JAKARTA, KalderaNews.com – Resimen Mahasiswa atau Menwa terus jadi soroton. Oktober lalu, seorang mahasiswa D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sekolah Vokasi (SV) Universitas Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta meninggal usai mengikuti kegiatan Menwa.
Sebulan sebelumnya, pada September lalu, seorang mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta juga dikabarkan meninggal dunia ketika mengikuti pembaretan Menwa di Bogor, Jawa Barat.
Apa sih Menwa itu dan bagaimana sejarah terbentuknya Menwa?
BACA JUGA:
- Resimen Mahasiswa (Menwa) Bisa Jadi Kawah Candradimuka Pemimpin Masa Depan
- Rektor Moestopo Minta IARMI Aktif Majukan Dunia Pendidikan Indonesia
- 3 Tip Mudah Mengenal dan Memilih Ormawa untuk Mahasiswa Baru
Sejarah Menwa bisa dirunut sampai akhir dekade 1950-an. Saat itu, Indonesia sedang dilanda kekacauan politik. Pemerintah menetapkan status darurat perang sejak 1957. Dalam konteks itulah cikal bakal Menwa terbentuk.
Mula-mula adalah program pelatihan kemiliteran untuk mahasiswa di wilayah Jawa Barat. Para mahasiswa dilatih Komando Daerah Militer (Kodam) Siliwangi untuk persiapan menghadapi gangguan keamanan dari gerombolan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Program pelatihan itu dinamai Wajib Latih (Wala) dan diinisiasi Panglima Siliwangi Kolonel Raden Ahmad Kosasih. Program Wala itu bukanlah wajib militer, tetapi bentuk pendidikan pendahuluan tentang pertahanan rakyat.
Wala memang ditujukan untuk mahasiswa, maka kemudian disebut Batalyon Mahasiswa yang dilatih khusus oleh pelatih militer. Hasil didikan Kosasih dan jajarannya itu rupanya dapat apresiasi positif dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution, bahkan juga Presiden Sukarno.
Program Wala kembali mendapat momentum kala Indonesia gencar kampanye pembebasan Irian Barat. Pada Desember 1961, Presiden Sukarno mencanangkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Langkah itu disambut Mayjen Nasution dengan memerintahkan perluasan latihan ketangkasan keprajuritan di kalangan mahasiswa melalui program Wala.
Kali ini, seluruh Kodam wajib bekerja sama dengan perguruan tinggi. Kodam bertindak sebagai pelatih dan perguruan tinggi sebagai penyelenggaranya. Program pelatihan militer ini lantas menjadi kewajiban di beberapa perguruan tinggi, di antaranya Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, dan Akademi Pos, Telegraf, dan Telepon.
Pada 24 Januari 1963, Wakil Menteri Pertama Urusan Pertahanan/Keamanan dan Menteri Perguruan Tinggi menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) No. M/A/20/63. SKB itulah yang menjadi dasar untuk memasukkan latihan pertahanan ke dalam kurikulum perguruan tinggi. SKB juga menginstruksikan pembentukan Resimen Mahasiswa di setiap universitas.
Secara organisasi dan administratif, Resimen Mahasiswa berada di bawah Kepala Perguruan Tinggi atau Rektor, namun untuk pelatihan Resimen Mahasiswa dilatih oleh anggota Angkatan Bersenjata.
Perjalanan Menwa beriringan dengan peristiwa sejarah di negeri ini. Misal pada peristiwa G 30 S 1965, dikabarkan bahwa Menwa ikut dikerahkan oleh Angkatan Darat untuk turut menumpas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Namun, dalam peristiwa Reformasi 1998, keberadaan Menwa “digugat” lantaran terlalu dekat dengan kalangan militer. Polemik ini pun kemudian melahirkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. KB/14/M/X/2000, 6/U/KB/2000, dan 39A pada 11 Oktober 2000. Sesuai SKB itu, Menwa dilepas dari asuhan Kodam dan statusnya diturunkan jadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) biasa. Pembinaan Menwa pun diserahkan sepenuhnya kepada pimpinan perguruan tinggi.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply