6 Hal yang Perlu Diperhatikan Sekolah Agar Home Learning Lebih Optimal

Guru Kimia SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, Junandar Usman
Guru Kimia SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, Junandar Usman (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Sampai saat ini home learning bukan pilihan realistik bagi kebanyakan sekolah di Indonesia. Buktinya, model ini muncul dari keterpaksaan dalam menyikapi keadaan saat ini.

Sekolah tidak akan memilih home learning, jika mereka tidak benar-benar peduli pada upaya untuk mencegah merebaknya wabah covid-19 sembari mengharapkan hasil pendidikan yang terbaik bagi siswanya.

Home learning pun menjadi pilihan utama selama merebaknya covid-19, akan tetapi apakah model pembelajaran ini dapat dipertanggungjawabkan setidaknya dilihat dari proses pembelajaran maupun kualitas hasil belajar siswa?

BACA JUGA:

Banyak pihak meragukan proses dan hasil pembelajaran dengan model home learning, tetapi sebagian orang tua yang memilih pendidikan di rumah bagi anaknya telah merasakan banyak keuntungan. Lantas apa yang sebaiknya diperhatikan pihak sekolah agar home learning menjadi optimal?

Guru Kimia SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, Junandar Usman seperti dikutip dari situs resmi Yayasan Tarakanita berpandangan ada 6 hal berikut ini yang bisa diperhatikan pihak sekolah untuk mengoptimalkan home learning:

  1. Menjamin setiap anak mempunyai kurikulum individual dan sebanyak mungkin lingkup bagi penjelasan personal. Hal ini dapat terjadi jika sekolah didukung oleh sarana-prasarana dan sumber daya manusia yang melek IT serta para siswa telah belajar tentang bagaimana cara belajar sejak usia dini. Setiap anak sungguh harus mengenali potensi dirinya masing-masing.
  2. Membagi siswa dalam kelas-kelas kecil agar umpan balik terhadap materi yang tidak dimengerti dapat langsung diberikan (tepat sasaran).
  3. Menjamin pekerjaan proyek di masyarakat dijalankan sedemikian sehingga anak-anak dapat berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan usia ketika mereka mencoba memecahkan masalah-masalah nyata. Ini berarti mereka belajar melalui pengalaman (experiental learning), bukan textbook oriented.
  4. Melibatkan orang tua dalam melahirkan proyek-proyek yang menantang dan menyenangkan di rumah, sedemikian sehingga belajar tidak lagi dipandang sebagai aktivitas terpisah yang terbatas di sekolah tetapi sebagai rangkaian kegiatan di rumah dan masyarakat. Suatu bagian alamiah dari kehidupan utuh seorang anak.
  5. Menjadikan belajar sebagai suatu aktivitas hampir setahun penuh. Para “pelajar-rumah” tidak kehilangan waktu libur semester dan libur akhir tahun, sehingga mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk “kunjungan lapangan”.
  6. Mengeksploitasi situasi yang sama sekali baru yaitu kehadiran “masyarakat kaya-informasi”. Dahulu kebanyakan orang hidup dalam lingkungan yang miskin-informasi, sehingga guru dipandang sebagai almari pengetahuan. Tetapi, dewasa ini radio, TV, majalah, jurnal, surat kabar, museum, perpustakaan, tempat ibadah, media on-line, dan semua kemajuan teknologi informasi merupakan “jalan raya bebas hambatan” yang telah mengubah secara dramatis keseimbangan itu. Generasi milenial tidak lagi menunggu untuk diajar dan dapat mengelola proses belajarnya sendiri, mengikuti rencana belajarnya sendiri yang jelas dan semua sumber informasi tersebut menjadi bagian alamiah dari pendidikan mereka.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*