BANDUNG, KalderaNews.com – Jika pemerintah memperpanjang masa PPKM Darurat Jawa-Bali sampai enam minggu, akan makin memperparah kondisi masyarakat. Lesunya pertumbuhan ekonomi sudah dirasakan sejak awal diterapkannya PPKM Darurat pada 3 Juli 2021 lalu.
Demikian disampaikan Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi. Katanya, jika PPKM Darurat diperpanjang, maka tingkat konsumsi dan permintaan masyarakat berpotensi turun. Kondisi ini juga bakal memengaruhi lapangan kerja dan sektor usaha.
“Ini tentu berpengaruh pada penggunaan tenaga kerja dan kemampuan sektor usaha yang berkaitan dengan kewajiban keuangan, pembayaran kredit, dan sebagainya. Kian besarnya dampak penurunan ekonomi yang dirasakan masyarakat bergantung pada berapa lama masa perpanjangan PPKM Darurat,” ujar Acuviarta Kartabi.
BACA JUGA:
- Tim Universitas Pasundan Sapu Bersih Juara Gokart Seri 1 dan 2 Eshark Rok Cup 2021
- Universitas Pasundan Izinkan Kegiatan PLP Makasiswa FKIP di Kota Asal Masing-masing
- Ternyata, Inilah Universitas Swasta di Indonesia yang Populer di Facebook dan Twitter Versi UniRank 2021
Berdasarkan informasi yang ia peroleh dari asosiasi perusahaan dan pengusaha, beberapa perusahaan berencana melakukan PHK terhadap tenaga kerjanya.
“Jika ini sampai terjadi, saya kira sangat berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Adanya penurunan jumlah tenaga kerja dan aktivitas di sektor perdagangan tidak hanya memengaruhi permintaan, tapi juga suplai,” katanya melanjutkan.
Acuviarta Kartabi memprediksi, apabila PPKM Darurat diperpanjang, sedikitnya lima dari 17 sektor perekonomian akan mengalami dampak cukup parah. Sektor tersebut yaitu perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, industri dan manufaktur, konstruksi, serta jasa akomodasi dan makan minum, seperti hotel dan restoran.
Acuviarta Kartabi mengungkapkan, “Upaya solutif dan paling rasional yang mesti dilakukan pemerintah yakni mengoptimalkan bantuan untuk masyarakat. Misal memberikan jaring pengaman sosial atau bansos, terutama bagi keluarga yang kemampuan ekonominya terbatas. Juga kepada pelaku UMKM yang sulit beraktivitas karena pembatasan.”
Di samping bantuan sosial, pemerintah juga harus mulai melakukan digitalisasi. Pola digitalisasi memang tidak cepat dan mudah diimplementasikan, namun pada kondisi mendesak perlu didorong sesegera mungkin.
“Melalui pengaplikasian digitalisasi, ada banyak hal yang mungkin bisa dilakukan. Sehingga, meskipun mobilitas konsumen berkurang, tapi dengan pola digitalisasi kita tetap bisa mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi,” papar Acuviarta Kartabi.
Acuviarta Kartabi juga menyoroti munculnya wacana di kalangan pemerintah tentang kebijakan 15 hari kerja dalam sebulan bagi buruh sebagai antisipasi terjadinya PHK massal. Menurut dia, kebijakan ini diperkirakan hanya bersifat situasional, sebab korelasinya sangat erat dengan penyesuaian upah dan pemerintah belum memberikan opsi kepastian mengenai hal tersebut.
“Jika kebijakan itu tidak dibarengi dengan kepastian dari pemerintah terkait besaran upah, maka saya rasa akan mengakibatkan situasi yang lebih parah lagi. Kondisi ini harus dicermati dengan hati-hati karena banyak korelasinya. Jangan sampai skema kerja 15 hari justru menjadi bagian dari skema PHK tenaga kerja yang sesungguhnya,” katanya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply