Kisah di Balik Keberhasilan Penemu Vaksin AstraZeneca, Saat SMA Pernah Marah Karena Ulangan Matematika

penemu vaksin covid-19, astrazeneca, wardaya college,
Carina Joe, salah satu pemegang hak paten vaksin Covid-19 AstraZeneca, bersama guru saat SMA dan teman sekelasnya. di webinar yang diadakan oleh Wardaya College pada Minggu, 26 September 2021 (KalderaNews/Lita Mayasari)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Di balik nama besar tim penemu vaksin Covid-19 yang diproduksi di Inggris, yakni Vaksin AstraZeneca, terdapat satu sosok srikandi dari Indonesia. Dialah Carina Citra Dewi Joe, peneliti muda asal Indonesia yang sekaligus menjadi salah satu pemilik hak paten vaksin AstraZeneca.

Selain Indra Rudiansyah, Carina, begitu sapaan akrabnya, merupakan salah satu peneliti asal Indonesia di Jenner Institute Universitas Oxford. Alumnus SMAK 1 PENABUR Jakarta ini adalah salah satu pemilik hak paten vaksin tersebut khususnya di bidang manufaktur skala besar. Artinya, Carina lah yang menemukan metode supaya vaksin tersebut dapat diproduksi dalam skala besar untuk kepentingan penduduk bumi.

BACA JUGA:

Vaksin AstraZeneca memiliki lebih dari enam hak paten yang bidangnya berbeda-beda, salah satunya adalah Sarah Gilbert. Carina sendiri memegang paten proses manufaktur dengan output intensif bagi vaksin AstraZeneca.

Dalam upaya menemukan dan memproduksi vaksin dalam jumlah yang besar ini Carina menceritakan bahwa seluruh tim telah bekerja super keras. Mereka bekerja keras selama 12 jam sehari selama sepekan.

Pengalaman Carina bekerja keras dalam menemukan vaksin Covid-19 ini diceritakannya saat diundang oleh Wardaya College untuk berbicara dalam webinar yang dibuka untuk umum pada Minggu, 26 September 2021. Selain memaparkan proses pembuatan vaksin hingga uji klinis I, II, dan III, ia juga menceritakan suka-duka pengalamannya.

Carina mengatakan tantangan terbesar saat memproduksi vaksin AstraZeneca adalah berkejaran dengan waktu. Ia berkata, “Biggest challenge dalam memproduksi vaksin ini adalah tidak cukupnya waktu yang ada untuk memproduksi vaksin dalam jumlah yang banyak dan tenaga kerja yang sangat terbatas untuk manufacturing. Bila vaksin lain dapat dikerjakan selama bertahun-tahun, vaksin Covid-19 ini harus dikerjakan dalam waktu yang singkat. Udah gitu engga bisa rekrut sembarang orang, karena pasti akan butuh waktu lama untuk training. Lagi pula kan musimnya pandemi.”

Pada sesi tanya jawab yang cukup interaktif, selain tentang proses pembuatan vaksin, Carina juga dicecar pertanyaan seputar pengalaman belajar dan bekerja di negeri orang oleh peserta webinar. Acara menjadi semakin seru karena ternyata hadir juga guru-guru dan kawan sekelas Carina.

Saat dengan tiba-tiba dihadirkan guru kelas Carina saat SMA, Carina langsung ingat sebuah cerita bahwa suatu ketika ia bersama teman-teman sekelasnya pernah marah pada sosok yang ternyata wali kelasnya tersebut karena diberikan ulangan harian. Moderator pun tertarik mengulik kisah lengkapnya.

“Waktu itu kelas akselerasi yang banyak ulangannya. Engga cuma Matermatika, tetapi mata pelajaran lain juga ada ulangan. Nah, waktu itu tiba-tiba pak guru mengadakan ulangan Matematika dengan jenis soal olimpiade. Susah, kan. Jadinya kami sekelas marah sama pak guru. Dan pak guru meminta maaf telah mengadakan ulangan yang susah dan berjanji untuk memberikan ulangan lagi dengan soal yang berbeda,” akunya

Tak ayal, penjelasan Carina tersebut justru membuat guru-guru yang hadir dalam webinar itu terharu. Dr. Anton Wardaya, M.Sc, Chairman dari Wardaya College yang bertindak sebagai moderator dalam acara webinar tersebut juga ikut terharu hingga menitikkan air mata saat mengatakan, “Keberhasilan seorang guru adalah bila melihat muridnya sukses dan memberikan banyak manfaat bagi lingkungan dan sesama manusia,” ungkapnya.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan share pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*