JAKARTA, KalderaNews.com – Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2021 tercatat lebih dari 2.500 bencana terjadi di Indonesia. Mulai dari bencana geologi, hidrometeorologi, antropogenik (kebakaran hutan dan lahan) dan bencana non-alam (pandemi).
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga riset dan inovasi mempunyai kapasitas untuk terus meningkatkan pemahaman fisis sumber dan proses terjadinya bencana tersebut. Tentu diharapkan hasil riset juga bisa dimanfaatkan untuk mitigasi dan adaptasi menghadapi ancaman bencana.
BACA JUGA:
- Bangun 17 Seismograf, Total Indonesia Miliki 428 Seismograf
- Gempa Magnitudo 7,4 Guncang NTT, BMKG: Inilah Daerah-daerah Berstatus Waspada Tsunami
- Rentetan Gempa Mentawai dan Zona Megathrust, Inilah Penjelasannya
Profesor Riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan pada Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian, BRIN, Danny Hilman Natawidjaja mengungkapkan bahwa wilayah Indonesia yang berada di Cincin-Api Pacific dan pertemuan tiga Lempeng benua, gempa bumi dan letusan gunung api yang tidak bisa dihindari.
“Kadang gempa juga disertai tsunami. Kondisi itu harus dihadapi dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni, serta sikap bijak, dan tindakan mitigasi yang cerdas,” tegasnya.
Menyambung pernyataan Danny, Profesor Riset bidang Teknologi dan Penginderaan Jauh Geomatika pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, BRIN, Muhammad Rokhis Khomarudin mengatakan, citra satelit penginderaan jauh juga dapat memberikan gambaran kondisi bencana yang terjadi di Indonesia.
“Namun, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian,” ujarnya.
Pertama, Rokhis menyebutkan bahwa kejadian kebakaran lahan dan hutan di Indonesia terjadi pada musim kemarau dan semakin meningkat jika ada fenomena global El Nino.
Kedua, bencana banjir dan longsor terutama disebabkan cuaca ekstrim.
“Namun seringkali perubahan tutupan lahan bisa jadi pemicu bencana berkurangnya daya dukung lingkungan. Untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi diperlukan pemantauan berjenjang skala waktu musiman, bulanan, mingguan, harian, hingga realtime,” imbuhnya.
Ketiga, penggunaan data satelit penginderaan jauh dapat menghitung secara cepat tingkat kerusakan akibat bencana untuk tindakan evaluasi dan rehabilitasi wilayah.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply