kemudian SMA diganti menjadi SMU (Sekolah Menengah Umum). Penjurusan di SMA juga dibagi menjadi tiga program yakni IPA, IPS, dan bahasa.

Kemudian mata pelajaran PSPB yang lahir pada kurikulum sebelumnya mulai dihapus dalam kurikulum ini, digantikan dengan pelajaran Sejarah.

Kurikulum 2004

Pada 2004 lahir Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Program ini berbasis kompetensi yang mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai spesifikasi, indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.

Implikasinya, sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan komponen kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah dan kebutuhan peserta didik. Lalu, dikembangkan pula kurikulum yang semula berbasis materi diubah menjadi berbasis kompetensi.

Ciri lain kurikulum 2004, nama SLTP diubah kembali menjadi SMP dan SMU dikembalikan menjadi SMA.

Kurikulum 2006

Kurikulum 2006 inilah yang biasa dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan diberlakukan sejak Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 2003.

Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaannya terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu desentralisasi sistem pendidikan Indonesia. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya.

Tujuan kurikulum ini adalah memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan kepada lembaga pendidikan, sekaligus mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.

Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi. Selain itu, kurikulum ini menekankan pada pembentukan sikap spiritual pada Kompetensi Inti 1 (KI 1) dan sikap sosial pada Kompetensi Inti 2 (KI 2).

Namun, penilaian sikap KI 1 dan KI 2 sudah dihapuskan di setiap mata pelajaran pada kurikulum 2013 edisi revisi pada tahun 2017. Hanya tersisa untuk mata pelajaran agama dan PPKN.

Ciri khusus kurikulum ini yakni penilaian berbasis pendidikan karakter, pembelajaran berbasis tematik, dan guru sebagai fasilitator. Guru dituntut untuk memahami karakter peserta didik agar dapat memberikan kemudahan belajar bagi mereka. Di samping itu, terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan.

Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKN, dan lainya. Sementara, materi yang ditambahkan adalah Matematika. Kurikulum 2013 hingga saat ini masih berlaku dan diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*