JAKARTA, KalderaNews.com – Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) secara resmi dibubarkan oleh Pemerintah melalui Permendikbudristek Nomor. 28/2021 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Terkait pembubaran BSNP ini, ada banyak reaksi, salah satunya datang dari mantan anggota BSNP sekaligus pemerhati pendidikan yang mengutarakan beberapa catatan kritisnya terkait pembubaran BSNP.
BACA JUGA:
- BSNP yang Dibubarkan Nadiem Makarim, Apa Nama Badan Penggantinya?
- LPDP dan Kemenristek/BRIN Bisa Jadi Sumber Dana Riset
- Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia “Hilang”, Begini Kata Pakar
Pertama, keberadaan BSNP sebagai badan standardisasi diatur di dalam PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketika PP 57/2021 mencabut PP 19/2005 dan dua PP perubahan atasnya, sementara dalam PP yang baru tidak ada pasal tentang pengaturan badan standardisasi, maka otomatis keberadaan BSNP sebagai lembaga secara hukum tidak ada lagi.
Kedua, UU Sisdiknas pasal 35 ayat 4 mengamanatkan bahwa keberadaan badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Faktanya, pasal 34 PP 57/2021 yang membahas tentang badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan, hanya mengutip pasal 35 ayat 3 dan pengaturannya langsung diserahkan kepada Menteri. Pengaturan ini bertentangan dengan amanat UU Sisdiknas yang harus mengaturanya di dalam PP.
Ketiga, UU Sisdiknas 2003 pasal 35 ayat 3 menyatakan bahwa “Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan”.
Penjelasan UU Sisdiknas Pasal 35 ayat 3 menyatakan bahwa “Badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan bersifat mandiri pada tingkat nasional dan propinsi.”
Jadi, praturan yang mengadakan badan standardisasi berada di bawah Kemendikbudristek bertentangan dengan amanat UU Sisdiknas ini. Karena itu, pasal-pasal dalam Perpres Nomor 62/2021 dan Permendikbudristek Nomor 28/2021 yang mengatur tentang badan standardisasi harus direvisi dan ditata kembali sesuai amanat UU Sisdiknas.
Keempat, argumentasi bahwa Kemdikbudristek merumuskan standar nasional pendidikan berdasarkan UU Pemda tidak memiliki dasar karena dalam pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah, terkait standar nasional pendidikan kewenangan Pusat adalah menetapkan. Bukan merumuskan. Kemdikbudristek bisa membuat NSPK yang tidak terkait langsung dengan standar nasional pendidikan, seperti PPDB, Juknis BOS, dll.
Kelima, keberadaan Dewan Pakar tidak menjawab persoalan diabaikannya keberadan badan standardisasi, pengendalian, dan penjaminan mutu pendidikan yang harus diatur dalam PP dan bersifat mandiri. Dewan Pakar SNP adalah amanat PP57 tentang keterlibatan pakar sehingga Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan tidak bisa disejajarkan tugas pokok dan fungsinya dengan badan standardisasi yang mandiri.
Keenam, ia lantas mendesak agar Presiden Jokowidodo selaku Pemimpin Pemerintahan dan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek untuk merevisi PP No. 57/2021 dengan menambahkan pasal-pasal pengaturan tentang badan standardisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan ke dalam pasal pengaturan di dalam PP. 57/2021 sebagai badan yang mandiri dan profesional.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply