Tarakanita: Membangun Kultur Belajar Kreatif

PJJ Tarakanita bersama Dian Sastro
PJJ Tarakanita bersama Dian Sastro (KalderaNews/Dok. Yayasan Tarakanita)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Pandemi Covid-19 telah mengubah berbagai segi kehidupan, tidak terkecuali dunia pendidikan. Proses pembelajaran di sekolah tak dapat lagi dilaksanakan, semua beralih ke pembelajaran jarak jauh, interaksi tatap muka langsung berubah menjadi virtual, alat dan media belajar mengandalkan teknologi, sedang kegiatan ekstrakurikuler tak bisa lagi terfasilitasi.

Di satu sisi, pandemi menghadirkan begitu banyak persoalan, tetapi di sisi lain pandemi memberi ruang kreasi dan inovasi bagi sekolah, para guru, juga peserta didik dalam memberikan dan mengikuti layanan pembelajaran.

Sebagai lembaga pendidikan yang mengelola 59 sekolah dari jenjang KB-TK hingga SMA/K yang berada di wilayah Bengkulu, Lahat, Tangerang, Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Surabaya bergerak cepat mencari dan menemukan terobosan-terobosan guna merancang pembelajaran di masa pandemi.

BACA JUGA:

Insight dari pengalaman masa pandemi tidak lain adalah bagaimana menjadi kreatif mengelola pembelajaran, meletakkan materi ajar sesuai dengan kebutuhan, menghadirkan tema-tema kontekstual sebagai bagian dari proses membekali peserta didik dengan nilai-nilai keterampilan dan karakter yang dibutuhkan sesuai situasi dan kondisi riil.

“Menarik dan Menyenangkan” adalah kunci keberhasilan pengelolaan pembelajaran di masa krisis, saat di mana pandemi terjadi dalam kurun waktu yang lama, kebosanan dan kelelahan tak lagi dapat dihindarkan, maka motivasi dan semangat belajar menjadi pokok perhatian. Intinya, bagaimana membuat peserta didik tetap “Senang dengan belajar, dan belajar dengan rasa senang”. Untuk itulah, sekolah-sekolah Tarakanita berupaya menghadirkan pengalaman belajar yang berbeda dari yang biasanya.

Belajar Apa Saja Dari Siapa Saja

Sudah semestinya pembelajaran mewadahi berbagai kebutuhan baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, tetapi seringkali terjadi bahwa materi ajar dan tuntutan kurikulum tidak memberikan porsi yang cukup terhadap keseimbangan ketiganya, pun terhadap materi-materi yang relevan dengan situasi dan kondisi aktual.

Pembelajaran mestinya “dibawa ke luar kelas”, dihadapkan pada konteks dan permasalahan-permasalahan riil, sehingga peserta didik pun dibiasakan untuk menjadi pribadi yang kritis dan problem solver, menemukan berbagai strategi pemecahan masalah. Tak hanya dibawa ke luar kelas dan tak hanya dari guru, peserta didik juga perlu mendapatkan ilmu dari orang-orang yang karena pengalamannya, keterampilannya, maupun perilakunya menjadi orang-orang yang sukses sesuai bidang masing-masing.

Dibuatlah program “Guru Tamu”, mulai dari alumni, tokoh masyarakat, orang tua siswa, tenaga ahli dan praktisi dari berbagai fungsi, membawakan materi-materi baik yang memiliki keterkaitan dengan tema/subtema/materi ajar pelajaran tertentu, maupun tema-tema motivasi, pengembangan diri, profesi, dan masih banyak lagi.

PJJ Tarakanita bersama Bambang Brodjonegoro
PJJ Tarakanita bersama Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN), Bambang Brodjonegoro (KalderaNews/Dok. Yayasan Tarakanita)

Lebih dari 300 kelas “Guru Tamu” yang dilaksanakan, baik yang sifatnya nasional (diikuti oleh seluruh siswa dari jenjang tertentu secara nasional), kewilayahan, maupun oleh sekolah secara mandiri, pun juga pengembangan dan pelatihan bagi para guru dan karyawan.

