Apa Beda 1 Muharram dengan 1 Suro? Ternyata Begini Penjelasannya

Ilustrasi: Tahun Baru Islam, 1 Muharram. (KalderaNews.com/Ist.)
Ilustrasi: Tahun Baru Islam, 1 Muharram. (KalderaNews.com/Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Malam tahun baru Hijriah 1 Muharram 1443 akan jatuh pada Selasa, 10 Agustus 2021. Tapi, pemerintah melalui SKB 3 Menteri Nomor 642 tahun 2020 menetapkan sebagai hari libur nasional, pada esok harinya, Rabu, 11 Agustus 2021.

Dalam tradisi keislaman, 1 Muharram diperingati karena merupakan awal hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makah ke Madinah. Peristiwa tersebut menandai babak baru dalam dunia Islam.

BACA JUGA:

Pada masa khalifah Umar pembuatan kalender Hijriyah dimulai, dan diberlakukan mundur 17 tahun, terhitung sejak tahun hijrah Makah-Madinah. Sementara, dalam tradisi Islam di Jawa, tanggal 1 Muharram disebut sebagai malam 1 Suro.

Dalam budaya Islam tanggal itu merupakan hari suci, lantaran menjadi penanda resolusi kalender Islam, tapi dalam tradisi Jawa peringatan itu justru dianggap sakral dan mistis.

Kenapa bisa begitu?

Sebenarnya, 1 Muharram dan malam 1 Suro adalah sama. Yang membedakan dalam hal penyebutan serta tradisi yang mengiringinya. Tanggal 1 Muharram adalah penanda tahun baru Hijriah, sementara 1 Suro adalah tradisi serupa dalam budaya Jawa.

Istilah “Suro” juga berasal dari bahasa Arab, “Asyura”, yang berarti sepuluh. Asyura adalah hari ke sepuluh pada bulan Muharram.

Kemistisan malam 1 Suro sebenarnya bermula dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Misal faktor budaya keraton Yogyakarta, yang selalu mengadakan upacara atau ritual untuk peringatan hari-hari penting tertentu, termasuk malam 1 Suro. Upacara atau ritual malam 1 Suro itu lantas diwariskan dan dilanjutkan dari generasi ke generasi.

Kemistisan malam 1 Suro juga terkait dengan politik kebudayaan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram pada medio 1628-1629. Saat itu, Mataram mengalami kekalahan dalam penyerbuannya ke Batavia. Kekalahan itu membuat pasukan Mataram terbagi ke dalam berbagai keyakinan seiring semakin masifnya Islam di tanah Jawa.

Nah, untuk merangkul pasukan Mataram yang telah terpecah belah itu, Sultan Agung menciptakan kalender Jawa-Islam dengan pembauran kalender Saka dari Hindu dan kalender Hijriah dari Islam.

Pembauran kalender ini membuat peringatan 1 Muharram tak bisa lepas dari tradisi-tradisi Jawa yang masih kental dengan tradisi Hindu, seperti sesaji dan yang lain.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*