Hadir sebagai pengajar dalam program “Guru Tamu” diantaranya: Prof. Bambang Permadi Sumantri Brodjonegoro, P.Hd. (ketika menjabat Menteri Riset dan Teknologi), Wishnutama Kusubandio (ketika menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Ignasius Jonan (mantan Direktur KAI dan Menteri ESDM), Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D. (Rektor ITB), Prof. Dr. Ir. Agustinus Purna Irawan (Rektor Untar), Dr. Mohammad Syahril, Sp.P.MPH (Direktur RSPI), Rieke Dyah Pitaloka (Politisi), Arman Depari (Deputi BNN), Ratih Ibrahim dan Tika Bisono (Psikolog), para alumni lain yang bergerak di bidang entertain seperti Arie Wibowo, Dian Sastrowardoyo, Olga Lydia, Surya Saputra, Susan Bachtiar, Joy Tobing, Marsha Timothy, dan masih banyak yang lainnya.

Pembelajaran Tanpa Sekat

Pembelajaran virtual membuka kreasi model belajar yang berbeda, salah satunya model kolaboratif. Pembelajaran tidak melulu menggunakan pendekatan mata pelajaran, tetapi juga dilaksanakan dalam bentuk kolaborasi lintas mata pelajaran dengan tema pembahasan yang ditetapkan bersama. Tidak hanya lintas mapel, tetapi juga lintas sekolah di antara sesama sekolah Tarakanita di berbagai wilayah, belajar materi yang sama bersama dengan guru dan teman-teman belajar dari sekolah di wilayah lainnya.

“Dengan model ini diharapkan peserta didik belajar tentang materi secara holistik, sekaligus memiliki pengalaman belajarbersama peserta didik dari sekolah dan wilayah lain”, demikian disampaikan Yustina Sri Hartati selaku Kepala Sub. Kurikulum Divisi Pendidikan Yayasan Tarakanita. Selain itu, pembelajaran kolaboratif juga diarahkan pada model-model proyek baik yang dikerjakan secara mandiri maupun berkelompok. Dalam satu semester saja (Juli-Desember 2020) tercatat 86 proyek kolaboratif yang dihasilkan oleh sekolah-sekolah Tarakanita dalam berbagai bentuknya: blog, podcast, poster, desain, video, aplikasi, buletin, dan lain sebagainya.

PJJ Tarakanita bersama Joy Tobing
PJJ Tarakanita bersama Joy Tobing (KalderaNews/Dok. Yayasan Tarakanita)

Pembelajaran proyek kolaboratif tidak hanya berhenti pada tataran satu sekolah saja, tetapi juga dikembangkan menjadi proyek kolaborasi lintas sekolah lintas wilayah. “Semester kedua ini kami mencoba melakukan proyek bersama di dua jenjang, SMA antara Tangerang dan Jakarta, dan juga SMP antara SMP St. Yosef Lahat dan SMP Tarakanita 2 Jakarta”, demikian diinfokan Yustina.

Pembelajaran lintas semacam ini memberikan pengalaman berbeda kepada para guru, karena mereka harus berkoordinasi dan bekerjasama dalam merancang pembelajaran, memberikan pendampingan, dan sekaligus memberikan penilaian dan evaluasinya. Demikian juga dengan peserta didik, di mana mereka memiliki pengalaman belajar, berdiskusi, membuat produk, dan mempertanggungjawabkannya secara bersama dengan teman dari sekolah lain.

Pembelajaran tidak lagi dibatasi oleh ruang, oleh teman sekelas, oleh guru di sekolahnya, bahkan oleh materi tunggal mapel tertentu. Pembelajaran tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat sekolah dan wilayah. adalah pembelajaran dari semua, oleh semua, dan untuk semua civitas akademika. (Tim Tarakanita: Penulis: Frans Suyono, Editor: Ambrosius Sigit K)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*